17. SEVENTEEN

617 78 20
                                    

—Menata setiap akal sebelum memperaktivitaskan, agar tiada penyesalan yang tak pernah ada guna—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menata setiap akal sebelum memperaktivitaskan, agar tiada penyesalan yang tak pernah ada guna

“Jaehyun, Ibu datang.”

Bae Suhyun meletakkan tas mahalnya ke atas meja dapur sebelum berjalan mendekati putra semata wayangnya sembari merentangkan kedua tangan lebar. “Omo omo! Ibu sangat merindukanmu.” Ia memeluk tubuh kekar Jaehyun erat sembari menepuk-nepuk pelan punggung laki-laki itu, berniat menyalurkan rindu kepada anak kesayangannya layaknya dua insan yang sudah tidak bertemu dalam waktu yang lama.

Tidak lama tautan keduanya terlepas, namun Jaehyun masih juga tak kunjung mengeluarkan sepatah kata pun, layaknya anak durhaka ia malah mengerutkan kedua alisnya tak mengerti untuk apa ibunya datang berkunjung.

“Kenapa kau menatap Ibu seperti itu? Kau tidak merindukanku? Kenapa kau tidak pernah pulang kerumah? Bagaiamanapun kau tetap putraku!” Terlihat kesal karena tidak mendapatkan respon yang seperti ia inginkan, Bae Suhyun merutuki Jaehyun dengan pertanyaan tanda protes.

Layaknya seorang penipu yang berhasil mengelabuhi musuh, Jaehyun terkekeh pelan lalu kembali memeluk ibunya lebih erat dari sebelumnya, sembari mengayunkan tubuh ke kanan dan ke kiri. Ia juga terlihat tak kalah rindunya dari perempuan yang telah melahirkannya itu, jarang pulang ke rumah memang sepertinya sebuah kesalahan.

Hajin yang melihat manisnya suasana perpaduan antara ibu dan anak itu tersenyum kecil. Ia bisa merasakan bagaimana kasih sayang yang keduanya pancarkan secara tulus. Ia ikut merasakan kerinduan yang selalu menyesakkan dada tatkala rasa itu muncul, meskipun Hajin sesekali mengunjungi ibunya, tetapi tentu saja perempuan itu tak kenal waktu untuk merindukan sesosok perempuan yang paling ia cintai di dunia ini. Bagaimanapun rasanya masih tidak terbiasa jauh-jauh dari sesosok ibu, meskipun keadaan yang membuatnya demikian.

Jaehyun yang sudah terlepas dari dekapan ibunya itu menatap perempuan yang sedang menunduk dengan senyuman samar menghias wajah cantiknya. Ia berjalan mendekat sambil membuka tangan, dan tanpa Hajin sadari sebuah dekapan hangat ikut melingkupi dirinya.

Hajin sedikit terkejut kala laki-laki itu melakukan hal serupa padanya. Ia dengan cepat menjauhkan dirinya agar terlepas dari kungkungan kekar laki-laki itu, merasa malu karena atensi ibu mertua yang berada di sisi.

Bae Suhyun terkekeh pelan, ia membuka mulut untuk menanyakan perihal keadaan menantunya, “Hajin, bagaimana kabarmu?”

“Ibu, aku sangat baik-baik saja.”

“Aku tidak berpikir demikian,” timpal Jaehyun yang menciptakan raut wajah tidak sepihak. “Beberapa menit yang lalu ada yang mengeluh merasa sakit kepala bahkan mual.”

Hajin melebar kan kedua mata tidak percaya akan Jaehyun yang berucap demikian. Ia mengarahkan tatapan bengisnya pada Jaehyun, memang benar demikian akan perkataan laki-laki itu, namun ia takut Bae Suhyun akan berspekulasi yang macam-macam.

IN LIFE SPRING | Jung Jaehyun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang