21. U

8.5K 1.4K 194
                                    

Hai

Sentuh bintang di pojok untuk chapter selanjutnya.






©najenong








"Na lepas, ga usah gandengan"

"Sssttt udah diam aja"

"Nanti kalau ada yang lihat gimana?"

"Maka aku akan mengatakan dengan lantang kalau aku mencintaimu"






Krriiiiingggg!!!!

Suara nyaring alarm membuat Jaemin terbangun dari mimpi indahnya, mengerjap beberapa kali lalu menghembuskan nafas gusar. Dua minggu ini Jaemin sibuk menghindari Jeno, nomor Jeno sudah ia blokir jauh-jauh hari tapi pemuda sipit itu masih kekuh untuk datang menemuinya.

Sebenarnya Jaemin lelah, bermain petak umpen bersama Jeno sungguh menyiksanya. Tapi setiap melihat sorot penuh harap Jeno untuknya Jaemin ingin pergi melarikan diri seperti pengecut. Cukup Jaemin tak ingin menambah beban hidup lagi, pundaknya sudah tak sekokoh dulu lagi.

Jika waktu bisa di putar Jaemin akan berlari maju paling depan mengubah suatu di masa lalu akan tak pernah terjadi sampai membuatnya menyesal.

Seperti yang di harapkan, Jeno masih menunggunya dia berdiri tegap tepat didepan pintu, Jaemin memundurkan wajahnya dari pintu. Pagi-pagi sekali Jeno akan berdiri di depan pintu apartemenya lalu pergi saat jam menunjukan pukul delapan pagi, lalu kembali datang saat pukul lima sore berdiri menjulang menunggu Jaemin pulang, saat Jeno mulai mengantuk baru ia pergi. Hal itu berlangsung sejak Jaemin marah saat itu.

Jeno hanya ingin bicara tapi Jaemin tak mau mendengarkan, seribu maaf yang Jeno ucapkan tak Jaemin dengar. Ia menutup mata dan telinga mungkin juga akan menutup hati ke depanya.

"Hallo Chan ada apa?" Jeno mengangkat telpon dari Chandra atau yang pria dengan nama panggung Haechan di sebrang sana.

Iparnya itu mengomel panjang lebar menyuruhnya agar kesana, Jeno menghela nafas gusar menatap nanar pintu yang selalu tertutup di depanya. Semarah itu kah jaemin sampai tak sudi melihatnya?

"Iya sepuluh menit lagi Chan"

Sambungan terputus, Jeno menyimpan lagi ponselnya dalam saku celana. Langkahnya ia bawa mendekat berbisik pada pintu.

"Jaemin kumohon buka pintumu untukku..."

Hening

Lima menit sudah Jeno berharap penuh tapi pintu tak kunjung terbuka lalu melangkah pergi dengan sesak luar biasa.






🐶🐶🐶






"Selamat pagi" Jaemin tersenyum lebar saat pintu coklat itu terbuka lebar, mau tak mau tuan rumah turut tersenyum saat melihat Jaemin berdiri dengan wajah tampan didepanya.

"Lia udah siap Mbak?" Tanyanya.

"Lagi dandan tuh, masuk aja Na" Kakak perempuan Lia, Karina mempersilahkan dia masuk lalu dengan sopan ia duduk dengan anggun di sofa ruang tamu.

Empat tahun lalu keluarga Lia pindah kesini, tiga puluh menit perjalanan dari tempat Jaemin tinggal. Lumayan Jauh dari pusat kota. Seperti yang ia janjikan kemarin hari ini ia akan pergi berkencan dengan kekasihnya.

"Gimana kabar keluarga kamu Nasuha?" Karin datang dengan secangkir kopi dalam nampan, Jaemin tersenyum menanggapi.

"Baik Mbak, kemarin Jisung sempat kena musibah tapi syukur sekarang udah baikan" Karina tampak mengangguk faham, Jaemin ingin bertanya ini sejak pertama kali bertemu dengan Lia di rumah sakit.

Benang Merah (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang