Bagian Utara India, tahun 1740
Guntur menggelegar bersahutan remuk di langit hitam yang menumpahkan hujan deras menghujam ke bumi. Sesosok wanita berkerudung dupatta berlari menerobos sela dedaunan rimbun dalam hutan. Pakaiannya dari kain berlapis-lapis berat melekat di tubuh yang basah kuyup. Dia tidak bisa melihat apa pun dalam kegelapan itu, tetapi kali ini gelap adalah penyelamatnya. Kaki telanjangnya tidak gentar menapaki wilayah yang tidak pernah dimasukinya.
Segerombolan pria berseragam kurta putih dengan kepala memakai turban putih pula, mengangkat obor sebagai penerangan jalan menjelajahi hutan itu. Mereka berseru bersahutan memburu wanita yang kabur dari rumah tuannya. Wanita itu sedang hamil anak haram tuan mereka dan nyonya memerintahkan membunuh wanita itu beserta anak dalam kandungannya. Namun budak wanita itu berhasil kabur. Para pesuruh harus segera menemukannya sebelum rencana pembunuhan itu diketahui orang lain. Kegelapan malam dan hujan lebat tidak menghalangi mereka mencari wanita itu.
Hujan yang terlampau deras di dalam hutan belantara, memadamkan api obor mereka. Para pria itu terhenti langkahnya. Mereka saling pandang dan merapat karena ketakutan. Gelap pekat menyelimuti. Dingin segera menusuk tubuh mereka hingga ke tulang. "Bagaimana ini? Bagaimana ini?" gumam mereka di tengah kepanikan. Sunyi senyap untuk sesaat. Mereka merasakan sepasang mata tajam mengintai. Lolongan panjang sang penguasa malam sangat nyaring menggema di kesunyian seolah hewan buas itu mengelilingi mereka.
Para pria itu menunduk seraya bersedekap dengan tubuh gemetaran. "Itu suara serigala!" teriak salah satu dari mereka. "Cepat kita pergi dari sini!"
Bunyi lolongan semakin dekat dan dedauan disibak dengan cepat membuat para pria itu lari tunggang langgang keluar hutan. Mereka berteriak ketakutan melihat pria paling belakang terjatuh dan seekor serigala berburu keperakan segera menerkam dan rahang panjangnya menyobek tubuh orang itu. "Aaargh, serigala itu datang! Serigala itu datang! Cepat kabur! Aaaargh ...."
Pria-pria itu meninggalkan hutan. Tersembunyi di balik kegelapan, sosok wanita tadi meringkuk sambil membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Geledek di langit meredam suara isakannya. Diterangi sekelebat cahaya petir, mata bundarnya menyaksikan sang serigala mencabik-cabik mangsanya. Dua serigala lagi muncul dan ikut menyantap makan malam. Mereka berebut tarik menarik onggokan mangsa seolah itu makanan terakhir yang akan mereka nikmati.
Potongan tubuh dan isi usus terburai berserakan. Ketiga serigala itu kenyang melahap porsi mereka masing-masing. Wanita itu perlahan menjauh dari sana. Dia tidak bisa kembali ke desa karena orang suruhan nyonya akan menangkapnya. Dia memilih masuki hutan lebih dalam, mengadu nasib di alam liar. Jauh lebih baik daripada sekelompok manusia yang sudah memutuskan akhir hidupnya. Wanita itu mengelus perutnya yang besar. Helaan napas membulatkan tekad membuatnya mantap melangkah. Dia akan segera menjadi seorang ibu. Demi anak yang dikandungnya, dia harus menemukan cara bertahan hidup.
*
*
*
Avia sedang dalam perjalanan menunaikan tugasnya. Dari kediaman Zourdan, ia membawa roh si Pembawa Kebahagiaan dengan membungkusnya menggunakan bola pelindung serupa kaca tipis bening. Cahaya kehidupan si Pembawa Kebahagiaan bersinar terang dan indah, seperti sebuah galaksi bintang. Avia mampir di markas pusat langit ke tujuh untuk minta persetujuan turun ke bumi. Lobi markas itu sedang sepi. Tidak ada seorang petugas pun tampak.Sebelah tangan memegang bola roh, sebelah lagi menggamit surat perintah. Avia merogoh kantong kulit untuk mencari lencana tugasnya. "Eihh, di mana ya?" Ia bergumam sendiri.
Seorang pemuda sama seperti dirinya melintas di lobi. Avia memanggil pemuda itu. "Devdas, kemari!" Pemuda itu menoleh.
Devdas adalah seorang malaikat kematian. Pemuda tampan dengan tubuh berotot kekar dan kulit kecokelatan. Rambut hitam pekat dengan iris mata abu-abu menambah kesan dingin dan angkuh bersama tulang pipi yang tinggi dan rahang tirus. Meskipun terlihat arogan, Devdas malaikat yang baik. "Ada apa?" tanyanya menghampiri Avia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Darkness 2: The Beginning (END)
RomanceSemua cinta berawal dari mata, lalu turun ke hati. Namun penglihatan seseorang akan tertutup oleh kebusukan dalam hati. Tidak dapat melihat cinta sejati. Di samping penglihatannya yang dikutuk, nasib cintanya juga dikutuk. Ketika semua dibenarkan d...