08. Again

273 63 5
                                    

Jam istirahat sudah habis sejak sepuluh menit lalu, namun aku masih tetap berada di sini sejak awal jam istirahat berlangsung. Tak berniat untuk mengambil makan siang di kantin seperti ajakan Soora atau Haneul yang sudah merayuku sejak awal. Hanya Haneul yang bersikeras sedangkan Soora setengah malas dan hanya berusaha menyenangkan Haneul yang selalu berupaya mengajakku untuk makan siang. Aku dan Soora memang tak dekat. Hanya sebatas siswi satu kelas dan saling mengenal sebatas nama. Soora dan aku tak jauh berbeda, sama-sama saling malas meladeni satu sama lain. Berbeda dengan Haneul yang aktif dan periang. Bahkan aku sempat berpikir bahwa sepertinya Haneul salah untuk memilih bergaul dengan aku atau Soora. Dia terlalu hiperaktif  untuk aku yang kebanyakan diamnya.

Keadaan perpustakaan saat ini sepi dan ini wajar saja sebab memang jam pelajaran sedang berlangsung. Jelas saja mereka memilih untuk mengikuti kelas agar nilai buruk mereka sedikit teratasi dengan kehadiran mereka yang tak pernah absen atau mungkin memang mereka tak ingin tertinggal pelajaran karena ilmu teramat penting dari segalanya menurut mereka. Beruntung penjaga perpustakaan sedang tak ada entah kemana, maka aku bisa leluasa untuk berdiam lebih lama di dalam ruangan hening ini dengan buku astronomi yang jelas hanya sebagai penghalang wajahku agar orang lain tak mudah melihat wajahku ketika mereka melewati sini.

Mataku perlahan ingin terpejam, namun kembali terjaga. Ini sudah kesekian kalinya, sebab setiap aku ingin mengistirahatkan pikiran seperti ini, bayangan mengenai Taehyung dan segala sifatnya kembali terlintas dalam pikiran. Bicara tentang Taehyung, sikap pemuda itu masih sama seperti minggu-minggu sebelumnya dan aku agaknya mulai terbiasa. Menganggap bahwa perilaku Taehyung adalah hal normal seperti kebanyakan manusia normal lainnya.

Pun Minho semakin gencar mendekatiku seolah perkataanku tempo lalu tak berpengaruh apapun untuknya. Seperti membawa nampan makan siangku ketika aku memilih untuk di dalam kelas sepanjang jam istirahat berlangsung atau menemaniku seraya memberikan susu kotak meski sudah secara terang-terangan aku mengusirnya. Sejak saat sikap Minho yang berubah menjadi dekat denganku, Taehyung kini lebih menarik. Bahkan meski aku sudah meneriakinya namanya ketika tanpa sengaja melewatiku yang berdiri di halte bus, ia tetap meninggalkanku begitu saja, beruntung Minho selalu datang tepat setelah Taehyung mencampakkan teriakanku.

Ingatkan diriku untuk memberinya pelajaran nanti.

Brakk!

Aku tersentak kaget ketika buku yang aku gunakan sebagai penutup wajahku terbaring dengan agak kasar mengakibatkan wajahku terpampang begitu saja. Menaikkan pandangan mataku dan mendapati pelaku dari kejadian tadi yang berada tepat di depan wajahku. Aku merotasikan mata jengah ketika tahu bahwa sosok itu lagi yang menggangguku. Terkadang aku sempat heran bagaimana dirinya bisa mengetahui keberadaan diriku kapanpun itu.

"Hai," ujarnya menyapa diriku yang memindahkan arah pandangku menjadi memunggunginya.

Aku merasakan adanya suatu pergerakan pada kursi panjang yang tengah ku duduki saat ini. Aku bisa menebak bahwa pria itu kini duduk di sebelah diriku.

"Menyingkir, sialan."

Bahuku diketuk beberapa kali dan itu membuatku risih. Aku benci pengusik. Berusaha apatis namun keterdiamanku tak membuat pelaku itu diam, justru semakin gencar melakukan kegiatan yang tak ada ubahnya.

"Apa mau dirimu, sialan?!" Aku geram dan itu fakta.

"Ishh, bisakah kau sedikit lembut pada calon kekasihmu, hum?"

Minho kembali mengutarakan omong kosongnya lagi yang membuat diriku semakin mual berada di dekatnya. Ucapannya mengenai dirinya yang mengaku sebagai calon kekasihku sungguh membuatku muak. Jangankan untuk menjadi kekasihnya, menjadi sosok saling mengenal meski sebatas nama saja sudah membuatku ingin menghilang agar tak melihatnya lagi.

"Jangan berkhayal, kau pikir diriku tidak mengetahui akal pikiranmu? Jangan harap." Aku bergegas bangkit dari dudukku usai menuntaskan rentetan aksara yang membuat diriku frustasi dibuatnya. Namun pergerakanku terhenti dan sepertinya harapan untuk segera menyingkir dari hadapannya runtuh ketika dia justru menggenggam pergelangan tanganku dan masih menahan diriku agar tetap berada di sisinya.

"Dirimu binatang yang tidak mengetahui bahasa manusia ketika mereka secara terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaannya padamu, ya?" Aku tahu perkataanku yang ini kasar, namun aku kembali tak peduli. Berpikir bahwa dengan aku yang selalu berkata kasar akan membuatnya menjauh dari diriku.

"Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku menyukaimu. Kau masih tidak paham, ya?"

"Aku paham. Aku sangat paham dengan rasa suka yang penuh kepura-puraan milikmu itu," ujarku menatap matanya berani.

Minho menghembuskan napas pelan seolah merasa lelah dengan perdebatan kami, namun aku sekali lagi tidak peduli.

"Sudah berapa kali aku beritahu, aku tidak berpura-pura. Aku benar-benar—"

"Aku bukan anak kemarin sore yang baru melihat dunia untuk pertama kalinya. Kau pikir aku tidak tahu taruhan antara dirimu dan kelompok sialanmu itu? Bertaruh untuk membuatku menjadi kekasihmu, maka kau akan mendapatkan kendaraan roda dua yang dimiliki temanmu itu? Aku tidak bodoh, aku hanya berpura-pura bodoh dengan mencoba tak mengetahui apapun."

Aku melepaskan tanganku dari genggamannya dalam sekali sentakan. Pergi menjauh dari tempat yang semula aku anggap tempat terbaik karena tak ada seorangpun yang mengganggu. Namun semua terpatahkan dengan kedatangan Minho yang serupa bencana bagiku. Pergi begitu saja tanpa menoleh ke belakang lantas menghilang dari jarak pandang Minho.

"Hah, kau pikir diriku juga bodoh? Minho juga samanya dengan dirimu, Ji. Berpura-pura bodoh dengan tak mengetahui bahwa dirimu sesungguhnya tak mengetahui rencanaku mendekatimu." Minho diam seraya memainkan lidahnya di dalam mulut dengan menusuk-nusukkannya ke dinding pipi dalam. "Jika dengan cara ini tak berhasil, haruskah aku menggunakan cara kedua?" Minho terkekeh pelan, lalu menyenderkan punggungnya pada kepala kursi seraya menengadahkan kepalanya menatap langit atap perpustakaan yang terdapat sarang laba-laba di salah satu sudutnya.

Pintu perpustakaan terdengar dan mengalihkan atensi Minho yang semula menatap fokus atap perpustakaan. Menaikkan salah satu sudut bibirnya dengan pikiran yang penuh. "Haruskah aku menggunakan dia untuk melancarkan aksiku?"

 "Haruskah aku menggunakan dia untuk melancarkan aksiku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

[A.N]: Tau kok kelamaan hiatus.
Tau kok udah pada banyak yang hapus ini dari perpustakaan.
Tau kok banyak yang lupa sama cerita ini.
Tau kok emang udah gak ada yang nungguin:"D

Maafin lama

Maafin dikit:')

I can get your vote and comment?

Big luv❤

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang