05. Strange

431 101 120
                                    

Jeon Jungkook:
Lusa kau ada waktu? Jika senggang, mau temani Jungkook pergi? Berdua.

Isi pesan yang dikirimkan Jungkook dua jam yang lalu dan belum ku balas apapun. Bingung juga ingin membalas iya atau tidak. Kami saling bertukar nomor ponsel pada saat kali pertama kami bertemu setelah sekian lama.

Bahagia menjadi kata pertama untuk menggambarkan perasaan hati saat ini. Rasa senang sangat mendominasi saat pertemuanku dengan Jungkook.

Jungkook itu teman masa kecilku saat berkunjung ke rumah Nenek yang ada di Busan. Menjadi teman pertama dan satu-satunya saat itu. Tak ada yang ingin bermain denganku mengingat bagaimana kasarnya ucapanku dan egoisnya diriku. Seakan tak peduli dengan segala sifat burukku, Jungkook justru selalu mengganggu dan berakhir menjadi teman-juga cinta pertamaku, kalau boleh jujur.

Karenanya aku merengek kepada Papa dan Mama agar menyekolahkanku di tempat dimana nenek tinggal. Berekspektasi tentang serunya nanti jika aku bertemu Jungkook setiap saat. Hingga pada akhirnya aku bersekolah dasar di tempat nenek tinggal—Busan. Hal itu memicu pertemuan kami setiap saat. Membuat rasa yang berusaha ku pendam itu semakin meluap dan membesar. Tak berani mengungkapkan lebih tepatnya. Bahkan sampai sekarang Jungkook tak tahu mengenai itu. Berharap bahwa Jungkook juga tidak akan mengetahuinya. Bisa kubayangkan akan betapa malunya aku bila itu terjadi.

Jika saat itu Taehyung tidak terus-terusan merengek dengan cara berbisik padaku untuk mengajakku pulang bersama cepat-cepat, bisa kupastikan bahwa aku akan mengobrol lebih lama lagi dengan Jungkook. Kendati Jungkook sudah menawarkan diri untuk mengambil alih tugas Taehyung untuk mengantarku, Taehyung tetap pada pendiriannya dengan mengatakan, "Aku yang membawa Jihye, berarti aku pula yang memulangkannya." Menyebalkan, sepertinya adalah definisi yang cocok untuk Taehyung. Atau lebih tepatnya adalah perusak suasana?

Bicara tentang Taehyung, saat ini aku sudah menunggunya selama hampir lima belas menit, namun tak kunjung nampak pemilik senyum kotak itu. Padahal sekolah sudah sepi. Tak tahukah dia bahwa aku benci menunggu?

Suara klakson terdengar bersamaan dengan motor yang tak asing lagi terjamah mata berada di depanku. Si pengendara itu melepas helm yang menutupi seluruh wajahnya dan kemudian menatapku dengan senyum jenaka andalannya. Aku merotasikan mata jengah pun kesal melihat ia kembali terkekeh di depan sana.

"Lama." Satu kata yang terucap dari bibirku, namun cukup untuk membuat Taehyung menpoutkan bibir dengan raut wajah bersalahnya.

"Maaf, Ji. Kebetulan tadi ada pesan mendadak dari pelatih Lee untuk berkumpul di lapangan. Maaf, Ji."

Aku diam tak menanggapi meskipun telingaku tetap mendengar segala perkataan maaf dan juga alasannya.

Motor Taehyung berjalan setelah ia memastikan bahwa aku duduk di atas motornya dengan benar dan helm yang ku gunakan terpasang dengan baik. Taehyung mengendarai motornya dengan kecepatan stabil. Dapat ku rasakan angin sore berhembus dengan arah laju motor Taehyung yang bertabrakan dengan arah angin berhembus.

Taehyung memberhentikan motornya ketika kami sudah sampai di depan rumahku. Aku menyerahkan helm yang telah ku lepas setelah aku berdiri dengan benar di atas permukaan tanah. Taehyung menerimanya seraya tersenyum. Aku menatapnya biasa hingga rentetan kalimat hinggap di pikiranku.

"Tae, Jungkook mengajakku pergi lusa besok, menurutmu aku terima saja atau tidak?"

Taehyung mengernyitkan dahi bingung dengan raut bertanya. "Janggut? Janggut siapa?"

ENDLESS REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang