Hujan badai berangsur-angsur reda, tetapi enggan berlalu meninggalkan malam. Dua tubuh di dalam gua tengah memadukan jiwa mereka menjadi satu dalam badai dahsyat yang mereka ciptakan sendiri. Angin dingin kalah beradu dengan panas percintaan mereka. Kedua tubuh itu bermandikan keringat, berkilap diterpa cahaya api obor. Tangan menjelajah saling membalur mencampur cairan tubuh mereka di permukaan kulit.
Seekor rusa kecil dengan sepasang kaki terikat duduk santai di sudut gua menjadi saksi hidup percintaan mereka.
Bibir berpagut tanpa putus dan ayunan pinggul Imdad mendorong pasak miliknya ke dalam tubuh Chandni dari berbagai penjuru. Ia menengkurapkan gadis itu, memiringkan tubuhnya, mengasuhnya, lalu mendudukkan Chandni di atasnya, mengajari gadis itu mengendarai gelombang hasratnya yang menggebu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Imdad membiarkan dirinya menjadi gila oleh candu cinta.
Ada banyak tata krama ketika ia berhubungan dengan istri sah. Pernikahan yang diatur oleh kedua pihak keluarga, sama-sama keluarga terpandang. Ia dan Ruqaya mencintai dengan rasa hormat, segan dan menjaga harga diri masing-masing. Ia menyentuh Ruqaya seolah menyetuh hiasan kaca yang indah, tetapi begitu rapuh dan harus diagungkan. Ada banyak usaha menahan diri saat bersama Ruqaya. Sedangkan bersama Chandni, ia bisa mengeluarkan kebinatangannya tanpa mengkhawatirkan apa pun. Ia bukan panglima terhormat yang mesti menjaga wibawa keluarga dan kerajaan. Ia hanya seorang jantan yang butuh menyempurnakan rasa cinta pada betinanya. Sebuah hubungan yang murni tanpa mementingkan embel-embel kehidupan lainnya.
"Oh, Tuan Imdad ...," desah Chandni saat terkulai pasrah di dadanya. Tubuh gadis itu turun naik mengikuti geraka dadanya yang bernapas tersengal setelah selesai menyemburkan kumpulan maninya di dalam lubang sanggama Chandni. Seiring miliknya yang meluncur keluar, kelebihan cairan itu turut meluncur dari jalan masuknya.
"Ya, Chandni-ku?" sahut Imdad sambil mengusap rambut chandni yang tergerai lembab. Ia mengecup puncak kepala Chandni dan menghirup aroma udara dengan khidmad meredakan getaran halus yang tersisa dari ledakan berahinya. Meski tubuh bertangkup, keduanya enggan bergerak karena kehabisan tenaga. Namun masih ingin menikmati tubuh masing-masing.
Tertelungkup di dada kencang Tuan Imdad, Chandni bisa mendengar jelas detak jantungnya yang berbunyi keras dan cepat. Sekejap dia memejamkan mata, dia bisa melihat gambaran jantung itu bercahaya menyala dengan intensitas mengikuti denyutan saat memompakan darah ke seluruh tubuh. Chandni mengerjapkan matanya dan merasa pusing oleh penampakan itu. Rasanya sekejap tadi dia kehilangan kesadaran. Namun merasakan kehangatan tubuh dan debaran jantung Tuan Imdad, Chandni merasa lega. Mungkin ini efek terlalu banyak menenggak candu asmara, pikir Chandni.
Chandni mengangkat kepala. Dagunya bertumpu di dada Imdad. Matanya mengerling takjub pada pria itu. "Saya tidak tahu bagaimana menggambarkannya, tetapi rasa ini sangat luar biasa, Tuan Imdad, saya merasa sangat bahagia meskipun saya tahu di luar sana sangat berbahaya. Saya seharusnya mengkhawatirkan banyak hal, tetapi setelah Tuan memberikan saya rasa ini saya tidak merasa takut lagi," katanya berdebar-debar.
Imdad balas menatapnya nanar, menyunggingkan senyum tipis, tidak tahu mesti mengatakan apa membalas ucapan Chandni. Ia mengusap lembut pipi gadis itu, mengagumi ceruk mungil di kedua pipinya. "Syukurlah kalau kau merasa demikian, Chandni," kata Imdad akhirnya, "karena yang ingin kulakukan dalam hubungan ini adalah memuaskanmu."
"Kenapa begitu, Tuan Imdad?"
"Aku ingin menjadi yang pertama dan terakhir bagimu. Aku ingin kau pun merasa demikian. Aku percaya kau adalah takdirku. Aku hidup cuma sekali dan aku tidak ingin menjalaninya dengan penyesalan. Aku ingin hidup bahagia hanya denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Darkness 2: The Beginning (END)
RomanceSemua cinta berawal dari mata, lalu turun ke hati. Namun penglihatan seseorang akan tertutup oleh kebusukan dalam hati. Tidak dapat melihat cinta sejati. Di samping penglihatannya yang dikutuk, nasib cintanya juga dikutuk. Ketika semua dibenarkan d...