23• Tangis Tengah Malam

3.4K 506 30
                                    


And i'm still loving you
Im sorry

And i'm still loving youIm sorry

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




[DUAPULUH TIGA]





SEUSAI membersihkan diri di kamar mandi dan mengganti seragam sekolahnya menggunakan piyama bunga-bunga kebanggaannya, Shanin terlihat merebahkan dirinya lemah diatas kasur.

Bersyukur karna ia dapat melewati hari buruknya dengan cukup baik. Meski bayang-bayang akan Abby tetap sekurang ajar itu terputar di dalam benaknya.

Karna memang, sejak setahun lalu, tepatnya saat Abby dipaksa untuk keluar dari sekolah akibat insiden yang menimpa Shanin, dirinya sama sekali tak pernah lagi mendengar kabar mengenai sosok itu.

Bahkan Trista dan Leah yang juga dikeluarkan tepat tiga bulan setelahnya-pun, juga seakan menghilang di telan bumi.

Berpikir kalau saat itu, tak akan ada lagi orang yang dapat menjahatinya. Berpikir kalau semua masa lalu kelamnya sudah berakhir.

Lucu memang, disaat sosok yang kalian harapkan dapat menderita seumur hidup, justru masih dapat bernapas dan tertawa dengan lebar seperti yang tadi Shanin lihat.

Berusaha kembali mengenyahkan wajah dipenuhi senyum lebar itu, Shanin dengan diemani hembusan napas panjangnya terlihat meraih ponsel yang tadi sempat ia letakkan diatas nakas.

Berniat untuk bermain games atau sekedar melihat berita terbaru di dunia maya. Hanya ingin menghilangkan penat yang menghajarnya.

Sebelum tanpa diundang, sebuah panggilan masuk yang berasal dari tak asing itu muncul di dalam layar.

Sempat menimang beberapa saat kala Arkan adalah sosok yang malam ini menghubunginya dengan tiba-tiba setelah menghilang selama beberapa saat.

Namun bukan Shanin namanya jika dapat menahan ambekannya lebih lama lagi, karna setelah mengangguk yakin, tombol hijau itupun terlihat dirinya geser.

"Halo, Arkan?" Ditemani nada 'tak bersahabat' yang tentu dirinya buat-buat, Shanin menyapa.

Lima detik, sepuluh detik, bahkan sampai tiga puluh detik berlalu, sapaan balik itu belum juga Shanin dapati.

Membuat gadis itu sempat menjauhkan ponselnya untuk kemudian melihat panggilan yang masih tersambung.

"Arkan?" Kedua kali bersuara, kedua kali juga ia tak mendapati jawaban.

Membuat tubuh Shanin tanpa sadar bangkit dari posisi tidurannya. Beranjak duduk dengan kening bertaut.

"Arkan gak lucu ya. Shanin marah beneran nanti kalo Arkan—"

"Nin?" Dengan lemah, Arkan memotong ancaman yang akan Shanin beri.

Dapat menangkap jelas suara parau diikuti napas tercekat Arkan dari dalam ponsel. Membuat jantung Shanin berdetak lebih cepat ditemani rasa kekhawatiran yang hampir memuncak.

Shanin's Diary 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang