하나 (1)

1.1K 73 50
                                    

Langit bergemuruh sejak tadi sore, kilat saling menyambar bersahutan di langit dengan petir milik sang penguasa langit. Awan gelap telah menutup sebagian Korea Selatan. Lebih tepatnya kota Seoul. Keadaan ini tidak menyurutkan bagi laki-laki dengan tinggi sekitar 177 cm ini untuk keluar rumahnya. Tato di beberapa bagian tubuh, tapi yang menjadi penanda siapa dia adalah tato malaikat di tengkuk lehernya. Dirinya baru saja keluar dari mini market, membeli sebungkus rokok dan menyulutnya sebatang. Dihisap dalam-dalam rokok itu dan dia hembuskan asapnya ke langit malam.

Dia mulai berjalan di trotoar ditemani orang-orang yang lalu lalang di sekitarnya. Satu tangannya merogoh saku tangannya untuk mengambil benda persegi yang tak henti bergetar. Tanpa dia lihat siapa yang menelpon, tombol hijaunya dia geser.

"Uhm ...," gumamnya.

"Odiya?" jawab orang di seberang sana.

"Sebentar lagi aku sampai," jawbanya.

"Jangan lupa pesananku."

Laki-laki ini belum sempat menjawab, samar-samar dia mendengar teriakan seseorang dari sebuah gang kecil yang jauh dari kata ramai, bahkan minim penerangan.

"TOLONG!!"

Teriakannya kembali terdengar dan laki-laki yang sebenarnya tidak memiliki niat untuk ikut campur dalam masalah yang dia sendiri tidak tahu.

"Aku mohon lepaskan aku," suaranya mengiba.

"Bawa dia! Jangan sampai lecet. Tidak akan laku jika dijual," perintah salah satu orang dengan tubuhnya yang tinggi.

"Tidak! Jangan!" si korban memohon.

Si pria bertato ini terdiam di ujung gang. Menyaksikan bagaimana para pelakunya memaksa si korban tak berdaya itu. Bajunya sudah tidak bisa dikatakan layak sekarang. Sepertinya dia menangis sekarang.

"Sudah jangan banyak bicara. Ikut kami, kau akan menyenangkan banyak orang dengan tubuhmu itu."

Si pelaku menarik tangan korban malang ini, menyeretnya tanpa ampun. Laki-laki bertato tadi mendengus melihat aksi para pelaku yang terdiri dari lima orang.

"Yak! Kwon Jiyong ... apa kau mendengarku?" teriak si penelpon yang menunggu jawaban.

"Aku pulang terlambat. Ada urusan mendadak."

Tak sempat si penelpon menjawabnya lagi, laki-laki bernama Kwon Jiyong ini telah mematikan panggilannya, memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya lagi.

"Hei, lepaskan dia! Jangan memaksanya jika dia tidak mau," teriak Jiyong di ujung gang, batang rokok tersemat di sela jarinya.

Para pelaku mengambil atensinya pada laki-laki bertato yang berdiri tegap di hadapan mereka. Wajahnya sama-samar terlihat. Begitu pula dengan korbannya yang mencoba mencari tahu siapa dewa penolongnya itu.

"Menyingkirlah, jangan ikut campur urusan kami," perintah satu pelaku.

"Aku memang tidak berniat ikut campur, " Jiyong membuang puntung rokoknya yang baru setengah terbakar dan menginjaknya hingga padam, "tapi aku tidak bisa melihat orang yang dikeroyok satu lawan lima. Apalagi orang itu tidak berdaya."

Jiyong berjalan perlahan mendekati kelima pelaku tersebut tanpa rasa takut, bahkan terkesan arogan dan menantang. Bahkan langit sepertinya ingin menyaksikan pertarungan nereka, maka air hujan turun mengguyur. Satu orang maju, melayangkan pukulan. Jiyong hanya bergeser sedikit ke samping menghindari pukulan. Orang itu tersungkur ke depan. Jiyong menendang pelaku kedua yang ada di depannya hingga terjerembab ke belakang. Pelaku ketiga menyerang Jiyong dengan pukulan, tapi Jiyong meraih tangannya dan memukul wajah pelaku. Jiyong pun menendang pelaku pertama yang bangkit kembali. Pelaku keempat jatuh dibanting Jiyong, sedangkan yang terakhir tidak berani menyerangnya.

The Man With The Angel Tattoo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang