11. Gelang

364 47 3
                                    

Modal utama penari tentu saja adalah anggota gerak badannya yaitu kaki dan tangan. Imdad menyadari kealpaannya dan segera menunduk penuh penyesalan.

"Maafkan saya Tuan, Nyonya, hal ini terjadi sungguh di luar dugaan saya. Saya siap membantu berapa pun biaya yang diperlukan untuk pengobatan."

"Ini bukan soal uang, tuan besar, tetapi ini soal masa depan anakku. Bagaimana dia mencari penghidupan Jika dia tidak bisa menari?"

Kening Chandni berkerut dalam mendengar hal itu. Chandni merasa reaksi bibinya berlebihan. Dia pun segera membujuk bibi. “Ah, Bibi, jangan terlalu cemas. Aku yakin kakiku baik-baik saja. Lagi pula, menurutku menari pun tidak bisa selamanya. Aku juga harus memiliki kemampuan lain untuk dikembangkan.”

Sarasvati tercenung mendengar ungkapan Chandni. Dia mengusap wajah Chandni penuh kebanggaan. “Anakku, Bagaimana bisa kau berpikir begitu sederhana?” Dia melirik para gadis yang mengajak Chandni pergi ke luar dan berkata dengan wajah masam. “Kau telah dijebak oleh teman-temanmu sendiri. Mereka pasti berencana merusak posisimu sebagai penari di sanggar ini.”

Chandni buru-buru menampik hal itu. “Oh Bibi, jangan berprasangka terlalu jauh.” Dia pun turut mengamati tiga temannya yang sedang menjalani hukuman di tengah banyak. Wajah mereka merah padam. Mereka pasti sangat malu. Chandni merumrum Sarasvati. “Aku yakin mereka tidak menduga akan ada kejadian seperti ini. Apalagi mereka sudah mendapatkan pelajarannya. Aku rasa tidak akan ada lagi yang berani melakukan hal semacam itu.”

Imdad menghela napas, terkesima terhadap kerendahan hati Chandni. Gadis itu tidak mabuk candu rupanya. Dia bisa bersikap bijak dan tenang.
“Chandni benar istriku,” imbuh Akash. “Sekarang, biar anak muda ini pergi. Lebih baik kita bawa Chandni ke dalam dan diperiksa tabib. Setelah seharian di luar, aku yakin Chandni kelaparan dan kedinginan. Ayo kita bawa dia ke dalam.”

Sarasvati hendak menampik lagi. “Tetapi anak muda ini ....”

Ibu Kepala mendekati Sarasvati. Bersama Akash, buru-buru menarik Sarasvati. “Haisss ....” Mereka mendesis.

Imdad tersenyum dan segera menyela, “Jangan khawatir, Nyonya. Jika terjadi sesuatu atau ada apa pun yang kalian perlukan terkait Chandni, kalian bisa mencariku di istana kapan saja.”

Sarasvati terbengap, mulai waswas akan status pemuda itu. “Di istana?”

“Iya. Namaku adalah Imdad Hussain. Aku adalah pejabat panglima angkatan bersenjata Kerajaan Rajpur.”

Sarasvati terperangah dan lututnya lemas setelah mengetahui identitasnya. “Oh, kau panglima ... tetapi pakaianmu .... Astaga, maafkan hamba, Tuan Imdad. Tanpa pakaian seragam kerajaan, aku tidak mengenalimu. Maafkan aku, tuan panglima,” ujar Sarasvati seraya membungkuk-bungkuk.

“Ah, tolong, jangan seperti ini. Sebagian juga karena kecerobohanku. Aku merasa turut bertanggung jawab. Tolong jangan terlalu dipikirkan. Aku akan membantu sebisaku.” Imdad mengerling pada Chandni dan gadis itu cuma menelengkan kepala dengan tatapan penuh keluguan. “Kemampuan Chandni menarik minat banyak pendatang. Itu membuktikan bahwa Chandni berguna bagi Rajpur. Chandni adalah aset berharga kota ini.”

Sarasvati takjub mendengar pujian Panglima Imdad yang setinggi langit. Dia langsung bersungut pada Imdad dan kening Chandni terangkat melihat perubahan sikap bibinya. “Kalau begitu, Tuan Panglima, ayo masuk ke dalam! Aku akan menyiapkan manisan untuk menyambut. Oh, ini sangat memalukan. Kedatanganmu di sini tidak disambut dengan layak.”

Dari wajah paman dan bibi itu jelas terlihat mereka kelelahan. Ia pun tidak ingin berlama-lama lagi di sana. “Ah, tidak usah, Nyonya, aku tidak ingin merepotkan. lagi pula ini sudah malam dan sebaiknya kalian semua beristirahat.”

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang