Day 37: Tarian Sang Rembulan dan dampaknya pada serigala

376 36 0
                                    

“Apa yang terjadi?” tanya Rajputana pada Vijay saat rombongannya bergegas menuju kereta kuda. Imdad yang melangkah beriringan dengan Rajputana turut khawatir.

“Maharani jatuh pingsan, Yang Mulia,” jawab Vijay. Rahang Rajputana terkatup rapat karena sangat cemas. “Tabib Salman sudah dipanggil dan seharusnya sudah tiba di istana,” lanjut Vijay.

Namun rasa cemas Rajputana tidak berkurang sebelum melihat sendiri kondisi ibunya.

Rajputana dan Imdad menaiki kereta. Ketika hendak menutup pintu, Vijay menambahkan. “Satu hal lagi,” katanya. “Konkona, pembantu pembunuh bayaran, mati bunuh diri.”

Wajah Rajputana dan Imdad semakin menggelap. Kereta mereka pun segera dipacu meninggalkan halaman Mohabbatein.

Tiba di istana, Imdad bergegas ke ruang tahanan, sementara Rajputana ke pesanggerahan Matahari untuk melihat keadaan Maharani Susmitha. Ketika Rajputana tiba di kamar ratu, ibunya sudah sadar dan sedang terbaring lemah di tempat tidur. Tabib Salman sedang merapikan tas praktiknya di meja di pinggir ruangan.

Rajputana berlutut di sisi ibunya dan menggenggam erat tangan wanita itu. “Amma ...,” lirihnya lalu mengecup punggung tangan Susmitha.

Susmitha mengusap pipi putranya. “Ibu tidak apa-apa, Raj. Ibu cuma kelelahan, kurang istirahat karena menjaga ayahmu,” ujarnya lembut.

“Seharusnya Amma serahkan saja tugas itu pada pelayan. Jangan memaksakan diri. Aku sangat khawatir jika kalian berdua sakit seperti ini,” gumam Rajputana.

Susmitha tersenyum. “Kami berdua sudah tua, Raj. Kami sudah lama bersama dan sebisa mungkin kami tetap bersama hingga akhir hayat.”

Rajputana tertunduk pasrah. Susmitha membelai rambutnya untuk menenangkan hati Rajputana.

“Karena kelelahan, Maharani mengalami kurang darah. Beliau hanya perlu makan yang enak dari sumber hewani yang berwarna kemerahan seperti hati dan daging merah,” nasihat Tabib Salman.

“Baik, Tabib, akan saya perhatikan makanan Amma,” sahut Rajputana lugas karena sedikit terhibur mengetahui ibunya tidak sakit parah.

“Buah delima dan jeruk juga bagus untuk memulihkan kondisi Maharani.”

“Baik, Tabib.”

Selesai diperiksa, Rajputana meninggalkan ibunya dalam pengawasan pelayan kepercayaan. Selanjutnya ia dan Tabib Salman pergi ke ruang tahanan untuk melihat keadaan mayat Konkona.

Imdad sudah ada di ruangan itu, mengawasi tubuh kurus kering Konkona diturunkan dari ikatan kain sari yang disangkutkan pada palang jeruji besi lubang angin ruang tahanannya.

Wanita itu tidak tidur dan makan berhari-hari, tetapi tidak juga buka mulut. Saat pengawal lengah, dia rupanya memutuskan mengakhiri hidup gantung diri menggunakan kain sarinya.
Jasad itu dibaringkan di tengah tumpukan jerami. Tidak ada yang mencurigakan dari mayatnya selain tanda penyiksaan ringan dan kekurangan nutrisi. Sebelumnya mereka mengira akan ada serangan laba-laba beracun lagi.

Ternyata laba-laba itu tidak muncul.

Jasad Konkona pun segera dimusnahkan dengan kremasi.

Setelah Tabib Salman pulang, Rajputana mengajak Imdad ke sasana belajarnya dan memperlihatkan buku catatan yang diberikan Tabib Salman. Banyak catatan medis, obat-obatan herbal, serta penjelasan-penjelasan disertai gambar kelainan pada organ tubuh manusia pada beragam penyakit.

“Di dalam buku itu juga dijelaskan serangan ilmu hitam, termasuk laba-laba beracun yang membunuh Lavanya. Rupanya kasus serupa pernah terjadi beberapa kali. Namun belum ditemukan penangkalnya. Aku tidak percaya sihir, ilmu hitam dan sebagainya itu ada. Pasti ada penjelasan logis akan hal itu. Hanya saja lebih mudah menjelaskannya sebagai ilmu hitam, menyebarkan ketakutan yang sebenarnya tidak ada, agar mudah mengendalikan segelintir orang,” gumam Rajputana di balik meja tulisnya, duduk bersandar sambil memainkan koin perunggu di buku-buku jarinya.

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang