34. THIRTYFOUR

365 42 3
                                    

⚠️ tw // mention dead, etc ⚠️


•Ketenangan hidup berasal dari hati yang damai, tanpa rasa benci hingga dendam•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Ketenangan hidup berasal dari hati yang damai, tanpa rasa benci hingga dendam•

Bunyi pin nomor yang ditekan pada pintu apartemen berbunyi cepat, seakan si empu terburu-buru untuk segera masuk ke dalam. Tanggal kelahiran tetap menjadi pengunci engsel pintu canggih itu sejak dulu, tidak pernah diganti.

Degup jantung Jaehyun terdengar riuh, tak sabaran ingin segera bertemu Hajin. Tak terpikirkan sama sekali bila perempuan itu menyembunyikan dirinya di sini. Jaehyun pernah mengajaknya tinggal selepas janji pernikahan mereka terucap. Tanpa tersadar kini pernikahan mereka tengah diujung tanduk. Jaehyun menyentuh dadanya dengan tangan kanan sebelum masuk ke dalam.

Dengan sangat pelan langkahnya bergerak masuk. Tidak ada yang bisa ditangkap dengan netranya, sebab ruangan tersebut terlampau gelap. "Hajin," panggil Jaehyun mencoba mencari keberadaan istrinya. Sebab, keadaan terlalu hening tak menandakan adanya atensi seorangpun di dalam.

Jemari panjang milik Jaehyun menekan saklar yang berdekatan dengan pintu masuk, dengan begitu cahaya yang ada membuat kedua manik laki-laki itu menyipit seperkian detik dengan rangsangan cahaya yang tiba-tiba menyapa. Tempat tersebut masih tertata rapih seperti dulu, tidak ada yang berubah sama sekali. Seisi ruangan disapunya dengan netra kemerahan. Satu-satunya kamar tidur disana pun gelap gulita, sunyi, kosong tiada siapapun berada. Hati Jaehyun lagi-lagi mencelos. Dengan jelas perempuan Lee itu mengirimkan lokasinya di sana, Jaehyun tahu dirinya memang sudah sangat terlambat untuk menyadari pesan tersebut, tapi hatinya terus berharap bahwa apa yang ia lakukan tidak sia-sia.

Rambut hitam lebat miliknya lagi-lagi menjadi sasaran atas kemurkaan dirinya sendiri. "Jaehyun kau brengsek!" teriaknya memaki diri sendiri. Meski tahu tidak ada harapan apapun lagi, tangannya terangkat menyalakan lampu yang tergantung di atas sana. Tempat itu tetap rapih, Hajin pasti menata ulang semuanya sebelum benar-benar meninggalkan tempat tersebut.

Getaran ponsel terdengar, Jaehyun segera meraihnya dari dalam saku, ia tidak boleh melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Ponsel yang berada di tangan Jaehyun saat ini tidak menunjukkan adanya panggilan masuk sama sekali. Bukan, suara getaran itu bukan dari ponselnya. Kedua matanya dengan segera mencari-cari akankah ponsel seseorang tertinggal di sana. Dan dengan cepat tangannya segera meraih benda pipih di atas meja tepat di samping tempat tidur.

Kesadarannya untuk menjawab panggilan itu teralihkan saat netranya tak hanya menangkap ponsel yang tergeletak. Jaehyun dengan jelas tahu itu adalah ponsel milik Hajin, tetapi yang membuat tubuhnya merinding seketika adalah cincin yang tidak pernah Jaehyun lihat terlepas dari jemari manis istri cantiknya itu. Dan kini dengan jelas Jaehyun melihat logam mulia tanpa berhias ukiran apapun tersebut tergeletak begitu saja di atas meja seperti tak ada harga dirinya. Tangan kanan pria itu terangkat, menatap cincin yang sama yang masih melekat di jari manisnya dengan sempurna. Sama, Jaehyun tidak pernah melepasnya sekali pun. Mereka berdua tidak pernah melepasnya semenjak hubungan sahnya dengan resmi diberitahukan ke publik, tapi sekarang berbeda, karena Hajin melepasnya dan meninggalkannya begitu saja tergeletak di atas meja.

IN LIFE SPRING | Jung Jaehyun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang