23

646 40 0
                                    

Rama sudah berada di Bandara beberapa menit yang lalu. Disana ada kedua orangtuanya dan Andin. Tak lupa Nindy yang hari ini datang untuk mengantar Rama.

Hubungan Rama dengan Nindy sudah semakin dekat, meskipun sebenarnya hati Rama masih untuk Gebi seutuhnya. Rama tidak bisa membohongi itu, tapi dirinya tengah mencoba membuka hatinya kembali untuk wanita lain. Bukannya ingin mencari pelampiasan, tapi memang Rama nyaman dengan Nindy.

"Bang, sudah gak ada yang ketinggalan kan?" Rama menggeleng. "Gak ada bunda sayang." Amel mengangguk.

Andin hanya melihat abangnya dengan Nindy. Rasanya Andin belum bisa sepenuhnya menerima Nindy begitu saja. Padahal Nindy begitu baik kepadanya, seperti halnya dengan Gebi. Mungkin saja gadis itu belum terbiasa dengan Nindy.

"Bunda, Rama berangkat ya. Bunda jaga diri baik-baik, jangan capek-capek ya."

"Iya sayang, kamu juga jaga diri baik-baik ya. Doa bunda akan selalu mengiringi perjalanan kamu dan Andin. Sering-sering nelpon ke rumah ya, bang. Jangan bunda terus yang nelpon kamu."

Rama tertawa, "Iya siap, bundahara ku sayang." Rama mengecup pipi bundanya.

"Hati-hati ya, bang. Jangan lupa berdoa kalau mau pergi tugas, apapun tugasmu lakukan dengan ikhlas ya. Kamu sudah mempunyai tanggung jawab besar untuk negara, jadi lakukan dengan segenap jiwa dan ragamu. Bumi Pertiwi sudah menunggu pengabdianmu, jaga keamanan di laut negara kita ya, bang. Papah disini yang bertugas menjaga keamanan di darat."

Rama berdiri tegap lalu memberi hormat kepada papahnya "Siap, pah. Doakan Rama selalu ya, semoga Rama bisa melakukan tugas Rama dengan baik." Chandra memeluk putranya erat sekali. Dirinya tak menyangka jika kini putranya sudah tumbuh dewasa, bahkan kini anaknya mengikuti jejaknya sebagai abdi negara, meskipun mereka berbeda. Tapi tetap sama, tugas mereka menjaga Bumi Pertiwi. Air mata Chandra sudah tak bisa ia bendung lagi. Begitupun dengan Rama, air matanya sudah membasahi pipinya.

Chandra memegang pundak Rama "Semangat, nak," ucapnya sambil mengusap air mata di pipinya. Rama mengangguk, dirinya senang bisa melihat papahnya kini tersenyum bangga kepadanya.

Kini pandangan Rama beralih kepada adiknya. Rama bisa melihat mata Andin yang kini sudah berkaca-kaca. Meskipun kemarin mereka sempat ribut tapi rasanya tetap sama, sangat berat jika harus berpisah dengan abangnya.

Rama memeluk Andin erat. "Abang minta maaf ya karena kemarin abang sudah membentuk kamu. Jaga bunda sama papah ya. Sekolah yang rajin, biar kamu bisa seperti mbak mu yang sekarang sudah jadi polisi. Abang sayang sama kamu, baik-baik ya." Rama mengecup kening Andin.

"Andin juga minta maaf ya, karna kemarin Andin kaget ketika abang ngenalin mbak Nindy. Tapi Andin janji, sekarang Andin bakal menerima mbak Nindy layaknya seperti Andin menerima mbak Gebi. Safe flight ya, abang," ujar Andin.

Tangis Andin pecah, rasanya tak ingin melepaskan abangnya pergi jauh kembali. Cukup sudah kemarin saat pendidikan, tapi Andin juga tak ingin egois. Ini sudah pilihan abangnya, tugas Andin sekarang adalah belajar dan menjaga orang tuanya.

"Terimakasih ya, dek. Abang titip mbak Nindy juga. Kalau kamu butuh apa-apa jangan sungkan-sungkan buat minta bantuan sama mbak Nindy ya. Dia baik orangnya kok, yang akur ya sama calon ipar, hihi." Andin mengangguk.

"Aku berangkat dulu ya, kamu jaga diri baik-baik. Jangan sungkan-sungkan untuk main ke rumah ya. Aku titip bunda, papah sama Andin."

Nindy mengangguk, "Iya, kamu hati-hati ya, kalau sudah sampai kabarin aku. Safe flight, Ram." Rama mengangguk.

Setelah berpamitan, Rama menyeret kopernya.

Lelaki itu berjalan meninggalkan keluarganya. Melambaikan tangan kepada mereka. Berat, namun sekarang Rama sudah memiliki tanggung jawab lain yang harus ia emban.

🌲🌲🌲

Happy reading 🤗🤗

Akhirnya nemuin mood buat ngelanjutin nih cerita, huhu. Maaf kalo ceritanya gaje.

Friendzone (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang