14. Wound

249 43 0
                                    

Diriku tidak tahu apa yang terjadi saat ini. Tungkaiku bergerak cepat, berlari segera menuju halte meski sedikit sukar untuk mendapati angkutan umum seperti bus di malam hari seperti ini. Menunggu sekitar sepuluh menit lamanya namun tak kunjung datang, kini aku itu memberhentikan sembarang taksi yang melintas di depannya. Menelangkupkan payungku lalu kemudian memasuki kendaraan beroda empat itu. Pikiran dan batinku terasa berkabut, tak tenang juga dilingkupi rasa khawatir.

Kendati merasa demikian khawatir, air muka yang diriku tampilkan masih terkesan cukup santai. Hingga menunggu di dalam kendaraan selama nyaris dua puluh lima menit, akhirnya gadis itu turun disertai dengan payung miliki yang meneduhi daksaku. Berjalan sedikit tergesa untuk sampai di salah satu bangunan yang menjulang tinggi. Lantas jenjangnya berjalan cepat menuju elevator yang beruntungnya dalam keadaan sepi. Segera jemariku menekan salah satu angka yang kemudian secara otomatis benda yang aku masuki bergerak sesuai arahan yang diriku berikan sebelumnya. Ketika elevator yang aku masuki berhenti dan pintu terbuka sendiri, lantas aku berjalan di lorong yang tampak sepi.

Hingga seperti saat ini, kini jenjangku telah sampai di depan pintu salah satu apartemen yang aku kenali namun nyaris tidak pernah diriku kunjungi. Tanganku terulur menekan tombol agar sang penghuni apartemen yang aku tuju saat ini mengetahui bahwa ada tamu yang datang berkunjung. Menekan beberapa kali hingga pintu kemudian terbuka dan menampilkan sosok Soora yang menatapku dengan pandangan seperti biasa saat kami berdua di sekolah.

"Ada apa kemari?"

"Menemui Taehyung," jawab diriku cepat.

"Tidak perlu, dia baik-baik saja-"

"Siapa, Soo?"

Itu suara Taehyung yang menghentikan perkataan Soora secara tidak sengaja. Akh dapat menangkap bahwa pria itu mendekat menuju pintu apartemennya dan kemudian tersenyum lebar.

"Jihye? Kau berkunjung kemari? Tidak biasanya. Masuklah."

"Aku tidak akan lama. Aku hanya," aku menggantungkan perkataanku. Bingung juga harus berujar apa mengingat kedatanganku kemari serta merta mengkhawatirkan pria Kim di belakangnya Soora yang tampak baik-baik saja. "Hanya ingin mengambilnya barang milik Kakak yang tertinggal. Katanya pria itu meninggalkan barangnya di apartemenmu." Beruntung Jimin sempat pernah bercerita tentang barang miliknya yang tertinggal di apartemen Taehyung hingga kini diriku menemukan alasan yang paling logis. Kali ini aku berterima kasih pada Kakak sedarahku yang satu itu.

"Aahhh, masuklah dulu. Kau sudah tak pernah datang mengunjungi apartemenku. Nanti akan diriku cari barang yang tertinggal itu."

Kemudian Soora menyingkirkan tubuhnya dan disusul aku yang memasuki hunian tempat Taehyung berteduh selama ini. Tak banyak berubah dan masih sama seperti saat terakhir diriku memasuki tempat ini.

Didominasi dengan warna putih dan hitam juga beberapa bingkai foto yang memamerkan satu anggota keluarga yang tersenyum. Tanaman buatan dengan ukuran kecil juga miniatur lainnya.

"Kau ingin minum apa, Ji?"

Aku menoleh cepat menatap Taehyung yang terlihat sibuk di dapurnya. Pria itu tampak tampan dengan kaus putih lengan pendek juga celana hitam yang panjangnya tidak melebihi lututnya serta rambutnya yang tak tertata.

"Tidak perlu, aku hanya sebentar."

"Baiklah, dua cokelat panas untuk kita berdua."

Ingin bagaimanapun dia tetap Taehyung. Entah sebanyak apa diriku menolak, pria itu akan tetap pada pilihannya.

"Aku akan pulang, diriku cukup sadar diri bahwa tidak lagi dibutuhkannya di tempat ini."

Aku menoleh cepat mengawasi pergerakan Soora yang tampak Mengenakan sepatunya dan kemudian pergi meninggalkan aku dan Taehyung berdua di sini.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang