02. My Brother

869 147 124
                                    

Sesuai dengan permintaannya kemarin, aku berakhir disini. Di kedai kopi yang biasa kita masuki. Mengingat ia yang kemarin mengendap-endap bagaikan seorang penjahat hanya karena ingin menemuiku di depan rumahku, membuatku malas sendiri, malas melihat tingkahnya yang seperti alien itu.

Merengek bagaikan anak kecil yang kehilangan permen kapasnya dengan raut wajah yang dibuat seimut mungkin. Itu agaknya membuatku sedikit geli sebenarnya. Namun, karena ancaman yang ia bilang bahwa tak akan pergi sebelum aku mengiyakan ajakannya itu membuatku benar-benar pergi di hari minggu seperti ini.

Bukannya apa-apa, hanya saja ketika aku benar-benar memasuki rumah dan berjalan ke kamarku, dapat kulihat bahwa dia masih berada di depan rumahku tanpa mau beranjak sedikitpun. Jangan lupakan bahwa aku yang sempat mengusirnya untuk pergi, tapi namanya keras kepala ya tidak bisa diubah.

Hingga berakhirlah aku disini. Kedai kopi dengan nuansa klasik khas tahun sembilan puluhan dengan dinding bercat cokelat yang dipadukan dengan warna hitam dan juga putih.

Aku masih sibuk dengan ponsel yang terus menerus mendapati pesan dan membuatku membalas satu persatu tanpa niat, sebenarnya. Membuatku melupakan kopi latte macchiato milikku hingga tak tersentuh barang sedikitpun.

Jariku yang masih menari diatas benda berlayar sentuh itu menjawab segala pesan yang di seberang sana itu dengan perasaan dongkol setengah mati seketika terhenti begitu ponselku melayang ke udara dengan diapit oleh telapak tangan besar milik temanku di depan sana yang setelah itu ia masukkan di saku celana jeans hitam miliknya.

Aku yang sudah kesal menjadi tambah kesal dengan tingkahnya yang sesuka hatinya itu. Aku menatapnya tajam dan ingin melontarkan kata-kata umpatan untuknya, tapi ku urungkan ketika ia berbicara dan menyelaku yang akan membuka suara.

"Kau disini untuk pergi denganku atau dengan ponselmu itu, huh?" Tanya Taehyung dengan raut yang dibuat kesal—tanpa bibir yang mengerucut. "Kau mengabaikanku sejak dua puluh enam menit yang lalu kalau kau mau tau." Lanjutnya.

"Kalau tidak suka tidak perlu mengajakku. Berikan ponselku!" Aku masih berusaha untuk meredam amarah, ngomong-ngomong.

Raut wajah Taehyung tiba-tiba berubah jenaka. Tidak heran lagi mengingat dia memang aneh dan dapat berubah-ubah di setiap detiknya.

Aku bangkit berdiri dari dudukku seraya menyampirkan tas selempang ku di bahu kananku tanpa berniat menunggu ia melontarkan kata-kata yang berujung sia-sia. "Aku pergi."

Dapat ku lihat dari ekor mataku, ia sedang menatapku tak percaya dengan matanya yang membulat. "Jihye, kau akan pergi kemana? Ponselmu bagaimana? Bagaimana dengan kopinya?!" Lihatlah, sudah tahu ini tempat umum dan banyak pelanggan yang datang mengunjungi kedai kopi ini, tapi ia berteriak dengan sangat lantang seperti hidup di dalam goa.

Tidak tahu malu memang.

Aku tidak peduli, asalkan aku bisa menjauh sebentar darinya daripada harus meluapkan amarahku padanya yang berujung membekas pada dirinya nanti.

Aku berjalan cepat keluar kedai membiarkan Taehyung yang berusaha mengejarku dibelakang.

Tanganku dicekal olehnya yang membuatku secara otomatis menoleh kearahnya. Aku tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

"Jihye, kau akan pergi kemana?" Aku menatapnya malas tanpa minat. "Oke-oke, maafkan aku. Aku hanya tak ingin kau biarkan seperti tadi." Aku masih menatapnya malas dengan alisku yang naik ke atas seakan butuh penjelasan yang lebih dari itu. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu libur ini bersamamu seharian penuh. Maafkan aku." Jelasnya dengan menundukkan kepala menatap pergelangan tanganku yang ia genggam di akhir kalimat.

Aku mendengus nafas lelah. Baiklah, aku akan mengalah untuk teman idiot ku ini yang sialnya tampan.

"Aku mengerti." Menarik napas sesaat sebelum kembali berucap. "Jalan-jalannya mau lanjut atau berhenti sampai sini?" Lanjutku dengan senyuman tipis yang nyaris tak terlihat.

Taehyung yang mendengar itu langsung menegakkan kepalanya kembali menatapku dengan raut wajahnya yang berubah bahagia. Lihatlah senyumannya itu, yang dengan sukses membuatku turut tersenyum walau tak selebar dirinya.

Mungkin aku benar-benar akan menghabiskan waktu sepanjang hari ini bersamanya.

-o★o-

Yang ku katakan sebenarnya itu benar-benar menjadi kenyataan. Tubuhku rasanya seperti habis berolahraga seharian penuh.

Berjalan-jalan bersama seorang Kim Taehyung benar-benar melelahkan.

Aku menjatuhkan tubuhku bersandar di atas kursi ruang tamuku. Sesekali menghela napas lelah. Mengingat jalan-jalan kami tadi, itu setidaknya cukup membuat mood ku membaik walaupun lelah juga karena hampir seharian menemaninya. Mulai dari ke wahana bermain, taman bermain yang berakhir aku dengan Taehyung duduk di bangku yang telah tersediakan.

Kuletakkan seluruh tas belanja yang berisikan barang-barang yang tidak penting, menurutku.

Tidak banyak, hanya dua tas dan dua kantong plastik yang ku bawa. Percayalah ini bukan kemauanku. Ini semua adalah paksaan Taehyung dan pemberian Taehyung.

Hanya berisi topi berbulu, topi Minnie Mouse dan beberapa aksesoris juga sandal hangat rumahan. Perlu ku tegaskan bahwa, ini semua adalah barang couple aku dengan Taehyung. Sekali lagi ku ingatkan bahwa, ia yang memaksa. Hanya saja untuk topi milikku yang bergambar Minnie Mouse, topi miliknya bergambar Mickey Mouse.

Oke, lupakan yang itu.

Aku beranjak dari dudukku melangkahkan tungkai menapaki lantai yang dingin menaiki tangga menuju kamar pribadiku meninggalkan barang belanjaan yang Taehyung belanjakan untukku tadi.

Suasana rumah yang kelewat sunyi yang hanya ditemani suara langkah kakiku. Tak ada yang namanya orang tua di sini. Papa ada di Gwangju mengurus perusahaannya di sana, sedangkan mama menemani papa.

Pergerakanku yang semula hendak membuka pintu dengan menekan knop pintu kamarku terhenti ketika runguku menangkap suara dari lantai bawah tepat di dekat pintu masuk rumahku. Seperti ada seseorang yang berusaha membukanya dari luar.

Aku berjalan mendekat ke arah pembatas yang menyekat antara kamar atas dan lantai bawah.

Tanganku kutumpukan guna menahan tubuhku dengan raut yang masih tanpa ekspresi.

Ceklekk.

Pintu terbuka setengah, menampilkan sesosok pria dengan perawakan tegap walaupun dengan tinggi rata-rata. Namun masih sedikit di atasku.

Kami saling tatap, walaupun tatapan sang pria nampak terlihat terkejut melihatku yang tengah menatap lurus ke arahnya.

Aku turun melewati tangga menghampiri pria yang tengah sibuk memasukkan satu koper besarnya menggunakan tangan kanannya dan tas sedang di tangannya yang lain.

Lalu orang itu menutup pintu dan setelahnya berbalik menatapku dengan senyum yang membuat kedua matanya menghilang.

"Untuk apa kau pulang kemari, Kak?"

Seulas senyuman yang semula terpampang manis di wajahnya seketika surut setelah mendengar pertanyaanku dengan nada tak suka.

"Ya! Dasar Adik tidak tau di untung. Begini kau memperlakukan Kakakmu, huh?!"

 Begini kau memperlakukan Kakakmu, huh?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang