16. Night Cry

344 39 0
                                    

Mentari seolah tak menampakkan jati dirinya, tertutupi gumpalan awan yang sedikit menggelap. Bergerak secara perlahan menuruti titah sang bayu yang berhembus membawa awan itu menempati sisi lain dari luasnya cakrawala.

Penyesalan selalu datang di akhir dan itu adalah hal yang awam. Maka sebab itu kita ditugaskan untuk berpikir dahulu sebelum membuat sesuatu keputusan yang mungkin akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Ketika kemungkinan terburuk itu terjadi, maka jangan menyalahkan takdir. Tuhan memberikan pilihan dan kau yang menentukan. Itu sama seperti Tuhan memberikan dirimu pilihan antara tetap hidup atau mati lebih cepat.

Diriku tak hanya berada dalam satu sisi, maksudnya sedang berada dalam fase menyesal dan tidak menyesal. Menyesal telah menerima Minho dan tidak menyesal sebab keluarga Taehyung terselamatkan. Aku mendengar kabar dari Soora bahwa keluarga Kim baik-baik saja. Kebangkrutan yang dikhawatirkan kini berangsur membaik. Keluarga Minho membantu kesulitan keluarga Kim dan aku merasa lega. Untuk mendapatkan informasi demikian juga harus memaksa Soora mengatakannya dan tentu tanpa sepengetahuan Haneul. Yang gadis Song itu tahu adalah aku dan Soora yang masih belum akur kendati memang demikian.

Suara ricuh yang terdengar berisik perlahan melenyap dan aku tidak peduli. Suara langkah kaki mendekat dan berhenti tepat di sebelahku. Aku lagi-lagi tak mempedulikan meski beberapa anak di kelas ini berbisik mengucapkan nama Minho. Sesungguhnya mereka berbisik atau berbicara kuat?

"Sayang, nanti aku jemput jam delapan malam."

Mendengar suaranya saja membuat diriku ingin mengeluarkan isi perutku ditambah dengan panggilan menjijikkannya itu.

Aku menaikkan pandanganku dan menemukan presensi Minho dan satu temannya yang tidak ku tahu namanya. Tidak penting juga untuk diriku ketahui.

"Nanti malam? Sepertinya tidak bisa, kau tahu bahwa tugasku hari ini sedang banyak dan itu sedikit menyita waktuku."

Jika bukan karena rencana, diriku enggan berbuat demikian.

"Nanti akan diriku bantu, jadi bisa temani diriku?"

Tatapan itu mengatakan bahwa diriku harus menurutinya. Semua yang ada di kelas ini menatap diriku iri meski beberapa yang lainnya merasa senang, senang sebab tak ada lagi penghalang bagi mereka untuk mendekati Taehyung.

"Tentu, mengapa tidak?"

Lantas berkahir dengan aku dan Minho yang berjalan beriringan menyusuri koridor. Minho tengah sibuk dengan ponselnya dan aku yang mencoba untuk tidak mengumpat. Bersusah payah menolak ajakan Haneul yang meminta diriku untuk pergi ke kantin bersama, namun kini kami Minho menghancurkan segala ketenanganku. Teman Minho itu telah menghilang bersama wanita yang agaknya kekasihnya.

Kami berjalan dalam diam dengan manik kembarku yang menatap lurus ke depan namun kemudian raut wajahku berubah setidaknya sedikit. Minho menyadari pergerakan kakiku berubah pelan menoleh menatap diriku yang masih memusatkan atensi pada salah satu murid yang berjalan berlawanan arah denganku.

Minho menggenggam tanganku dan aku lantas menoleh menatap dirinya dan tanganku yang bertautan dengan telapak tangannya yang lebih besar dari milikku bergantian. Tidak suka namun Minho menahan pergerakanku yang ingin melepaskan tautan tangan kami. Pria Choi itu berjalan dengan senyum di wajahnya sedangkan aku dengan wajah datarku.

"Nanti malam temani, jangan sampai terlupa."

Pria itu mengulang perkataannya di kelas tadi dan itu bertepatan dengan Taehyung yang berjalan melewati diriku tanpa bertegur sapa. Sudah sekitar dua minggu kita tidak saling berbicara, terakhir kali kita melakukan konversasi adalah malam itu dengan keadaan yang cukup buruk. Aku menunduk dan Minho menghentikan langkahnya hingga diriku turut berhenti.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang