15. Ignorance

306 38 0
                                    

Ketika baskara menggantung tinggi di atas sana dengan teriknya yang menyambangi, tidak begitu saja meruntuhkan kegiatan para manusia yang tengah bertahan hidup di bawahnya. Menjalankan kegiatan yang seperti biasa dan sudah seharusnya dilakukan. Dering nyaring terdengar ke seluruh sudut sekolah hingga menjumpai rungu para pendengar. Waktu makan siang telah dimulai dan mengharuskan para Pembimbing meninggalkan salah satu bilik yang semula tempat dirinya mengajar.

Keadaan kelas sedikit gaduh daripada sebelumnya saat Guru masih berada di dalam ruangan. Yang lain sibuk dengan keadaan masing-masing yang ingin segera keluar dari ruangan tempat mereka mendapatkan ilmu barusan. Kegaduhan mereka tidak membuat keadaan baik-baik saja terutama pada serebrumku yang terasa bising. Lembar kertas yang semula bersih kini tergores tinta hitam yang membentuk pola berantakan dengan atensi yang menatap lurus meja di seberang yang sedang ditinggalkan oleh si pemilik.

Seperti tak mempedulikan sekitar, terlalu sibuk dengan isi pikiranku hingga tak menyadari seruan Haneul yang memanggilku entah sejak kapan. Sebab itu pula menyebabkan pena milikku rusak di bagian ujungnya yang digunakan untuk mengeluarkan tinta. Patah.

"Ada sesuatu yang dirimu pikirkan?" ujar Haneul menyentuh pelan pundakku seraya bertanya hati-hati.

"Tidak."

"Ayo ke kantin bersama, sepertinya kali ini dirimu tidak bersama Taehyung. Dia tidak mengunjungi kelas ini."

Semua tahu bagaimana kebiasaan yang pria Kim itu lakukan terhadap diriku. Mereka yang berpapasan denganku kala diriku memasuki sekolah akan secara otomatis menemukan keberadaan Taehyung di sisiku. Pria itu akan menjadi penghuni lain pertama yang memasuki kelasku. Bahkan terkadang ketika alarm sekolah belum berbunyi, pria itu akan terlihat menunggu di depan kelasku. Maka sebab itu, Haneul berpikir bahwa diriku tak bersama Taehyung saat ini sebab pria itu tak mengunjungi. Haneul juga tahu bahwa diriku tidak mungkin mengajak pria Kim itu lebih dulu.

Kami bertiga berjalan dengan Haneul di tengah dan diriku di sisi kirinya, sedangkan Soora berjalan di sisi kanannya. Tak ada perbincangan bermutu. Hanya Haneul yang terus berbicara pada Soora dan gadis Kim itu tanggapi sebisanya.

"Haneul!"

Itu suara orang lain yang tidak diriku tahu siapa. Menyuruh Haneul untuk mendatangi ruang Guru segera yang kemudian diangguki Haneul. Memberi perintah pada kami berdua agar ke kantin lebih dulu dan gadis Song itu akan menyusul setelahnya.

Lantas seperti ini keadaannya, sunyi akan melingkupi ketika hanya ada diriku dan Soora dalam ruang lingkup yang sama. Bahkan seperti tak menganggap bahwa ada makhluk hidup lain di sisi kami masing-masing.

"Tadi malam?"

Soora bersuara dengan nada yang jika tidak salah dengar oleh runguku seperti bertanya. Beruntung diriku cepat tanggap dalam kalimatnya yang sedikit ambigu.

"Tidak ada."

"I don't believe."

"Terserah."

"Jika memang benar tidak ada apapun, dirimu tidak mungkin hingga mematahkan pena."

"I was shocked and it's normal."

Kami kembali diam. Entah mengapa di keadaan seperti ini, lorong menuju kantin terasa lebih lambat. Keadaan lapangan sekolah terlihat ramai dengan para pemain futsal yang menjadi pusat keramaiannya. Bunyi peluit sesekali terdengar nyaring juga beberapa sorak penonton.

"Seharusnya saat ini anak itu ikut latihan."

"Maksudmu?" ujarku setelah menoleh menatap Soora memandangi lapangan yang sedikit gaduh.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang