• 29∆ : Welcoming Darkness •

247 53 56
                                    

Hai?

Vote - komen ♥️

•°•°•

Dhimas dengan tergesa berlari menuju tempat penjemputan. Mata sipitnya semakin menyipit kala menyapu seluruh jarak pandangnya supaya menemukan orang yang ia cari. Nafas pria itu seketika berhembus keras ketika menemukan seorang pria tinggi lainnya yang melambaikan tangan dari jauh.

Dhimas berlari mendekati. Dengan segara pria yang ia hampiri tadi berputar dan langsung masuk kedalam mobil.

"Jejak terakhir?"

"Hilang." Dhimas mengeluarkan tab dari dalam tas punggungnya. Kacamata yang bertengger manis di kerah baju, kembali ia kenakan.

"Tingkat ditemuinnya masih di sini 'kan?"

Pria itu menggeram kasar. "Gak yakin. Tapi ... Enam puluh persen, iya."

"Jaehyun?"

"Ya, gak keliatan selama dia juga menghilang."

"Sialan."

•°•°•


Suara guntur yang saling sahut menyahut, seakan menjadi latar musik dalam keadaan ku saat ini. Tatapan ku bergetar menelisik celah pada ruangan di sekitar ku. Jaehyun masih ada di sini, berdiri menjulang dihadapan ku dengan tangan yang meremas kuat kedua bahuku.

Wajah itu.

Wajah yang sempat aku sayangi keberadaannya. Yang saat ini, sudah sangat mustahil bagi kami untuk bersatu. Kini aku sadar, tidak seharusnya dulu aku kembali pada lelaki ini. Nyatanya, semua masih sama. Tidak ada yang berubah sedikitpun.

Tangan ku terulur hendak mengusap sisi wajahnya, namun seketika Jaehyun menepisnya dengan kasar. Dia bergerak mundur lalu memutar tubuhnya sambil mengacak rambut frustasi. Hatiku seakan diremas dengan kuat.

"Kenapa dunia ini gak adil, Han?!" Jaehyun kembali berputar menatap ku. "Aku cuma mau kamu."

"Tapi kamu tau, kita gak bisa." Tatapan ku melirik pada pintu yang terletak diarah jam tiga, dimana pintu kamar tersebut terbuka dengan sedikit celah. Aku tahu, lelaki itu pasti belum menguncinya.

"Jaehyun, kalo kaya gini, kamu bisa dipenjara lagi." Aku mengigit bibir takut. Bergerak dengan perlahan merambat pada tembok.

Jaehyun berdecih lalu merebahkan dirinya di atas ranjang. "Lagi? Sejak kapan, Hana, aku pernah dipenjara?"

"M-maksud kamu?" Suara gemericik lantai yang bergesekan dengan rantai mulai terdengar pelan. Hana meringis dalam hati, mencoba tidak peduli pada apa yang lelaki itu katakan. Ia hanya ingin segera pergi dari sini.

"Aku ditahan. Tapi bukan di penjara." Jaehyun tertawa pelan. "Rumah Sakit Jiwa, Han."

Pergerakan ku terhenti. Aku menatap Jaehyun dalam diam, seakan menerawang jauh pada masa lalu. Sial, aku baru menyadari ini. Tidak mungkin lelaki itu memiliki masalah kejiwaan, namun tidak ditangani atau dikarantina oleh seorang ahli.

Dengan cepat aku menarik rantai yang ada di kaki, berlari dengan kecepatan penuh keluar dari kamar. Aku tahu, Jaehyun pasti mengunci seluruh akses apartemen ini. Satu hal yang pasti, aku mengarah pada kaca dinding yang berhadapan langsung dengan balkon. Tangan ku yang bergetar kuat, berusaha untuk membuka slot kaca tersebut.

"Mau kemana, Hana?" Keringat bercucuran di dahi ku. Bahkan, sedekat apapun dia dengan tubuh ini, aku harus bisa keluar melalui balkon.

Sret

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang