-Tidak ada yang tidak sakit saat ditinggalkan orang yang paling dicintainya, namun tak mengapa, semua orang juga akan merasakannya-
Mentari kini bersinar lebih terang dari hari-hari sebelumnya semasa salju menuruni bumi, menangkis segala gelap hingga menampilkan dua buah kristal kecoklatan pada netra Hajin; sungguh terlihat berkilauan diterpa hangatnya sang surya, meski udara masih cukup begitu dingin hingga menembus ke dalam tulang.
Dengan terusan yang bermotifkan bunga-bunga kecil kemerahan membalut tubuh mungil Hajin hingga sebatas betis. Rambut panjang sepunggung selayak madu miliknya ia biarkan tergerai bebas. Meski tak berniat untuk pergi kemanapun ia tetap memoleskan make up tipis pada wajahnya. Kaki jenjang yang melangkah menyusuri ruangan tersebut terbalutkan sandal rumahan untuk menghalau dinginnya lantai yang langsung bersentuhan dengan telapak kaki.
Kesunyian yang memeluk rumah putih itu mengundang rasa bosan dalam diri Hajin. Tak kira apa yang harus ia lakukan, Hajin melangkah mendekat pada piano hitam di dekat jendela yang tampak berkilauan cantik oleh suguhan sinar mentari.
Setelah memposisikan dirinya duduk pada kursi hitam senada dengan warna piano, ia kemudian membuka penutup pada tuts-tuts tersebut, Hajin berusaha mengingat beberapa musik yang pernah ia pelajari semasa sekolah menengah dulu. Sudah cukup lama sejak terakhir kali ia bermain piano, hampir lima tahun yang lalu sebelum ayahnya meninggal, kemudian harus berhenti setelah itu karena tidak ada biaya untuk membayar les nya.
Sebuah lagu terlintas di kepalanya, lagu yang dulu sering ia nyanyikan bersama ayahnya.
"Ah, mungkinkah aku harus merekamnya?" monolognya sebelum memulai.
Hajin mencari tempat yang tepat untuk menyandarkan ponselnya agar dapat merekam dengan jelas saat ia memainkan piano tersebut. Namun, dengan kesal ia menggerutu tak dapat menemukan tempat untuk menyandarkan ponselnya. "Ck! Harus kuletakkan di mana!"
Kedua netra Hajin menjelajah kesana kemari mencoba mencari sesuatu yang sekiranya dapat menahan beban ponselnya. Hajin menggaruk kepalanya pelan sebelum teringat jika tidak salah Jaehyun menyimpan penyangga kamera di kamarnya. Kedua kaki kurus itu segera berlari melesak masuk ke dalam kamar dan mengambil penyangga tersebut yang ia temukan di dalam lemari nakas. Ia segera kembali turun dan memasang penyangga tersebut pada tempat yang dapat menangkap gambarnya dengan tepat.
Ponsel yang baru ia beli beberapa hari yang lalu; lebih tepatnya Jaehyun yang membelikan untuknya. Laki-laki itu tiba-tiba mengajaknya untuk membeli ponsel baru karena ponselnya sudah rusak, Hajin heran darimana laki-laki itu tahu? Tapi Jaehyun menjawab bahwa Hajin sendiri yang bilang begitu. Tapi Hajin tidak pernah mengingat jika ia pernah bilang pada Jaehyun jika ponselnya rusak. Hajin tidak perduli, mungkin ia melupakannya. Ponsel keluaran terbaru yang Jaehyun berikan benar-benar memiliki kamera yang kelewat bagus, bahkan Hajin kira ia lebih terlihat cantik di kamera ponsel barunya ketimbang di kaca yang memiliki tipuan lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN LIFE SPRING | Jung Jaehyun ✓
Fanfic『𝐟𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐉𝐞𝐨𝐧𝐠 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 𝐍𝐂𝐓; 𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝』 Coretan tinta hitam di atas putih yang tak sengaja Hajin temukan di dalam lemari sang ibu benar-benar membuat penderitaan hidupnya berakhir, sedikit perjuangan yang mengharusk...