• 32∆ : Justice •

308 47 57
                                    

Semakin sepi ya, guys ಠ︵ಠ

•°•°•

Suara sorak-sorai mencemooh bagai nyanyi-nyanyian kematian yang akan menjemput dirinya saat ini. Hana memeluk ranselnya erat di depan dada, ia menunduk sambil berjalan cepat di lorong sekolah. Tubuhnya gemetar ketakutan, ia sendiri, semua orang memakinya. Bukan hanya dirinya saja, tetapi juga memaki janin tidak bersalah yang ada di tubuh Hana.

Rambut panjang perempuan itu menutupi hampir seluruh wajahnya. Keringat bercucuran membuat seragamnya terlihat lembab dan basah. Tubuh Hana terus tersenggol oleh orang-orang yang berusaha mendorongnya. Ia sangat ketakutan, bahkan jarak dari kelasnya hingga depan sekolah pun terasa sangat jauh sekali.

"Eittss ... tunggu dong, Cantik." Hana meremas ransel dipelukannya dengan erat lalu berusaha mengambil sisi jalan yang lain.

"Eh, sama tuh gak bisa lewat ..."

Perempuan itu menggeleng cepat, ia bergerak mundur namun tiba-tiba saja dikejutkan oleh sepasang tangan yang memegang bahunya. Hana berbalik, menatap sosok lelaki yang menggunakan seragam sama dengannya.

"Mau kemana, sih? Mending ikut dulu yuk sini." Tangan Hana berusaha di genggam, namun ia terus bergerak menjauh.

"E-enggak! Pergi!" teriak Hana.

"Berisik!"

Salah satu dari ketiga laki-laki itu menarik Hana dengan kasar. Tas Hana yang terjatuh segera diambil oleh temannya yang lain. Mereka berdua mengikuti Hana yang sudah ditarik menjauh dari daerah sekolah. Perempuan itu terus memberontak, tapi hal itu tetap tidak bisa membuatnya terlepas dari cengkeraman lelaki di depannya tersebut.

"Kalian ngapain sih?! Lepas! To-tolong!"

"Bacot!"

"A-akkh!" Rambut Hana ditarik kebelakang dengan keras, dan satu tangannya yang lain ikut ditarik oleh dua laki-laki yang tadi mengikuti dibelakangnya.

Mereka masuk kedalam sebuah gang kecil yang sangat sepi. Letaknya berada di belakang sekolah, dan tidak ada perumahan disekelilingnya. Hanya mengarah pada kebun-kebun pisang yang tidak terurus.

Hana didorong hingga menabrak tembok yang tidak rata permukaannya. Perempuan itu meringis kesakitan sambil meremas perutnya yang terasa keram.

"Ja-jangan ...," lirih Hana.

Sosok laki-laki yang terlihat seperti pemimpin diantara ketiganya maju, mencengkeram kedua pipi Hana dengan keras. "Lo gak pantes di sini, jalang!" bisiknya menusuk.

"Ka-kalian mau a—"

Plak

"Gue gak mau apa-apa sih, cuma gue kesel aja gitu ngeliat muka lo di sekolah ini."

Wajah Hana menyamping, dengan pipi memerah bekas tamparan yang terlampau keras. Dia seperti sudah tidak bisa menangis lagi. Hanya bisa meringis perih merasakan cairan besi yang terasa dimulutnya.

"To-tolong ..."

Bugh

Temannya yang lain mendorong tas milik Hana ke perut perempuan itu. Sangat kencang dan terasa sekali tekanan tangannya di perut Hana. Hana menunduk, menahan rasa sakit diperutnya yang semakin menyiksa.

"Cukup ... sakit," pintanya.

Tolong ....

Aku gak mau kayak gini ....

Aku gak mau ....

"ENGGAK!"

Nafas perempuan itu terengah-engah dengan keringat membanjiri seluruh wajahnya. Tubuhnya menggigil merasakan dingin dari AC yang menusuk kulit. Pandangannya terasa hampir sepenuhnya gelap, dan ia sadar bahwa pikirannya kembali pada memori masa lalu.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang