Ingetin kalo ada typo atau salah dalam penulisan. Vote nya juga jan lupa ehe.
Silahkan dibaca ❤
•Bersyukur memang penting, tapi terkadang bersikap egois juga penting•
Pikiran Hajin masih terus tertuju pada surat perjanjian yang ia temukan semalam. Ngomong-ngomong, kenapa ibunya tidak memberi tahunya tentang hal itu? Apakah ibunya pun tidak mengetahuinya? Tidak mungkin jika ibu tidak mengetahuinya.
Kini perasaan Hajin bukan lagi yang senang seperti semalam, yang bagaikan mendapatkan lotre. Namun, sedikit khawatir dan takut.
Entah kenapa tiba-tiba ia merasakan hal tersebut, yang jelas karena syarat dan ketentuan itu yang benar-benar membuatnya penasaran. Penasaran hingga rasanya ingin mati. Bukan mati secara harfiah, tapi ya begitulah pokoknya.
Pikirkan sendiri!Apa mungkin persyaratannya adalah, membolehkan ibunya menikah dengan laki-laki bernama Jung Jinwoon yang juga ikut serta dalam tanda tangan itu? Ah! Yang benar saja! Mana mungkin ayahnya melakukan hal gila seperti itu.
Lalu apa? Rasanya kepala Hajin hampir pecah memikirkan itu.
Karena sedari tadi hanya melamun, Hajin bahkan tidak tahu jika kini ibunya sudah menyelesaikan semua masakannya.
"Kenapa kau diam saja sedari tadi? Makanlah, sudah hampir siang, nanti kau terlambat." Ucapan Ibu membuat kesadaran Hajin kembali muncul ke permukaan.
Hajin melihat jam bundar di tangannya. Astaga kelas akan masuk dua puluh menit lagi. Sedangkan ia harus menunggu bus datang sekitar lima belas menit, belum perjalanan menuju kampusnya. Bus pertama pasti sudah lewat beberapa menit yang lalu, jadi ia harus menaiki bus selanjutnya yang mungkin akan datang lebih lama lagi.
"Astaga, ibu aku harus berangkat sekarang." Setelah mengatakan itu, dengan cepat Hajin melangkah keluar rumah, meninggalkan ibunya dan masakan yang telah ibunya siapkan untuknya.
Hajin mendengus ketika ia berhasil mendudukkan pantatnya di salah satu kursi bus. Untung saja bus datang tidak lebih dari sepuluh menit, jadi ia bisa sedikit tenang, karena perjalanan menuju kampusnya juga tidak terlalu jauh sampai berpuluh-puluh menit.
Kepala Hajin masih saja terus tertuju pada surat perjanjian itu. Apa sebenarnya yang dilakukan ayahnya. Hajin tak habis pikir dengan semua ini.
Ia juga takut jika melakukan sesuatu kesalahan. Yang seharusnya ia tidak menemukan surat perjanjian itu sekarang. Ya, bisa di bilang, waktunya tidak pas. Tapi ia malah menemukannya lebih dahulu.
Wah, bukankah hal semacam itu seperti mendahului takdir? HAHAHA, lucu sekali.
***
Jaehyun memandang kosong laptop di hadapannya dengan salah satu tangannya yang memainkan bolpen, ia tidak dapat fokus dengan pekerjaannya. Apa yang neneknya bicarakan kemarin masih melekat di kepalanya, tidak kurang satupun.
Ia masih muda, masih 24 tahun. Dan dia juga masih senang menebarkan pesonanya di depan banyak perempuan. Ia masih belum mau menikah, memiliki istri, itu pasti sangat merepotkan.
"Hey! Ada apa denganmu?" Laki-laki tinggi berdiri di seberang meja kerja Jaehyun.
Jaehyun masih tak bergeming, ia masih setia dengan lamunannya yang tak tentu arah itu, hingga pada akhirnya laki-laki tinggi itu menggebrak meja kerja Jaehyun dan membuat sang empu terkaget dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN LIFE SPRING | Jung Jaehyun ✓
Fiksi Penggemar『𝐟𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐉𝐞𝐨𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 𝐍𝐂𝐓; 𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝』 Coretan tinta hitam di atas putih yang tak sengaja Hajin temukan di dalam lemari sang ibu benar-benar membuat penderitaan hidupnya berakhir, sedikit perjuangan yang mengharusk...