Day 41: Perburuan

320 46 6
                                    

Imdad menurunkan kerudung Chandni hingga menutupi wajahnya dan menaikkan Chandni ke punggung Aanjay, kudanya. Ia lalu menyentak kuda itu melaju meninggalkan sanggar. Dari gerakannya yang tegas Chandni bisa merasakan Tuan Imdad kesal padanya. Dia diam saja dan mengintip arah perjalanan mereka. Karena kuda berlari menuju hutan, Chandni pun tidak protes.

Sampai di tepi sungai, Imdad menghentikan kudanya dan turun lebih dulu. “Turun!” serunya pada Chandni dengan nada membentak. Gadis itu turun dari kuda, membenahi selendangnya agar tidak menutup wajahnya lagi. Mata bulatnya mendelik pada Imdad.  

Imdad mengangkat dagu dengan angkuhnya, menantang nyali Chandni. Ia melempar sepasang busur dan anak panah ke depan kaki Chandni. “Kenakan!” bentaknya lagi.

Chandni memandang busur dan panah yang Tuan Imdad suruh kenakan. Dia tidak tahu cara menggunakan benda itu. Chandni tidak mengerti perubahan sikap Tuan Imdad yang kali ini kasar padanya. Mungkin itulah yang seorang Tuan lakukan pada orang rendahan seperti dirinya. Semena-mena. Baiklah, jika Tuan Imdad ingin dia mengenakan busur dan panah, dia akan mengenakannya.

Dengan kikuk Chandni memasang penyangga anak panah di pundaknya seperti yang dilihatnya pada Tuan Imdad. Rahang Tuan Imdad menirus mengamatinya. Setelah dirasa sudah pas posisinya, Chandni mengernyitkan sebelah sudut mulutnya mendecih pada tuan itu. “Sudah. Sekarang apa lagi?” tantangnya.

Imdad mengulum senyum sinis dan mendengkus pendek pada sikap Chandni. Sesuai dugaannya, gadis ini adalah rusa betina yang akan menggigit balik jika terancam. Hewan jinak yang akan menjadi ganas jika di bawah tekanan. Imdad bersedekap dan menghunuskan tatapan tajam pada gadis itu. “Bunuh binatang buruan untukku. Kau tidak akan pulang dari hutan ini sampai kau berhasil memenuhi keinginanku.”

Chandni melangkah menyusuri hutan sambil merengut dan menggaruk-garuk kepala dengan busur di sebelah tangannya. Sesekali dia melirik ke belakang dan berharap Tuan Imdad tidak mengiringinya terus menerus, mengawasinya tanpa berkedip. Dia menatap busur di tangannya dengan putus asa. Bagaimana bisa dia berburu dan mendapatkan hasil sedangkan hari ini adalah kali pertama dia bisa memegang busur dan panah.

“Ishhh,” desis Chandni pelan, merutuk diri sendiri dalam hati. Jika Tuan Imdad ingin makan hewan buruan, seharusnya ia bisa berburu sendiri, kenapa mesti menyuruhnya? Dia bisa melihat Tuan Imdad menarik anak panahnya dan menyasar buruan, tetapi tidak juga menembak.

Chandni memandangi busurnya sendiri dan berpikir meniru gerakan Tuan Imdad. Dia mengambil satu anak panah dari belakangnya dan memasang di busur seperti yang Tuan Imdad lakukan. Karena tidak terasa benar, Chandni berhenti sebentar dan melirik Tuan Imdad. Pria itu berlagak tidak tahu menahu, memasang anak panah pada busur lalu menariknya seolah hendak menembak lagi, tetapi ditunggunya dengan saksama, Tuan Imdad tidak menembak juga.

Imdad mengacungkan panah dengan gelisah karena Chandni terus memandanginya. Beruntung seekor ayam hutan tebang rendah di dahan pohon. Ia memanah ayam itu tepat sasaran. Ayam itu jatuh ke semak-semak. Imdad menegakkan tubuh lalu menatap Chandni dari sudut matanya. “Lihat, mudah saja, 'kan? Bukankah kau bisa melakukan apa saja? Sekarang taklukkan perburuan ini.”

Ia melihat mulut Chandni komat-kamit ingin memaki. Imdad buru-buru menyeberangi rerimbunan daun untuk mengambil buruannya, sekaligus menghindari Chandni melihat wajah semringahnya.

Chandni hanya bisa mengembus kesal. Dia pun menatap sekeliling, mencari-cari hewan yang bisa dipanah olehnya. Chandni menyiagakan anak panah di busurnya lalu berjalan ke arah yang berlawanan dengan Imdad. Dia akan mencari hewan buruannya sendiri. Chandni melihat ada rusa kecil berlari di sela pepohonan dan dia pun mengejar rusa itu.

Rusa itu berhenti untuk merumput. Chandni berlutut dan mengawasi rusa itu sambil memegangi busur seolah membidik. Menarik tali busur itu rupanya perlu tangan yang kuat dan kokoh, karena dalam posisi membidik, tangannya gemetaran dan dia nyaris melepaskan anak panah sembarangan. Chandni menurunkan busur untuk mengistirahatkan pundaknya, lalu dia tercenung merasakan sekitarnya sunyi senyap. Makhluk-makhluk tak kasatmata mulai menampakkan wujud padanya.

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang