13. Decision

236 47 0
                                    

"Ada apa memanggil diriku kembali, sayang?" Minho berujar santai meski terselip nada mengejek di sana. "Atau dirimu sudah berubah pikiran?"

Seketika merasa bahwa diriku adalah orang yang paling bodoh dan sudah tidak waras. Tidak waras sebab kembali menghubungi pria Choi itu untuk kembali bertemu dan merasa bodoh sebab tak menemukan jalan keluar di balik masalah pribadiku sendiri. Tak dapat menghentikan perilaku dari pria di depanku ini yang berotak licik. Hingga Taehyung pun keluarganya yang tak bersalah harus terseret dari permainan busuk pria Choi itu.

Jujur saja setiap kali bertemu dengan pria Kim itu, diriku merasa bersalah. Teman terburuk dan sepatutnya Taehyung tak mengenal diriku sedari awal. Masalah antara aku dan Choi Minho selalu mengingatkan diriku akan kejadian yang lalu. Meski keduanya adalah masalah yang berbeda, tapi tetap saja rasa bersalah itu masih ada.

Aku menengadahkan kepalanya menatap langit biru dengan semburat warna jingga yang menghiasi. Matahari pun tampak berwarna kemerahan menyala dengan sudut yang telah berubah. Burung-burung terlihat beterbangan bersama kawanannya. Mengingat Taehyung yang semula sempat menawarkan tumpangan pulang yang kemudian diriku tolak dengan alasan ada tugas bersama Haneul. Aku akui bahwa diriku tidak pandai berbohong hingga alasan klasik itu saja yang hinggap dalam otakku.

Menghela napas berat kemudian menunduk sebentar sebelum kembali menegakkan kepala menatap presensi Minho yang tampak santai di depan sana.

"Aku akan terima ajakanmu. Aku akan menjadi kekasihmu, tapi hanya sebatas kepura-puraan."

Aku dapat melihat bagaimana senyum Minho yang perlahan terbit hingga membuat diriku nyaris merinding.

"Tapi, aku punya syarat untuk dirimu turuti."

Salah satu alis pria Choi itu menukik hingga menimbulkan kerutan pada dahi pria itu. Salah satu sudut bibirnya tertarik membentuk seringai meski sesaat.

"Tentang Taehyung? Dirimu tenang saja. Keluarga Kim itu akan baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir. Yang terpenting adalah kau harus menjadi kekasih yang baik dalam kurun waktu yang ditentukan, setidaknya di hadapan teman-temanku. Jika semua berhasil, maka tak ada lagi hambatan dan aku akan melupakanmu dan semua yang terjadi, paham?"

"Aku harap itu bukan hanya bualan belaka, Choi."

"Choi? Aku suka itu. Panggilan istimewa kah?"

Aku hanya diam menatapnya dengan tatapan mata tak suka. Lantas dirinya kembali terkekeh dengan salah satu kepalan tangannya yang menutup mulutnya.

"Ayolah, jangan menatapku seperti itu. Itu mengerikan jika kau ingin tahu. Kemari, aku ingin memeluk dirimu."

Aku diam tak melakukan pergerakan apapun sebagai respon. "Jangan bicara omong kosong."

"Hei, anggap saja ini adalah pelatihan agar dirimu tidak kaku untuk melakukan skinship dengan ku di depan teman-temanku nanti."

Aku meneguk salivaku sendiri. Seketika aku merasa bahwa telah kehilangan jati diriku sendiri, sebab kini kakiku melangkah mendekati pria itu tanpa membalas pelukan tangannya.

Aku hanya ingin Taehyung tak mengalami kemalangan kembali karena diriku.

-o★o-

Penyesalan selalu datang terakhir, sebab jika di awal itu namanya adalah perencanaan. Ketika dirimu sedang berada dalam fase itu, kau akan merasa ingin mengulang waktu dan memperbaiki segalanya.

Aku melempar asal tas ransel sembarangan, menghempaskan tubuh di atas ranjang milikku yang terasa nyaman bagiku. Terasa sepi tanpa adanya Jimin di sini. Sedikit menyesal sebab tak mencegahnya pergi kendati akan berakhir sia-sia. Pria itu terlampau patuh terhadap orang tua dan pantang untuk melanggar perintahnya. Hanya sedikit, mungkin satu banding sepuluh keinginanku untuk mencegahnya pergi.

Berbicara tentang penyesalan, diriku juga cukup menyesal telah menerima Minho. Tapi tak ada pilihan lain untukku selain menerimanya. Aku hanya tak ingin hati pria Kim itu sendu. Meski sampai saat ini diriku meragu apakah keputusan yang aku buat ini adalah sesuatu yang benar.

Aku menghela napas seraya berujar dalam hati, "kini aku sudah milik Minho?" Meski segera ku tepis sebab kembali meyakinkan diri bahwa, diriku adalah milikku sendiri. Hubungan ini tak berlangsung lama, itu yang selalu terucap dalam benak. Mencoba untuk meyakinkan diri sendiri bahwa tak akan ada hal buruk yang menyambangi.

Seragam sekolah bahkan belum terlepas dari tubuhku, tapi aku justru memilih untuk meraih ponsel di atas nakas yang setelahnya mencoba mencari salah satu nama yang terdaftar dalam kontak ponselku.

Taehyung belum menghubungi sedari tadi. Seharusnya pria Kim itu sudah memasuki rumahnya dengan pakaian rumahannya yang pasti terasa nyaman. Sedikit aneh mengingat biasanya Taehyung akan mengirimi pesan seraya menanyakan keadaan diriku atau sekedar absen mengenai keberadaannya.

Aku tahu ini bukan sikap yang biasa diriku lakukan. Memainkan jemariku di layar ponsel dengan tubuh terlentang di atas kasur sedangkan kedua kakiku yang menjuntai di sisi ranjang, agaknya kali ini diriku lebih memilih untuk mengawalinya.

Jihye:
Kau sudah pulang? [07.07 p.m]

Sedikit merasa aneh sebab ini bukanlah suatu kebiasaan yang biasa diriku lakukan.

Angin malam tampak sedikit ribut. Tirai tipis yang menggantung di jendela terombang-ambing mengikuti tiupan udara yang kian lama menimbulkan sensasi dingin.

Taehyung tak membalas sejak dua puluh empat menit yang lalu. Lantas daksaku perlahan terbangun seraya duduk tegap dengan ponsel yang tergeletak di atas kasur.

Jenjangku melangkah menuju jendela, berniat menutup rapat agar angin malam tak sembarang masuk hingga menimbulkan dingin. Sempat merasakan adanya tetesan air yang jatuh di atas telapak tanganku tanpa sengaja. Kepalaku sedikit menengah menatap hamparan luas di atas sana yang tampak gulita. Tak ada bintang yang menghiasi cakrawala seperti biasa bahkan rembulan tak terlihat eksistensinya. Diriku memperkirakan akan timbul hujan sebentar lagi.

Lantas perlahan suara bising dari luar terdengar jelas. Air Tuhan telah berjatuhan nyaris beriringan membasahi permukaan dibawahnya yang semula mengering. Suhu udara perlahan kian terasa semakin dingin. Lalu kemudian menyalakan penghangat ruangan. Sempat memikirkan akan membersihkan diri dengan air hangat agaknya terasa menyenangkan. Namun khayalanku tentang berendam di kubangan air hangat hancur kala notifikasi ponsel terdengar memenuhi ruang kamarku. Segera ku raih ponsel lantas membaca lesan yang muncul di layar kunciku. Itu bukan pesan balasan dari Kim Taehyung seperti dugaan ku, melainkan pesan Soora yang terlihat ambigu dalam sekali baca.

Soora:
Apa yang kau lakukan? Aku menemukannya tergeletak di depan toko tak terpakai. [07.51 p.m]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

[A.N]: Maaf untuk ketidakpuasan kalian atas bagian ini. Maaf jika pemilihan kata dan rangkaian kata yang tercipta terlihat aneh pun tak sedap di baca.

Mencoba untuk kembali perlahan dan satu persatu begitu selanjutnya ke cerita yang lainnya. Mohon pengertiannya. Terima kasih.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang