perpisahan bukan jawaban untuk menyelesaikan sebuah masalah,
kejujuranlah jalan keluarnya
[TUJUH BELAS]ADA begitu banyak hal yang saat ini menari-nari dibenak Shanin, dan nama Arkan adalah salah satu dari sekian hal yang berhasil membuat gadis berpiyama bunga-bunga itu melamun.
Hanya terlihat duduk diatas meja belajar putihnya dengan pandangan yang lurus menatap ke arah jendela kaca, yang gadis itu biarkan terbuka lebar.
Mendatangkan angin malam yang membuat Shanin dapat sedikit bernapas dari banyaknya hal yang kini tak berjalan sesuai rencananya.
Dimulai dari kandasnya hubungan Shanin dengan Arga, kedekatan Pandu dan Dina yang masih belum bisa dirinya terima, sampai misteri Arkan yang belum juga terpecahkan.
Semua kejadian itu hanya begitu, rumit. Sampai Shanin tak berhasil menemukan jalan keluarnya, bahkan setelah ia berpikir selama lebih kurang tiga jam.
Hingga suara bel yang berbunyi, tanpa sadar membuat gadis itu terperanjat. Tidak pernah mengharapkan kehadiran tamu disaat jam sudah menunjuk pada pukul dua belas malam.
Menimang apa ia harus membukanya atau tidak, meski diakhir, Shanin tetap akan menjadi pemilik rumah yang memiliki setidaknya sopan santun.
Terlihat berjalan menuju anak tangga sebelum melanjutkan langkah ke arah pintu utama. Tak memiliki niat untuk mengecek atau sekedar bertanya menganai siapa sosok yang sudah mengganggu lamunannya itu melalui intercom.
"Arga?"
Dan sosok itu, adalah seseorang yang muncul begitu Shanin membuka pintu penghalang.
Mendapati Arga dengan ditemani hembusan napas berbau alkohol yang tanpa permisi masuk ke dalam indra penciuman Shanin.
Baru menyadari penampilan kacau cowok itu, belum lagi sebuah lebam yang kini menghuni sisi wajahnya. Membuat Arga semakin tampak menyedihkan pagi ini.
"Hai."
Sapa cowok itu dengan diikuti cengiran bodohnya sebelum tiga detik setelahnya, Arga yang tak bisa menjaga keseimbangan karna pengaruh dari minuman keras itu perlahan ambruk tepat di pelukan Shanin.
Bersyukur karna gadis itu dapat menangkap tubuh besar Arga dengan sigap agar cowok itu tidak jatuh ke lantai. Mencoba untuk menstabilkan pijakannya agar dapat menahan beban dipeluknnya tentu bukanlah hal mudah bagi tubuh sekecil Shanin.
"Arga?" Gadis itu memanggil, berharap Arga masih memiliki setidaknya sedikit kesadaran untuk dapat berjalan.
"Miss me?" Gumamnya disela-sela pelukan, "Cause, i miss you. So bad."
Ada tarikan napas panjang yang gadis itu keluarkan saat ucapan manis Arga terdengar. Tentu ia merindukannya, bagaimana seseorang yang dua puluh empat jam selalu ada untuknya mendadak hilang begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shanin's Diary 2
Ficção AdolescenteSiapa yang tak mengenal Shanindya Violetta? Gadis berparas menawan dengan kepala berhias rambut ungu terangnya itu, tentu sangat mudah untuk dikenali. Si gadis berbadan mungil dengan otak dua seringgit yang berhasil masuk ke dalam sebuah persahabata...