• 10∆ : Archetypal •

549 229 337
                                    

[special for 1k readers, this part full of cringy things, ewh.]

•••

"Hana, jangan diem terus."

Doyoung mendorong troli besar berisi bahan-bahan dan alat-alat kebutuhan rumah. Ini sudah hari ketiga setelah pasutri tersebut beradu argumen, jujur Hana masih sedikit kesal dengan Doyoung. Hanya sedikit, tapi bisa membuat dia malas berbicara.

"Gak baik umat muslim marahan lebih dari tiga hari."

"Siapa yang marah?" Jawab Hana jutek sambil memasukkan beberapa bungkus camilan dan kembali berjalan.

Doyoung menghela nafasnya lalu mengikuti Hana di belakang, "Itu kamu marah, Na. Sekarang."

"Aku engga marah, Doy." Hana menoleh kebelakang dengan alis menukik kesal.

"Tuh! Liat! Muka kamu." Doyoung menunjuk wajah Hana. "Muka muka orang bete."

"Terserah lah." Perempuan itu mengibaskan tangannya lalu berjongkok memilih beberapa jenis kopi instan.

Doyoung mendekati perempuan tersebut, dia berdiri di belakangnya lalu tersenyum. Tubuhnya ia bungkukkan hingga kepalanya tepat berada di samping kepala Hana. Masih dengan senyumannya, dia bisa mencium aroma rambut Hana yang menjadi candunya selama beberapa minggu ini.

"Saya minta maaf, ya."

Merinding.

Satu kata itu yang Hana rasakan dan membuat kepalanya otomatis menoleh. Namun siapa sangka, saat ia menolehkan kepala, kedua netranya langsung bersitatap dengan manik indah Doyoung. Wajah lelaki itu sangat dekat, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.

Hana terkejut dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain sambil berdiri, diikuti oleh Doyoung yang menegakkan tubuhnya.

Perempuan itu melirik kesana-kemari, takut ada orang yang melihat kejadian tadi. Dan untung saja, pada daerah mereka berdiri saat ini tidak ada satu orang pun yang berlalu-lalang.

Doyoung terkekeh, lalu mengambil dua bungkus jenis kopi instan yang sama dan memasukkanya ke dalam troli. Dengan tanpa bersalah ia melajukannya untuk meninggalkan Hana yang masih berdiam kaku.

Bagaimana tidak? Suara berat dan helaan nafas yang terasa jelas di telinga hingga tengkuk Hana, tentunya membuat perempuan itu merinding.

"Na, ayo." Doyoung menoleh, memanggil Hana.

Perempuan itu tersentak dan dengan cepat mengikuti Doyoung. Benar-benar, dia merasa ada yang tidak beres dengan jantungnya.

"Udah dimaafin?"

"Hah?"

"Udah dimaafin belum?"

"O-oh?" Dengan cepat Hana mengangguk, "I...ya, udah."

"Bagus, deh." Senyuman kotak itu kembali terhias diwajahnya. Hana dalam diam memperhatikan wajah lelaki itu dari samping, tampak sangat sempurna. Tampan, manis, sopan, pintar, semua itu adalah kriteria seluruh perempuan yang ada di dunia untuk mencari pesangan hidup.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang