Imdad berlari kecil ke parkiran kereta dan melihat Chandni masih duduk di sana, tertunduk meremas kepala.
Tubuh Chandni merinding dan dia bergumam sendiri. “Oh, ya ampun, hawa ini sangat menggangguku. Rasanya kematian benar-benar datang mendekat.”
“Chandni!” Suara Imdad menyadarkan Chandni. Dia segera membenahi diri. “Oh, ada apa, Tuan Imdad?” tanyanya sambil tersenyum, akan tetapi melihat wajah Imdad begitu serius, senyum Chandni segera menghilang.
“Kau bilang Lavanya punya pelayan pribadi yang membantunya menyiapkan pisau.”
“Iya, betul. Namanya Bibi Konkona. Aku tidak tahu apa-apa lagi karena aku tidak pernah bicara dengannya. Dia seperti burung berbulu putih dengan bulu tengkuk mencuat seperti pena.”
“Apa?” Imdad dibuat terperangah lagi oleh ucapan Chandni. Ia tidak pernah mendengar atau melihat burung seperti itu dan terheran lagi jika pernah ada manusia bertampang seperti burung. Apa orang itu memakai kostum setiap saat?
Burung yang dimaksud Chandni adalah burung sekretaris (Sagittarius serpentarius). Burung pemangsa (predator) yang hidup terestrial (di daratan). Disebut burung sekretaris karena burung tersebut memiliki bulu tengkuk yang menyerupai sekretaris tua menyelipkan pensil di telinga mereka.
Burung sekretaris ditakuti ular karena bisa membunuh ular dengan menendangnya. Burung sekretaris memiliki kaki yang panjang dan sangat kuat. Jika tidak bisa membunuh ular di tanah, burung sekretaris akan membawa ular ke udara dengan paruhnya lalu menjatuhkannya ke bebatuan. (*)
Chandni segera menyadari kecerobohannya dan meralat ucapannya. “Bibi Konkona biasa mengenakan sari putih, tubuhnya tinggi kurus, maksudku ... dia benar-benar seperti batang pohon kering mengenakan sari.”
Kening Imdad terjungkit. Sungguh mudah dikenali jika ada batang pohon hidup dan bergerak mengenakan sari. Tampaknya ia harus terbiasa mendengar perumpamaan Chandni dengan bahasa alam. Oh, ya, dia memang dikirim untuk menyatu dengan alam. Apa dia menyenangi hidup seperti kaum gipsi dan nomaden? Adapun Imdad mengambil keterangan Chandni sebagai petunjuk sosok Konkona.
“Kau tetap di sini dan jangan ke mana-mana tanpa izin dariku!” perintahnya dan gadis itu mengangguk patuh. Imdad berbalik dengan kesal lalu bergegas meninggalkan Chandni di dekat para kuda.
Di halaman depan istana, Imdad memanggil dua ajudan kepercayaannya. “Vijay, Sunil!” ujarnya.
Dua pemuda berseragam putih, mengenakan turban dan pedang di pinggang mereka bergegas mendekat.Mendengar cara Imdad memanggil, mereka tahu ada hal yang mendesak. Mereka membungkuk memberi hormat. “Ya, Tuan Imdad. Kami siap menerima perintah.”
“Bawa beberapa anak buah dan segera pergi ke Mohabbatein. Segel tempat itu dan jangan sampai ada seorang pun keluar masuk tempat itu tanpa seizinku. Cari dengan saksama dan tangkap seorang wanita yang menjadi pelayan selir baru Mahaputra Rajputana. Namanya Konkona, wanita tua bertubuh kurus tinggi dan mengenakan sari putih. Entahlah, wajahnya mungkin tampak seperti burung. Kalian bisa-bisalah menilai sendiri.”
“Siap, Panglima! Segera kami laksanakan!” Vijay dan Sunil bergegas ke unit keamanan untuk mengajak prajurit lain.
Imdad buru-buru kembali lagi ke kamar Rajputana menghabiskan waktu bersama selirnya. Setiap langkahnya ia berharap ia belum terlambat. Jika terjadi sesuatu pada Rajputana, bisa dipastikan situasi Kerajaan Rajpur akan kacau balau.
Di tempat tidur, Rajputana sedang menindih tubuh halus Lavanya. Matanya terpejam khusyuk mengisi liang sanggama gadis itu. Ia masih sempat mengambil sejumput kenikmatan dari penyatuan tubuh mereka karena ia sudah terbiasa demikian dan ketika Lavanya melaksanakan niat membunuhnya, Rajputana siaga seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Darkness 2: The Beginning (END)
RomanceSemua cinta berawal dari mata, lalu turun ke hati. Namun penglihatan seseorang akan tertutup oleh kebusukan dalam hati. Tidak dapat melihat cinta sejati. Di samping penglihatannya yang dikutuk, nasib cintanya juga dikutuk. Ketika semua dibenarkan d...