11

1K 60 1
                                    

Pagi ini Gebi bangun lebih cepat dari biasanya. Biasanya gadis itu akan melanjutkan mimpi indahnya setelah solat subuh. Tapi pagi ini matanya masih terang. Entah apa yang merasuki pada diri gadis itu.

Sudah pukul enam pagi, Gebi keluar dari kamarnya, setelah melakukan ritual paginya. Gebi keluar untuk sarapan pagi. Tetapi tak ada satupun orang disana.

Gebi keliling mencari dimana ibunya. Biasanya ibunya akan mengomeli Gebi kalau gadis itu bangun siang. Tapi pagi ini, ibunya tak ada suara sedikitpun. Ayah dan abangnya juga entah kemana.

Langkah Gebi langsung tertuju ke kamar abangnya.

"Pasti masih molor dah, kebiasaan banget tuh abang gue," gumamnya.

Gebi membuka pintu kamar abangnya. Namun nihil, kasurnya sudah rapi. Kamarnya pun terlihat jauh lebih rapi dari biasanya. "Ish pada kemana si nih orang rumah." Ucap Gebi kesal.

Mbok Sum yang biasanya pagi-pagi sudah stay di rumah juga masih belum terlihat batang hidungnya. Gebi semakin di buat bingung.

Tiba-tiba pintu depan rumahnya terbuka. Gebi sangat terkejut, ternyata Sarah dan Reza. Sarah membawa belanjaan yang cukup banyak sedangkan Reza berdiri di belakang ibunya.

"Eh kamu udah bangun nak?" Tanya Sarah kepada Gebi.

"Aku udah bangun dari subuh, bu. Cuma baru keluar aja."

"Yasudah kamu bantu ibu masak ya."

"Lah mau ada acara apa, bu?"

Sarah mendekat ke arah Gebi lalu merangkul anak gadisnya itu, "mau ada arisan di rumah. Yuk bantu ibu masak."

Tanpa banyak kata, Gebi mengikuti langkah ibunya menuju dapur. Mau tak mau gadis itu membantu ibunya memasak dari pada harus mendengarkan omelan yang keluar dari ibunya.

"Emang mbok Sum kemana, kok belum dateng?" tanya Gebi sambil mengelupas bawang merah.

"Mbok Sum izin gak masuk hari ini, katanya anaknya sakit jadi berhalangan buat masuk." Gebi hanya mengangguk mengerti.

"Nanti kamu tolong berikan ke tetangga ya. Itung-itung berbagi rezeki lah."

Gebi mengangguk "Siap laksanakan komandan

Gebi bangga bisa memiliki orang tua sebaik mereka. Meskipun keluarga Gebi bisa dibilang keluarga yang cukup berada, tapi ibu dan ayahnya tidak pernah sombong dan selalu mengajarkan anak-anak nya untuk tetap berbagai dan saling menghargai orang-orang di luar sana.

***
Setelah mengantarkan makanan kepada tetangga-tetangganya, Gebi masuk ke dalam kamar. Tubuhnya merasa lelah sekali. Padahal hanya membantu memasak dan mengantarkan makanan kepada tetangganya.

Gebi membuka ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja belajarnya. Ternyata ada 10 panggilan tak terjawab dan 100 pesan masuk.

"Buset, tumben-tumbenan nih hp gue rame."

Gebi membuka aplikasi WhatsApp nya.

Betapa terkejutnya Gebi saat ini. Rama, ya pemuda itu yang menghubungi Gebi sebanyak itu. Senyumnya terbit membentuk lekukan seperti bulan sabit di bibirnya.

Gebi merasa bersalah karna tidak menjawab telepon dari Rama. Langsung Gebi kembali menghubungi pemuda itu. Dan tak perlu menunggu waktu lama, suara berat pemuda itu terdengar dari sebrang.

"Kemana aja si lo?"  tanya Rama dengan nada sedikit ngegas, tapi bisa Gebi rasakan kalau pemuda itu sebenarnya khawatir dengannya.

"Bisa gak si lo kalau ngomong yang lembut dikit, jangan dikit-dikit ngegas mulu, heran gue sama lo," ucap Gebi kesal.

Friendzone (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang