A/N: Tolong vote (tap 💜) cerita ini di D.R.E.A.M.E atau I.N.N.O.V.E.L atau R.I.N.G.D.O.M dengan judul yang sama. Jika votenya sampai 100 follow, part berikutnya akan aku up di sini. AKU GAK MINTA UANG KALIAN, hanya dukungan agar lebih semangat nulis.
*
*
*Bukan soal apa yang menjadi bahan taruhan, tetapi ini soal harga diri. Imdad tidak akan membiarkan dirinya kalah dari Rajputana. Ia mengambil senapan laras panjang yang sebelumnya digunakan Rajputana dan mengisinya dengan bubuk mesiu. Setelah bubuk dipadatkan, Imdad mengarahkan moncong senjata itu ke boneka jerami dan ia menembak.
Dor!
Bola peluru menembus lubang yang sama dengan yang dibuat Rajputana ditambah boneka itu terjungkal, patah dari kayu penyangganya.
Sir Robert Lanchester kembali dibuat terpesona oleh kemampuan anak muda India. Ia bersorak penuh semangat sambil bertepuk tangan. "Bravo! Bravo!"
Imdad mengulum senyum dan menurunkan senapan. Ia melirik pada Rajputana untuk melihat reaksinya.
Rajputana semringah dengan sebelah kening terangkat saat matanya menyeret tajam. Ia bertepuk tangan perlahan. "Hebat, hebat, hebat sekali, Saudaraku!" pujinya setengah hati. "Aku tidak menyangka saking tidak inginnya kawin lagi kau punya kekuatan terpendam untuk mengalahkanku," ledek Rajputana.
"Hamba hanya ingin membuktikan kalau hamba juga bisa menembak tepat sasaran, Yang Mulia!" kilah Imdad sambil menyerahkan senapan pada sepoy, pelayan rumah keluarga Lanchester. Ia membersihkan tangannya dari residu mesiu menggunakan sapu tangan yang diserahkan pelayan itu.
Rajputana duduk di kursi dan menjatuhkan punggungnya ke sandaran dengan santai. "Baiklah kalau begitu," ujarnya. "Aku Rajputana Udai Singh. Aku mengakui kekalahanku dan kau berhak atas hadiah satu permintaan dariku."
"Terima kasih. Aku akan menggunakannya dengan bijaksana," ujar Imdad.
"As you wish, my Brother!" sahut Rajputana.
"Tidak aku sangka Tuan Imdad ternyata juga hebat menembak. Kalian berdua benar-benar luar biasa," pujinya. Sir Robert turut duduk di kursi. Pelayan menuangkan afternoon tea untuk teman mereka menikmati sore hari.
Teh yang disuguhkan saat santai itu adalah Assamesse black tea. Sesuai namanya, teh tersebut berasal dari perkebunan teh di wilayah Assam, India. Teh yang berwarna cokelat gelap dan terkenal akan rasanya yang kuat dengan sedikit tercecap rasa alkohol. Untuk melembutkan rasanya, orang Inggris menyajikan Assamesse black tea bersama sedikit gula dan susu. Bersama teh itu disajikan kudapan finger sandwich, quiche serta pai isi daging.
Setelah menyeruput tehnya, Sir Robert melirik Imdad. Pemuda itu tampak sangat serius selama berada di rumahnya, membuatnya ingin melakukan sesuatu agar Imdad lebih santai. Ia berbicara pada Rajputana. "Yang Mulia, jika Anda mengizinkan aku pun ingin memberi Tuan Imdad satu permintaan sebagai hadiah atas ketangkasannya."
Rajputana terlihat antusias, sementara Imdad mengernyitkan kening keheranan. "Ah, itu sangat menenangkan sekali, Tuan Lanchester!" seru Rajputana. "Tentu saja saya akan mengizinkannya."
Sir Robert Lanchester tersenyum dan menatap Imdad. "Nah, Tuan Imdad, Anda punya dua hadiah sekarang. Saya akan berusaha memenuhi apa pun keinginan Anda selama itu masih dalam kapasitas saya."
Kadang kala, iming-iming hadiah semudah itu membuat Imdad justru semakin waswas. Namun ia pun tidak munafik hal itu mungkin berguna di kemudian hari. Sambil membungkuk penuh rasa hormat, Imdad mengucapkan terima kasihnya. "Terima kasih, Sir Robert, saya akan menerima hadiah itu dan akan saya gunakan jika saatnya tiba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Play In Darkness 2: The Beginning (END)
RomanceSemua cinta berawal dari mata, lalu turun ke hati. Namun penglihatan seseorang akan tertutup oleh kebusukan dalam hati. Tidak dapat melihat cinta sejati. Di samping penglihatannya yang dikutuk, nasib cintanya juga dikutuk. Ketika semua dibenarkan d...