34

792 41 3
                                    

Rama tersenyum simpul, hatinya lega saat ini. Sorot matanya begitu terlihat jika saat ini dirinya sedang bahagia. Setelah mendapat izin dari kekasih Gebi, akhirnya keduanya memutuskan untuk pergi ke laut.

Rama menatap Gebi yang kini tengah berjalan di depannya. Gadis itu ternyata masih sama, masih menyukai senja dan laut.

Ya, kini mereka berdua telah sampai di laut. Melihat matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. "Boy, jangan lari-lari!" Ucap Rama ketika melihat Gebi tengah berlari seperti anak kecil menuju bibir pantai sedangkan Gebi hanya menengok ke belakang tanpa menghiraukan perkataan Rama barusan.

Mungkin hati Rama masih terluka, tapi dia akan berusaha untuk menyembuhkan lukanya dengan memulai semuanya kembali. Rama tak ingin menghindari Gebi lagi. Dan Rama pikir yang sudah berlalu biarlah berlalu, mungkin ini takdir yang Tuhan berikan untuk hubungannya dengan Gebi.

"Ram, sini main air.!" Rama tersenyum, lalu bangun dari duduknya dan mendekat ke arah Gebi.

Mereka berdua seperti anak umur lima tahun yang baru saja melihat dan bermain di pantai. Tengah asik mereka bermain air, tiba-tiba seorang anak perempuan yang usianya kurang lebih masih tiga tahun berlari menuju bibir pantai, dia hendak mengambil bola yang sudah terbawa ombak hampir ke tengah laut.

Gebi menahan gadis kecil itu "hey, adik kecil mau kemana?"

"Aku mau ambil bola itu, te." Tunjuk anak kecil itu ke arah laut.

"Loh nggak bisa, sayang, bolanya udah jauh."

"Om, ambilin bola Riri dong." Rengeknya sambil menarik-narik tangan Rama.

Rama berjongkok menyejajarkan dengan tinggi gadis kecil yang bernama Riri. "Bolanya udah jauh, om nggak bisa berenang sampai sana, nanti om beliin yang baru aja ya." Riri menggeleng, lalu matanya berkaca-kaca. "Eh jangan nangis dong, nanti Tante sama om beliin yang baru lagi, ya."

"Hwuuwaaaa, hikksss.... Bola aku...." Tangisnya sembari meratapi bola yang sudah jauh dan sulit untuk di jangkau dengan mata lagi.

Tiba-tiba dua orang dengan tergopoh-gopoh menghampiri kami yang tengah menenangkan Riri. "Ya ampun, nak, kamu bikin bunda cemas aja, si." Ucap wanita itu sambil menggendong tubuh mungilnya. "Bo...llaa.. Li..Li... Hiksss." Tangisnya tersedu-sedu, seakan itu adalah bola kesayangan dan tak bisa tergantikan. "Iya nanti ayah belikan lagi yang baru, ya." Gadis kecil itu menggeleng, tangisnya masih belum reda di gendongan sang Bunda.

Rama tersenyum, ternyata dia anak dari kasuhnya, "loh, bang, Rudi.!" Seseorang yang di panggil Rama terkejut bukan main, pasalnya mereka belum menyadari satu sama lain. "Loh kamu toh, Ram." Rama mengangguk. "Ini anak kasuh?" Rudi mengangguk, lalu merangkul istrinya erat. "Siapa tuh, Ram, calon istri?" Tanyanya sedikit bisik-bisik.

Rama melirik ke samping kanannya lalu memperkenalkan wanita di sampingnya "Oya kenalin, ini Gebi, sahabat saya, bang." Jelas Rama.

"Sahabat doang, nih?" Godanya sambil menaik turunkan alisnya "siap, iya bang, sahabat saya, nggak lebih."

"Polwan toh, mbak, tugas dimana?" Tanya bundanya Riri. "Siap, tugas di Polda, mbak."

"Heh, sudah nggak usah formal gitu, bukan di kesatuan juga." Gebi mengangguk "siap salah."

"Yasudah kami permisi dulu, ya, kalian nikmati saja lagi. Dan terimakasih tadi sudah menahan anak saya, kalau tidak, nggak tahu lagi nasib anak saya kaya gimana." Ucap Rudi. "Iya, bang, sama-sama. Selamat berlibur kembali, bang." Rudi dan buk Rudi mengangguk lalu pergi meninggalkan Gebi dan Rama.

Friendzone (Open PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang