Day 33: Makan Malam

331 38 0
                                    

Chandni merasa gembira sehabis jalan-jalan dengan Tuan Imdad. Namun perasaan gembira tersebut membuatnya sungkan jika Paman Akash dan Bibi Sarasvati mengetahuinya. Dia merasa apa yang dilakukan saat berduaan dengan Tuan Imdad adalah rahasia antara dirinya dan Tuan Imdad.

Chandni mengendap-endap memasuki rumah. Paman dan bibinya tengah duduk berbincang-bincang di ruang tengah, mengeluhkan ketidakpulangannya. Mumpung dua orang itu lengah, Chandni pergi ke dapur, menuang sirop gula dan mencomot manisan gulab jamun memenuhi mulutnya. Lapisan sirop akan menutupi bibirnya yang membengkak bekas berciuman.

Prapti muncul dan menyapanya lebih dulu. “Chandni, ke mana saja kamu?”
Suara kelontang piring dan gelas logam terdengar oleh Sarasvati. Dia melongok ke dapur dan melihat sekelebat gaun sari berwarna hijau pastel.

“Chandni, apa itu kamu?” tanya Sarasvati. Akash turut menoleh ke dapur.

“Iya, ini aku, Bi,” sahut Chandni dengan mulut berisi manisan berbentuk bola-bola kecil.
Gulab jamun adalah manisan yang terbuat dari bahan berkalori tinggi. Untuk membuat 1 kg gulab jamun diperlukan 10 kg susu sapi segar, 10 kg mentega rendah lemak dan campuran beragam sirop gula atau sirop mawar sebagai kuah.

Sarasvati dan Akash buru-buru ke dapur. “Anak ini ... bagaimana bisa kami tidak melihat kau datang? Kau mulai belajar menyusup ya?” cecar Sarasvati. Melihat tangan Chandni keduanya memegang manisan gulab jamun dan mulut sibuk mengunyah, Sarasvati tahu gadis itu pasti sangat kelaparan. Dia pun segera menyiapkan nasi biryani untuk Chandni. “Kalian tidak makan dan minum selama bepergian tadi?” selidik Sarasvati.

Chandni menyahut dengan anggukan. Dia duduk ke meja makan membawa piring berisi gulab jamun. Paman Akash turut duduk dan menatapnya lekat ingin tahu kelanjutannya. Setelah mulutnya agak lowong, Chandni baru bisa bercerita. “Tuan Imdad membawaku ke Taman Sinar Bulan. Perjalanan bolak-balik cukup memakan waktu, Tuan Imdad tidak ingin aku tiba di rumah kemalaman.”

“Oh .... Syukurlah,” sahut Akash dan Sarasvati bersamaan. Mereka tahu tempat itu dan sebagai penari Chandni perlu mengenal tempat itu sebagai prasasti sejarah tarian Bharatanatyam. “Kau tidak membuat masalah dengan Tuan Imdad, ‘kan Chandni?” tuding Paman Akash.

Dengan cepat Chandni menggeleng. “Tentu saja tidak!” tampiknya. “Tuan Imdad menganggap aku gadis yang cepat menangkap pelajaran. Dia bahkan memberiku sebuah gelang kaki lagi.”

“Gelang kaki?”

Chandni berdiri dan mengangkat sedikit roknya, memperlihatkan kedua belah pergelangan kakinya yang sekarang mengenakan gelang.
Sarasvati yang tengah berdiri mendadak limbung. Piring yang dipegangnya nyaris terjatuh. Dia buru-buru berpegangan ke meja makan dan meletakkan sepiring nasi biryani untuk Chandni. Dia menatap gelang kaki Chandni dengan takjub. Begitu pun Akash.
“Tuan Imdad yang memberimu gelang itu?” Mereka seakan tidak percaya. Akash dan Sarasvati saling berpandangan. “Bukankah ini artinya ... oh, maha kuasa Dewa Siwa. Pantas saja Tuan Imdad begitu memperhatikan Chandni.”

Keduanya berkaca-kaca menatap Chandni. “Dukun Abhijeet tidak pernah menjelaskan mengenai gelang ini kecuali benda ini bisa melindungimu dari gangguan roh jahat. Kami rasa dengan kedua gelang itu ada padamu perlindungannya akan lebih sempurna.”

Bibi Sarasvati menyentuh dagu Chandni yang tercenung dengan lembut. “Tidak salah jika kita menaruh kepercayaan besar pada Tuan Imdad. Jalan Tuhan memang membimbing dia untuk membantumu, Chandni. Kau mesti mengikuti Tuan Imdad dengan sungguh-sungguh.”

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang