21. Ask Myself

236 29 0
                                    

Lantas berakhir seperti saat ini, duduk di kursi makan dengan salah satu anggota baru yang menempati. Duduk di sebelah tempatku dengan aku yang sesekali menyentuh kening.

Pria itu Minho yang terduduk di kursinya dengan senyum yang tak luntur sejak kedatangannya ke sini. Seperti pria baik-baik yang penuh sopan santun. Sungguh, pria itu berlakon dengan sangat baik. Setidaknya di depan keluargaku, Mama dan Kakak Jimin.

Mama tidak berhenti berbincang dengan Minho, seperti berusaha mencari topik dan Minho pun tampak senang menjawab segala perkataan Mama. Sesekali pria Choi itu juga tampak mencari topik guna memperpanjang percakapan antara dirinya dan Mama.

"Jadi, dirimu tidak satu kelas dengan Jihye?"

"Iya," ujar Minho seraya menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan Mama.

Lalu kemudian keadaan hening sebab Mama yang pamit memisahkan diri sejenak untuk memanggil Jimin yang entah berada di belahan bumi mana.

Tinggal diriku dengan Minho yang tampak mengunyah buah yang sebelumnya sempat disediakan Mama di meja makan ini. Aku menatapnya dalam diam namun dirinya tampak apatis dan masih tetap melanjutkan kegiatannya.

Menghela napas sejenak. "Kenapa dirimu datang?"

Minho menoleh seraya menatap diriku dengan salah satu alisnya yang menukik naik. "Memenuhi undangan Kakakmu? Sepertinya tidak ada yang salah dari itu."

Diriku kembali menghela napas sedikit lebih panjang. "Untuk apa? Sudah aku katakan tidak perlu." Aku menatap dirinya yang tampak apatis dengan masih memakan buah yang memiliki biji di luar itu dalam diamnya. "Ada sesuatu yang dirimu rencanakan?"

Minho menoleh cepat. "Kau mencurigaiku?"

Aku menyenderkan punggung ke kursi dengan atensi yang masih berpusat pada pria Choi di sebelahku. "Tidak. Tapi, tidak ada yang tahu isi pikiran manusia, bukan?"

Minho meletakkan garpu yang sedari tadi dirinya gunakan untuk mengambil buah. "Terserah bagaimana persepsimu terhadap diriku. Padahal diriku hanya ingin makan malam dengan gratis."

Aku mendengus pelan. "Dirimu cukup kaya untuk sekadar membeli makanan di salah satu tempat makan yang berbintang."

"Wah, tahu dari mana dirimu?" Minho memutar sedikit tubuhnya untuk menghadap diriku sepenuhnya. "Jangan katakan bahwa dirimu memata-matai pergerakanku."

Aku merotasikan mata jengah. "Jangan katakan hal yang aneh. Dirimu sama saja seperti Taehyung. Dia pernah mengatakan sesuatu yang persis seperti—"

Lantas keadaan kembali hening dengan diselimuti canggung. Minho yang peka dengan keadaan tampak menegakkan punggungnya seraya menatap sekeliling. "Dirimu merindukan Taehyung, ya?"

"Opini macam apa itu?" Aku berujar seraya melirik Minho sekenanya. Tanganku terulur mengambil satu buah apel yang telah dipotong.

Minho tersenyum dengan netra yang menatap pergerakanku. "Kau menyukai Taehyung?"

"Awww!"

Diriku yang sedang mengunyah itu tanpa sengaja menggigit lidahku sendiri. Cukup menyakitkan dan diriku berharap bahwa tidak menimbulkan rasa sakit yang lain di esok hari.

Minho tampak tak berminat untuk membantu atau sekadar formalitas seperti memberi minum atau sejenisnya. Hanya memandangiku dan segala aktivitasku.

"Benar bukan?"

"Omong kosong," ujarku usai meneguk air yang diriku ambil sendiri di meja makan.

Minho terdengar menghela napas dan kembali meraih garpunya dan menusuk saah satu buah dengan ujung bergerigi di alat itu.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang