• 6∆ : He Is Gone •

614 268 429
                                    

Setelah persiapan panjang, dan kini waktunya tiba.

Hana menghela nafas gusar. Baju kebaya yang sudah tersemat cantik di tubuhnya, dan juga riasan wajah yang memperindah. Hana menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin, gugup. Berkali-kali ia mengucap dzikir dan bersholawat untuk membuat hatinya tenang.

Johnny yang duduk di pinggir ranjang Hana hanya sebagai pemerhati. Dari kamar adiknya itu, Johnny sendiri sudah bisa mendengar suara ramai-ramai di lantai bawah. Yang mungkin menandakan bahwa sang mempelai pria sudah tiba.

Hana pun mendengar itu, lagi-lagi dia menghela nafas lalu mendongakkan kepalanya. Mengerjap beberapa kali sambil menggigit bibirnya. Mati-matian dia menahan tangisnya.

"Han."

Hana berdeham, "Iya bang?"

"Abang ke bawah ya. Kayaknya udah mau dimulai." Ucap Johnny.

Adiknya itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Johnny menghampiri Hana dan mengusap punggungnya sebentar sebelum benar-benar keluar dari kamar.

"Pasti bisa, Han. Lo pasti bisa."

"Semua demi mama sama ayah. Lo pasti bisa."

Berulang-ulang dia menggumamkan kalimat penyemangat untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya suasana tiba-tiba hening.

Hana menoleh ke arah pintu yang sengaja dibuka sedikit oleh Johnny. Perempuan itu berdiri, mendekat ke arah pintu dan bersandar di dinding.

Dari tempatnya berdiri, Hana mulai mendengar suara seseorang mengaji. Entah siapa, tetapi suaranya sangat indah di dengar. Setelah itu, membaca doa dan mengajukan beberapa pertanyaan. Sampai akhirnya, tiba diwaktu intinya.

Hana menggenggam erat gagang pintu saat suara pria yang sepertinya seorang penghulu kembali terdengar.

"Mempelai pria dipersilahkan untuk berjabat tangan dengan wali mempelai wanita."

Semakin erat genggaman Hana, hingga buku-buku jarinya memutih.

"Ikuti perkataan saya ya." Hana tahu, itu suara ayahnya.

"Saya nikahkan engkau, Adhimas Doyoung Senopati bin Adam Saputra dengan anak saya, Hana Pradita binti Ryan Prawijaya dengan mas kawin emas dua puluh gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Hana Pradita binti Ryan Prawijaya dengan mas kawin emas dua puluh gram dan seperangkat alah sholat dibayar tunai."

Hana menunduk, nafasnya berubah menjadi tidak beraturan saat suara-suara saling bersahutan yang menyerukan kata 'sah' dengan lantang. Air matanya lolos dari pertahanannya. Suara dua orang wanita terdengar mendekat kearahnya, Hana mendongak dan melihat ibu beserta tantenya ada di hadapannya saat ini.

Untuk menjemputnya.

"Ayo Han, temui suami kamu." Ucap ibunya sambil menghapus air mata Hana menggunakan tisu.

Hana menuruni tangga diapit oleh dua wanita itu. Semua perhatian tertuju kepadanya, mata Hana terpaku. Terpaku menatap pria itu, yang menggunakan jas hitam dan peci hitam di kepalanya.

Dua pasang iris coklat itu bersinggungan. Saling berteriak dalam pikirannya masing-masing, hingga akhirnya Hana sudah duduk disebelah pria itu.

Doyoung.

Yang kini sedang Hana cium tangannya dalam tangisan. Dan tangan Doyoung yang lain digunakam untuk mengusap kepala Hana.

Doa-doa di panjatkan hingga pria itu mengecup keningnya sambil berbisik, "Jangan nangis, Na. Saya janji akan buat kamu bahagia."

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang