• 34∆ : I Want to Meet Him •

150 29 18
                                    

Tolong diingatkan klo ada typo, ini semalem jadi, agaknya mager revisi tulisan yg typo hshshs

Happy reading, tp vote dulu ya bestie

•°•°•

Beberapa hari setelah pertemuan Hana dan Kanaya di rumah, tiba-tiba saja Hana terlihat kembali murung. Setiap diajak berbicara, hanya menjawab seadanya, bahkan terkadang hanya mengangguk atau menggeleng.

Dhimas menjadi sangat khawatir dengan kesehatan istrinya tersebut. Tetapi ia tidak pernah lagi melihat Hana suka merasa pusing tiba-tiba, mual, atau apapun itu. Pria itu tidak tahu harus bagaimana.

Hari ini menginjak tujuh bulan usia kehamilan Hana. Dan sudah terjadwalkan juga bahwa Hana harus kontrol ke dokter kandungan. Tetapi, ketika Dhimas menghampiri Hana di kamar, wanita itu hanya duduk di pinggir ranjang lalu menghadap ke arah jendela yang terbuka.

"Hana? Kok belum siap-siap?" panggil Dhimas laku duduk di sebelah wanita itu.

"Ini ... tanggal berapa?"

"Tanggal delapan, Na."

"Oh, check up ya?" lirih Hana seakan ragu atas jawabannya sendiri.

"Iya, yuk siap-siap. Mau dibantu?"

Wanita menggeleng cepat lalu berdiri, menggerakan tongkat hitamnya yang seakan menjadi mata ketiganya. Hana menuju ke arah lemari putih yang bersebelahan dengan lemari coklat emas yang ada di kamar tersebut. Ia membukanya, meraba-raba di tingkatan kedua dari tumpukan baju.

"Aku siapin bajunya aja ya, kamu mundur dulu." Dhimas tiba-tiba menyusul lalu menggerakan kedua bahu Hana seakan untuk mundur dan memberinya akses.

Pria itu memilihkan baju yang terlihat bagus dan nyaman untuk istrinya. Baru saja ia beli beberapa hari yang lalu. "Nih, baju yang baru aku beli kemarin-kemarin di cobain ya," katanya.

Hana mengangguk pelan. "Makasih, kamu keluar dulu ya."

Dhimas merasa bingung, namun ia tetap mengangguk. "O-oke, nanti kalo perlu bantuan panggil aja ya, aku tunggu di depan kamar."

Pria itu melangkah keluar dari kamarnya. Ia menutup rapat pintu lalu bersandar pada dinding disebelah. Jujur, sifat Hana kali ini benar-benar membuatnya frustasi.

Apakah ada yang salah? Hana sakit? Ada sesuatu yang mengganggunya? Tapi apa?

Dhimas mulai menerawang jauh pada kejadian-kejadian beberapa hari yang lalu. Lima hari setelah Kanaya dari sini, Hana masih baik-baik saja. Namun tiba-tiba, saat itu Dhimas ingat bahwa ada panggilan darurat dari kantornya yang mengharuskan pria itu datang ke kantor pusat.

Hana sempat cemberut meminta ikut, namun Dhimas menolaknya dengan dalih ia akan terlalu sibuk nanti dan tidak sempat memperhatikan sang istri. Lalu saat ia baru saja pulang ke rumah jam sepuluh malam, pria itu terkejut ketika mendapati Hana masih tersadar dengan duduk bersandar di atas ranjang.

Saat itu, ketika Dhimas tanya dan ajak bicara, Hana hanya diam. Sifatnya aneh. Bahkan hingga kini, hari ketiga setelah malam itu.

"Dia masih marah kali ya karena ditinggal?" gumam Dhimas ragu, "ah yaudah nanti dijalan ajak bicara aja." Dhimas mengangguk dengan keputusannya sendiri.

"Ayo." Tiba-tiba saja pintu terbuka lalu menampilkan Hana yang sudah siap dan rapih dengan pakaian yang Dhimas pilihkan.

Dhimas merangkul pundak sang istri sambil masih terus berusaha untuk mengajak bicara. Pria itu hanya takut, takut jika ada yang disembunyikan oleh Hana dan akan berdampak buruk bagi wanita itu sendiri.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang