26. Long Enough

141 18 0
                                    

Ini sudah lebih daru satu minggu sejak hari pertama satu angkatanku melaksanakan ujian kelulusan. Sudah lebih dari tiga bulan aku dekat dengan Minho. Semenjak pertengkaran kami di pekan raya, Taehyung kian menjauh dari jangkauanku. Aku sempat berpikir tentang, mungkin Taehyung ingin fokus dengan ujiannya mengingat Paman Kim orang tua yang sedikit diktator sehingga tidak ada tanda-tanda Taehyung ingin menjelaskan permasalahan kami. Biasanya pria itu paling nomor satu mengatasi kesalahpahaman.

Aku menengadahkan kepala, mendapati rebas-rebas air Tuhan belum kunjung reda. Berteduh di halte adalah pilihan tepat untuk saat ini. Jimin berkata akan menjemput, maka dari itu aku tidak menaiki bus yang sempat singgah di sini.

Jika biasanya aku akan menyusahkan pria Choi dengan menumpang pada dirinya, kini tidak bisa lagi. Pria itu tengah dekat dengan seorang gadis. Setidaknya aku bersyukur karena tidak perlu lagi pria Choi itu menempel di sekitarku dan mengumbar kata cinta yang aku yakini tidak akan pernah serius.

Aku juga semakin tidak dapat melihat eksistensi Taehyung. Pria itu menjadi sering tidak masuk sekolah semenjak beberapa hari sebelum ujian dan sesudah ujian. Pernah tanpa sadar jenjangku berhenti pada bangunan apartemennya. Merutuki diri sendiri lantas berbalik dan pulang ke rumah.

Jika ditanya apakah aku rindu, jelas saja jawabanku adalah iya. Bayangkan saja dirimu tiba-tiba menjauh dari sahabat terdekatmu.

Aku menghela napas panjang lalu mendapati kendaraan roda empat yang kini berhenti di depan halte.

"Maaf menunggu lama, tadi ada rapat sebentar dengan tim produksi."

Tidak banyak bicara, aku segera memasuki kendaraan yang sudah tiga tahun menemani pria Park itu.

"Bagaimana sekolahmu?"

Aku mengendikkan bahu acuh. "Sama saja."

Rabas-rebas air hujan tampaknya belum enggan pergi membasahi jalanan Seoul. Aku lihat beberapa pejalan kaki tampak melindungi diri dari basahnya hujan dengan payung, baju hujan, berteduh di tempat yang memiliki dekat pelindung di atasnya, dan beberapanya lagi memilih untuk menerobos.

"Kau sudah bertemu dengan Taehyung?"

Aku menoleh sejenak sebelum akhirnya menggeleng.

"Berarti pria itu tidak akan menghadiri makan malam besok lusa?"

"Tidak tahu."

"Kau bisa ajak temanmu seperti Haneul atau Soora. Jika tidak ingin ajak siapa-siapa juga tidak masalah."

Aku diam saja dengan netra yang masih nyaman memandangi keadaan di luar.

"Ji."

Aku berdeham sebagai tanda bahwa aku menanggapi.

"Tidak jadi."

Aku berdecak. Sudah beberapa kali dalam beberapa hari ini pria itu berlaku demikian. Aku pikir dirinya salah makan karena bertindak aneh. Namun, tidak ingin heran lagi mengingat pria Park di sebelah kiriku ini nyaris sama anehnya dengan Kim Taehyung.

Sial, lagi-lagi aku teringat pria Kim itu.

"Mengenai makan malam besok, sepertinya Papa akan mengundang temannya."

"Lalu?"

"Aku takut makan malam besok akan sama seperti makan malam saat itu."

"Yang mana?"

"Saat aku menjemput orang tua kita."

"Di saat kau berbohong hanya pergi selama satu pekan, tetapi nyatanya satu bulan itu?"

"Sial, masih saja kau ingat."

"Otakku memang gemar menampung segala macam bentuk ucapan atau tindakan yang sangat tidak berguna seperti janjimu."

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang