24

719 44 0
                                    

Setahun berlalu, semuanya masih tetap sama. Gebi yang masih berdinas di Surabaya dan kini dia tengah melanjutkan pendidikan S2 nya. Gebi memilih untuk mengambil prodi ilmu komunikasi. Prodi yang dulu dia sangat dambakan.

Gebi sangat menikmati pekerjaannya saat ini. Meskipun dirinya harus rela berpisah jauh dengan keluarga dan orang-orang tercintanya.

Matanya menatap layar laptop yang kini tengah menyala, menampilkan beberapa materi yang harus dirinya pelajari. Dirinya kembali termenung, pikirannya masih terpaku dengan seseorang. Seseorang yang sangat amat dia rindukan. Sudah hampir lima tahun lamanya mereka tak bertemu. Jangankan untuk bertemu, bertegur sapa atau hanya mengucapkan say hello pun tak ada.

Gebi kembali membuka album foto yang selalu dirinya bawa kemanapun dan di manapun dirinya berada. Banyak sekali foto kenangan dengannya, kenangan yang tak akan mungkin pernah bisa di ulang kembali.

Meskipun kini Gebi tengah menjalin kasih dengan Naufal, tapi hatinya ingin terus bertemu dengan sahabatnya. Bagaimana pun, Rama telah banyak berjasa untuknya. Rama yang telah membawa dirinya bisa seperti sekarang, Rama yang membawa dirinya menjadi gadis tangguh, mandiri, dan tak cengeng lagi.

"Ram, di manapun lo berada, gue harap lo gak akan pernah melupakan semuanya tentang gue. Dan kalaupun lo udah punya pasangan, lo akan bersedia mengenalkan dia ke gue. Seperti janji kita dulu, Ram, gue kangen sama lo." Ucapnya.

Air matanya kini sudah tak bisa Gebi bendung lagi. Rasa sesak itu kembali menghantam dadanya, rasa sesak yang sering Gebi rasakan hampir lima tahun lamanya. Perasaan ingin bertemu, semakin kuat. Meskipun itu tidak akan pernah terjadi lagi.

"Sorry, Ram gue masih jadi gadis cengeng. Lo kan gak suka sama cewe cengeng, makanannya lo ninggalin gue." Gumamnya lagi.

Namun detik berikutnya, Gebi merasakan ada tangan yang memegang bahunya. Gebi tahu siapa orang itu.

Grepppp

Perempuan itu memeluk tubuh Gebi dari samping. Gebi menangis di pelukan Gita, sahabatnya yang juga partner Gebi.

"Nangis aja, Bi," ujar Gita.

Yaps, Gita tahu semuanya tentang Gebi. Tentang seseorang yang selalu ingin Gebi temui, seseorang yang selalu ingin Gebi dekap lagi. Seseorang yang selalu menjadi support system kedua setelah keluarga nya, seseorang yang selalu mendekap Gebi dengan penuh cinta dan sayang.

"Ta, gue kangen, Ta. Gue gak bisa bohongin perasaan gue lagi, Ta. Gue capek, Ta, walaupun gue udah punya kak Naufal, tapi apa salah gue juga kangen sama Rama hiksss."

"Lo gak salah ko, Bi. Kalau gue jadi lo juga gue bakal ngerasain apa yang lo rasain. Lo sabar aja ya, mungkin belum waktunya lo sama Rama bertemu. Semesta tahu kapan waktunya lo sama Rama kembali kaya dulu lagi, kalian akan bertemu menurut takdir yang terbaik."

"Hikkkkksss, sorry ya, Ta. Baju lo jadi kena ingus gue deh." Ucap Gebi sambil mengambil tisu di depannya.

Gita menggemaskan nafasnya "huffttt, tak apa lah demi lo gue bakal ngelakuin apa aja."

"Makasih ya, Ta. Lo udah baik banget sama gue, uhhh sayang Tata." Gebi memeluk Gita erat, mereka sudah seperti kaka beradik.

"Unchhh sayang, Bibi juga."

Mereka berpelukan layaknya Teletubbies. Tata dan Bibi, ya itulah panggilan sayang mereka berdua.

Gebi bersyukur sekali bisa mendapatkan partner sebaik Gita. Meskipun mereka berbeda keyakinan, tapi tak pernah masalah. Mereka menghargai satu sama lain.

***
Rama menatap laut yang kini tepat berada di hadapannya. Rama masih tak menyangka jika kini semua impian nya sudah menjadi nyata. Satu bulan lagi Rama akan kembali menepi ke daratan.

Dan Rama sudah memiliki rencana untuk menemui gadisnya. Gadis yang sudah sangat ia rindukan. Padahal baru beberapa bulan Rama meninggalkannya. Yaps, kali ini Rama akan menemui Nindy, prioritas Rama saat ini, wanita yang tengah Rama perjuangkan.

Hatinya kini sudah tertanam untuk seorang dokter muda yang sangat cantik. Bukan hanya cantik, Nindy juga bisa menyembuhkan semua luka Rama. Luka yang begitu dalam, luka yang tak pernah Rama harapkan. Pertemuan nya dengan Nindy membawa perubahan pada diri Rama.

Rama sudah mengikhlaskan Gebi. Mengikhlaskan gadis itu untuk memilih jalan hidupnya. Begitu juga dengan Rama, kini semua sudah tidak seperti dulu. Semuanya tak akan lagi sama, perasaan yang dulu untuk Gebi kini perlahan sudah mulai pudar, sekarang hanya ada satu naman di hatinya. Dan Rama berharap, Nindy lah yang akan menjadi tempat perlabuhan terakhirnya. Pelabuhan cinta seorang Ramadhan Diki Alvaro.

Plukkkk...

Tepukan di pundaknya membuyarkan pikiran Rama. "Ngelamun aja lu, bro." Rama menoleh.

"Siapa juga yang ngelamun," Ucapnya berusaha mengelak.

"Halah, lagi mikirin cewe itu lagi ya?" Tanya Akbar, teman satu lettingnya.

"Engga lah, gue lagi mikirin Nindy. Kangen gue sama dia, padahal baru kemarin gue tinggal," Jelasnya berbohong.

"Halah, bucin amat dah, hahahhh."

"Lu mah jomblo kaga bakal ngerti, jadi gak usah sok ngata-ngatain gue bucin." Ledek Rama.

"Anjir, Lo."

Keadaan kembali hening, mereka hanya menatap matahari yang kini hampir tenggelam. Cahayanya sangat indah, Rama kembali teringat pada seseorang. Seseorang yang juga begitu sangat menyukai senja, bahkan mereka akan rela berlama-lama di pantai demi melihat matahari terbenam.

Pikirannya kini terus menerawang pada kala itu. Saat mereka masih bersama, saat mereka saling bertukar kabar. Tapi kini semuanya hanya sebuah kenangan yang entah bisa terulang kembali atau tidak.

"Cuti mau kemana, Ram?" Akbar kembali memecah keheningan yang ada.

"Gue mudik ke Magelang, nih, kangen sama keluarga." Akbar hanya mengangguk.

"Ram, gue boleh tanya gak si.?" Rama menoleh ke arah Akbar, lalu mengangguk. "Kalau boleh tahu, si Gebi penempatan dimana?"

Rama terkejut ketika mendengar pertanyaan Akbar.

"Bukan apa-apa nih ya gue nanya tentang Gebi."

"Mana gue tahu, gue kan sudah kehilangan semuanya tentang dia."

"Emang pas pendidikan kalian berdua beneran kaga pernah ketemu? Ya secara kan kata lo dia pendidikan di Akpol, sedangkan kita pernah berada di lembah tidar yang sama. Bahkan praspa pun kemarin di tempat yang sama, masa lo bener-bener kaga pernah ketemu, gue heran aja sih."

"Ya gitu lah, Bar. Gue juga bingung sendiri kok, tapi waktu praspa, adik gue bilang kalo dia liat Gebi di barisan para Taruni akpol. Tapi bodohnya gue, gue gak percaya sama adik gue. Ya bukan tanpa alasan gue gak percaya sama Andin, karna ya lo tahu lah, kalaupun Gebi saat itu ada di antara para Taruni akpol, gue yakin pasti gue ketemu dong sama dia. Tapi, kenyataan nya gue gak pernah sama sekali liat atau berpapasan dengan dia."

"Mungkin kalian belum di takdirkan untuk bertemu. Kalian akan bertemu kembali sesuai takdir semesta, biarkan semesta yang mengatur semuanya." Rama mengangguk.

Hatinya kembali terasa seperti di tusuk ribuan jarum. Dirinya teringat, saat tahu gadisnya itu sudah milik orang lain. Seseorang yang lebih pantas bersanding dengan Gebi.

Tapi, kalau boleh jujur, dirinya masih selalu merindukan senyuman gadis itu. Merindukan semua celotehan gadis itu, merindukan semua tentang nya. Tapi Rama sadar diri, jika semuanya tak lagi sama. Mungkin mereka sudah di takdirkan untuk tidak bersama.

Matahari kini sudah benar-benar tenggelam. Sebentar lagi sinar rembulan akan kembali menyapa. Langit memang terlihat gelap, namun disana akan ada bintang dan bulan. Cahayanya yang akan menyinari bumi. Keduanya saling melengkapi, dan sinarnya akan terlihat sangat indah.

"Geb, di manapun lo berada, gue harap lo baik-baik aja ya. Gue masih disini, masih dengan janji gue untuk terus melindungi lo, meskipun dari kejauhan." Gumamnya lirih sekali.

🌲🌲🌲

Hai.. haiii.. hai, akhirnya author balik lagi. Next ya..👉

Happy reading semua 🤗❤️

Friendzone (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang