©najenong
Pagi hari langit yang harusnya cerah malah di hiasi mendung. Jaemin tersenyum tipis, Sejak beberapa hari langit selalu tampak murung enggan untuk tersenyum.
Pemuda manis itu tetap diam di lobi tak ada niat untuk menggeser satu senti pun dari tempatnya berdiri.
Langit mendung dan hujan, menyimpan arti sendiri untuk seorang Arya Jaemin Nasuha.
Jaemin menyukai hujan, tapi Jaemin juga membenci hujan.
Rintik hujan selalu membawanya pada perasaan rindu kepada seseorang yang dulu pernah menghiasi hari-hari Jaemin kala itu.
"Hai apa kabar?" Sapanya pada hujan yang perlahan turun.
"Aku..... rindu..."
Para karyawan segera berhamburan untuk berteduh, tidak ingin pakaian yang mereka setrika sampai licin kusut atau bahkan basah karna air hujan. Tapi pemuda itu tetap diam, dia abai pada cipratan air hujan yang kini mengenai sepatu dan celana yang ia kenakan.
Padahal Januari belum tiba, tapi sudah turun hujan sehari-hari.
Desember adalah musim dingin bagi Jaemin, seperti hatinya yang meringkuk kedinginan di sudut kegelapan.
Merindukan mataharinya yang hilang tak kunjung datang.
🌧️🌧️🌧️
"Jaemin apa jadwal saya selanjutnya?""A? A-ah! Itu makan siang bersama Tuan Narendra Pak" Jaemin tertunduk malu karna Renjun mendapati dia tengah tidak fokus.
"Ah Narendra, aku merindukan tawa pria itu"
Jaemin hanya tersenyum menanggapi.
"Ayo Jaemin ikut dengan ku" Renjun beranjak dari kursi kebesarannya lalu menarik paksa Jaemin untuk ikut dengannya.
"E-Eh pak tapi kan belum waktunya makan siang"
"Di sini aku bosnya" Jaemin mendengus.
Selama hidupnya Jaemin baru tiga kali menginjakan kaki di restoran mewah, dan itu semua karna Renjun yang mengajaknya. Seperti saat ini ia duduk di ruangan VIP yang sudah di pesan jauh-jauh hari. Padahal hanya sekedar makan tapi bisa menghabiskan beberapa juta. Jaemin dalam hati terus berkata betapa borosnya para orang kaya.
"Bagaimana perusahaanmu?" Tanya Renjun pada pria beralis camar tersebut.
Mark Lee Narendra, Pria yang ramah penuh tawa. Tapi sorot matanya tampak memikul beban berat di kedua bahunya.
"Hahahahahaha" Pria itu malah tertawa.
"Berhentilah tertawa atau sekretaris ku akan menganggap mu gila" desis Renjun tak suka lalu melirik Jaemin melalui ekor matanya.
Heh siapa tadi yang bilang rindu tawanya!
"Aku tidak punya perusahaan Ren"
"Bukankah mertuamu akan menyerahkan jabatannya padamu?"
"Aku menolaknya, tapi istriku selalu memaksa. Kau tau aku tidak pantas untuk itu"
"Istrimu anak tunggal, Tuan Chandra juga semakin tua. Apa kau tidak kasihan kepada mertuamu yang sudah tua itu? Ambil alih tanggung jawabnya lalu biarkan dia menikmati masa tuanya" jelas Renjun.
Jaemin hanya diam menikmati makanannya, sejak tadi mulutnya tak henti mengunyah makanan. Jiwa matrialisnya menguar begitu saja.
Sayang banget makanan mahal sebanyak ini kalau ga kemakan semua, aku yang miskin akan menghabiskannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Benang Merah (Nomin)
Fanfiction[JENO x JAEMIN] Jeno harap jodohnya bukan pria! ⚠️ WARNING ⚠️ •ORIGINAL STORY ONLY ON WATTPAD!!!!!!! •Kalau mau ketawa harus mikir dulu •Kalau ga ketawa selera humor kita beda berarti :( •Banyak Typo, sebannyak dosa kita. •Boy X Boy! •Nomin lok...