terkadang, seseorang yang akan menyakitimu adalah seseorang yang terlalu dalam kamu percayai
[DUAPULUH DUA]"KAKAK beneran gak pa-pa nemenin aku ke toko buku?"
Pertanyaan yang sama terdengar tepat saat kedua gadis berseragam sekolah itu beranjak turun dari dalam sebuah taksi tepat di depan halte.
Membuat Shanin kembali menganggukan kepala, lelah harus terus-menerus mengeluarkan jawaban yang sama.
"Ada buku yang Shanin mau beli juga. Jadi sekalian aja pergi bareng Shanaya."
Kembali mengangguk paham atas jawaban yang kakak kelasnya itu beri, Shanaya kembali menyejajarkan langkahnya dengan Shanin.
Berjalan menuju toko buku yang keberadaannya sudah mulai terlihat dikedua manik Shanin. Mulai bersenandung kecil atas aroma buku baru yang sudah lama tak ia temui.
"Semenjak Shanin kenal Arga, Shanin udah jarang ke toko buku."
Shanaya jelas menoleh, "Kenapa, Kak? Gak dibolehin sama Kak Arga?"
"Boleh," jawabnya, "Tapi harus Arga temenin, karna dia takut Shanin ketemu sama orang jahat."
Terlihat mengakhiri ucapannya dengan dengusan kesal, gadis itu beralih melipat tangannya depan dada, "Arga emang suka berlebihan. Siapa juga coba orang jahat yang bakal muncul terus—"
Berhenti, gerutuan gadis itu berhenti tepat saat maniknya menangkap jelas ketiga sosok yang sudah setahun ini tidak dirinya ketahui keberadaannya.
Sempat mematung dengan manik terbuka lebar, sebelum tanpa sadar, Shanin menarik pergelangan Shanaya untuk kemudian bersembunyi dibalik sebuah tong sampah besar ditepi jalan.
Hal tiba-tiba yang tentu membuat adik kelasnya terkejud. Apalagi saat mendapati wajah pucat pasi yang kini menghiasi Shanin.
"Kak?" Shanaya memanggil, bahkan ia berusaha untuk mengguncang bahu Shanin pelan.
Membuat gadis disebelahnya lambat laun merespon, meski dengan pandangan yang masih terlihat kosong.
"Kakak gak pa-pa?" Mencoba kembali bertanya, kembali pula ia tak mendapati respon langsung.
Hanya hembusan napas panjang saja yang terdengar, sebelum dengan perlahan, manik berkaca-kaca Shanin terangkat.
Kembali menatap ke arah tiga gadis berseragam sekolah yang terlihat baru saja keluar dari dalam toko buku. Dengan ditemani gelak tawa yang sesekali terdengar.
Kebahagiaan yang membuat Shanin tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya dengan setetes air mata yang jatuh.
"Shanaya maaf," dengan suara bergetar, sekuat tenaga Shanin berucap, "Kayaknya kita tunda dulu beli bukunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanin's Diary 2
Fiksi RemajaSiapa yang tak mengenal Shanindya Violetta? Gadis berparas menawan dengan kepala berhias rambut ungu terangnya itu, tentu sangat mudah untuk dikenali. Si gadis berbadan mungil dengan otak dua seringgit yang berhasil masuk ke dalam sebuah persahabata...