27. Fail

168 16 2
                                    

Aku menatapi pantulan diri pada cermin yang ada di dalam kamarku. Dress hitam yang panjangnya nyaris menutupi lututku dengan kain berbahan organza sebagai penutu kedua lenganku. Tiga kancing yang timbul di bagian dada membuat baju ini terlihat lebih hidup. Sesekali kembali aku periksa suraiku yang aku ikat sebagian berhiaskan pita sebagai pemanis. Aku ingin menampilkan kesan manis, lugu, sederhana, tetapi harus tetap terlihat elegan.

Agaknya cuaca tengah bersahabat malam ini. Jika tiga hari kebelakang hujan kerap kali membasahi kota, kini rembulan bersinar di atas sana, memberi cahaya pada hamparan gelap yang memberi kesan mencekam.

Sudah sejak dua hari ini Mama tampak sibuk, terlebih hari kemarin. Beliau sibuk dengan memesan jasa boga, dekorasi, pakaian, dan jangan lupakan tartlets buatannya. Mama juga termasuk salah satu pribadi yang mudah gugup. Contohnya adalah pagi tadi, tiba-tiba membangunkan diriku pada pukul tiga pagi hanya ingin berkata bahwa ia merasa sedikit panik dan takut semuanya tidak sesuai rencana. Aku sedikit bingung harus merespon seperti apa mengingat aku bukanlah manusia pemberi respon yang baik.

Wajar saja beliau demikian, kali ini dihadiri dua keluarga yang merupakan teman terdekat Papa dan juga beberapa teman kerja Park Jimin. Sedangkan aku hanya mengajak Jungkook yang dapat diandalkan.

Ingat tidak saat undangan makan malam oleh Mama sendiri ke apartemen Taehyung? Malam itu berakhir hanya makan malam biasa keluarga, tidak ada siapa-siapa. Maksudku, pria itu sungguhan tidak datang. Kendati demikian, Mama membujuk Papa kembali untuk membuat makan malam bersama sekaligus perayaan karena aku yang akan segera lulus setelah ujian selesai.

Aku benar-benar tidak paham dengan pribadi seorang Kim Taehyung. Pria tinggi dengan kulit sedikit gelap itu benar-benar dapat membuat sakit kepala.

"Jiya, dirimu sudah siap?"

Aku menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat. Itu suara Papa yang tadi memanggil.

"Iya, sebentar lagi."

Papa kemudian menyerukan bahwa akan menunggu di taman belakang, tempat acara makan malam nanti terjadi. Beliau juga meminta aku untuk memanggil Jimin agar segera menghampiri dirinya.

Aku menyemprotkan parfum beberapa kali dengan aroma yang selalu sama, strawberry. Hari ini aku merasa seperti gadis feminim kebanyakan, seperti siswi-siswi di sekolahku. Aku cukup nyaman.

Aku membuka pintu kamar, berjalan melewati kamar Kak Jimin yang tertutup. Berniat untuk memanggilnya, tetapi agaknya pria Park itu tidak ada di kamarnya.

Jenjangku menuruni anak tangga dan netraku sudah mendapati Jeon Jungkook yang tampak mengumbar senyum menanggapi celotehan Papa. Pria Jeon itu sempat melirik ke arahku ketika tungkaiku telah menuruni anak tangga terakhir.

Aku beralih ke ruangan lain seperti, dapur, kamar mandi di bawah, mengintip sedikit ke arah pelataran, dan terakhir berniat untuk menuju taman belakang. Namun, kamar orang tuaku yang menyala menarik atensiku. Niat hati ingin menyapa Mama, tetapi perbincangan pelan di dalam sana membuat aku harus berbuat dosa dengan cara menguping.

Kendati mereka bersuara pelan, tetapi aku masih cukup dapat mendengar. Tidak ada yang menyebutkan nama dari topik yang mereka bahas, tetapi instingku mengatakan dia adalah orang yang aku kenal.

"Kapan keluarga Kim berangkat?"

Jimin tampak menatap sejenak jam tangan yang melingkar apik pada pergelangan tangan kirinya. "Sekitar kurang dari satu jam lagi. Dia dan Paman juga menyampaikan permohonan maaf untuk yang kesekian kalinya karena tidak dapat hadir malam ini."

"Siapa yang tidak bisa hadir?"

Benar saja, dua manusia di dalam sana sedikit berjengit kaget.

"Siapa yang tidak bisa hadir, Ma?" Aku ulangi pertanyaanku seraya membuka pintu kamar Mama yang semula terbuka sedikit.

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang