6• Apate

4.1K 639 122
                                    

ada begitu banyak cerita yang belum terungkap, sengaja agar kamu mendengarkan secara bertahap dan berlama-lama mendekap

ada begitu banyak cerita yang belum terungkap, sengaja agar kamu mendengarkan secara bertahap dan berlama-lama mendekap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







[ENAM]


"TERIMAKASIH, Shanin."

Ucap Bu Martha saat Shanin selesai meletakkan ke-tiga puluh buku tugas teman sekelasnya tepat di atas meja beralaskan taplak merah itu.

Sembari melemparkan senyuman letih, gadis itu merespon dengan anggukan sopan sebelum beranjak dari ruang guru. Meninggalkan guru Matematikanya itu tanpa mengucapkan sepatah katapun, tak perduli jika ia akan dianggap kurang ajar sekalipun.

Pasalnya, sudah sedari pelajaran di mulai, Bu Martha terus menerus meminta bantuannya. Tidak sulit memang, hanya sekedar menghapus papan tulis, menyalakan projektor, mengerjakan soal dadakan di depan kelas, mengambil spidol hitam karna ternyata ia salah membawa warna, dan terakhir, tepatnya tugas yang baru ia selesaikan beberapa menit ini, mengumpulkan PR minggu lalu, yang kalau dihitung-hitung cukup melelahkan.

"Kayaknya dia punya dendam deh sama Shanin." Gerutunya sesaat setelah dirinya menginjakan kaki keluar ruangan.

Berjalan melewati lorong sekolah dengan wajah ditekuk, memiliki niatan untuk kembali ke ruang kelas dan tidur. Entahlah, beberapa hari ini ia tidak dapat tertidur pulas, ditambah pelajaran matematika yang memusingkan, membuat rasa kantuknya semakin besar.

"Lo udah denger ada anak yang berantem di atap sekolah?"

Langkah Shanin terhenti saat telinganya menangkap isi dari pembicaraan dua orang siswi disampingnya. Berusaha mendengar lebih lanjut dengan anak rambut yang gadis itu selipkan ke belakang telinga.

"Berantem? Rame?" Respon siswi lain dengan bersemangat, membuat gadis itu semakin merapatkan dirinya.

"Gue denger sih ada enam orang gitu yang lagi mukulin temennya."

Tanpa bisa dirubah, ekspresi geram Shanin terlihat. Sudah tak dapat dipungkiri lagi siapa ke enam orang yang dimaksud itu.

Jadi, tanpa memiliki niatan untuk menguping lebih lanjut, langkah seribu Shanin menyambar. Nampak berusaha mengatur emosinya disaat semua pasang mata kini memperhatikan dirinya berjalan melewati lorong.

Berakhir menuju tangga sekolah, menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai ke lantai empat sekolah ini. Atap sekolah yang menjadi tempatnya untuk kabur sesekali dari pelajaran membosankan bersama Arga dan kawan-kawannya.

Kalau biasanya Shanin sudah akan kehabisan napas di lantai tiga, kini tanpa terasa lelah sedikitpun, ia meneruskan langkah ke lantai paling atas.

Shanin's Diary 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang