26. Mandul

337 42 2
                                    

Tiba di paviliun Chandni segera menuju dapur untuk mencari makanan. Dini hari dia menyalakan tungku untuk memanaskan nasi dan kari. Untung saja masih ada sisa makanan yang masih layak disantap. Setelah cukup hangat, dia bergegas mengisi piringnya lalu duduk dengan sebelah kaki naik ke bangku. Makan tergesa-gesa seperti orang kelaparan.

Sarasvati dan Akash terheran-heran melihat kelakuannya. Sarasvati mendekati Chandni dan melepas kerudung serta perhiasan di rambutnya. “Kau tidak makan apa pun selama di acara tadi?” tanya Sarasvati.

Chandni mengangguk sambil mengunyah. Dia tidak ingin menceritakan soal Prapti yang ikut dengannya. Bibi Sarasvati akan marah jika tahu dia melepas gelangnya. Padahal berkat Prapti, dia bisa tahu rencana Lavanya.

“Lavanya mati, Chandni.”

Chandni membeku mendengar ucapan bibinya. Dia mempercepat mengunyah dan menelan isi mulutnya. “Maksud Bibi ....” Sempat terbayang olehnya Pangeran Rajputana menghabisi gadis itu secara brutal.

Paman Akash turut duduk bersama. Ada hal yang menarik untuk dibahas dini hari di meja makan.

Sarasvati duduk berhadapan dengan Chandni. Dia mengusap pundak gadis itu. “Panglima Imdad yang memberitahu kami. Ia mengatakan kau yang memberitahunya bahwa Lavanya ingin membunuh Pangeran Rajputana. Pangeran Rajputana selamat. Namun Lavanya mati karena racun binatang yang menggigitnya.”

Chandni menyapu bibirnya yang berlepotan, membersihkan sisa nasi. Dia menatap lekat bibinya. Nafsu makannya hilang, di samping dia sudah cukup kenyang.

“Kami tahu kau bisa mengetahui rencana Lavanya dari teman-teman tidak terlihatmu. Itu hal bagus, Chandni, hanya saja kejadian ini jangan sampai diketahui siapa pun. Begitu pesan Tuan Imdad,” tambah Paman Akash. “Di samping kita tidak boleh ikut campur urusan istana, jika kemampuanmu diketahui orang lain, bisa saja penjahat sebenarnya, kau akan berada dalam bahaya Chandni.”

Chandni mengangguk. “Iya, Paman, Bibi, aku akan tutup mulut soal apa pun. Silent is gold,” ucap gadis itu.

Akash dan Sarasvati keheranan lagi dengan ucapan Chandni. “Apa lagi yang kau bicarakan Chandni? Bahasamu semakin hari semakin aneh saja.”

Chandni menyengir riang. “Ada gadis dari negara lain yang sering muncul tiba-tiba. Dia sering bicara banyak hal padaku. Katanya setelah masa ini, ada masa depan tempat dia berasal.”

Akash dan Sarasvati hanya bisa berdecak menanggapi hal itu. Mereka yakin Chandni melihat banyak hal yang sukar dijelaskan dengan kata-kata.

“Ya sudahlah, asal kau bisa jaga diri. Makhluk-makhluk seperti itu sama seperti manusia. Bisa saja mereka menjerumuskanmu. Sekarang cepat selesaikan makanmu. Ganti baju lalu tidur. Sudah jam berapa ini? Kau bisa kesiangan besok. Bukankah kau ingin jalan-jalan?” cecar Sarasvati. Dia dan suaminya pun meninggalkan meja untuk ke kamar mereka.

“Baik, Bibi!” sahut Chandni riang.

Chandni tidur sangat nyenyak hingga matahari sudah tinggi. Sarasvati sudah membangunkannya, akan tetapi gadis itu enggan membuka mata. Malah mengerang kesal. Karena banyak kesibukan lain akibat Ibu Kepala tidak ada, Sarasvati membiarkan Chandni tidur lagi.

Chandni akhirnya bangun sendiri. Dia sempat duduk merengut di tempat tidur karena malas turun dari ranjang. Prapti menerobos dinding memasuki kamarnya. “Katanya kau ingin jalan-jalan hari ini. Ayo, semangat! Cepat bangun!”

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang