22. V

8.2K 1.2K 168
                                    





© najenong








Semuanya tampak hening, sepi dan dingin. Tapi laki-laki itu tetap membawa langkah kakinya berjalan tak tentu arah, mengabaikan dinginnya angin malam yang membuat tubuhnya menggigil.

Semua berantakan, tak berjalan sebagaimana mestinya. Takdir yang dulu ia tentang kini berbalik pergi meninggalkannya.

Jeno hanya dapat berandai-andai dan memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi dimasa depan. Langkahnya berhenti saat berada di tepi jembatan, dapat ia lihat derasnya air membludak di bawah sana. Entah bumi bagian mana yang tengah dilanda banjir memilukan.

Ia mulai berangan, bagaimana jika ia lompat kesana?

Tidak-tidak, Jeno menggeleng ribut mencoba mengusir bisikan setan di telinganya. Ia tak selemah itu untuk bunuh diri karena cinta.

Tapi...

Rasanya begitu sesak karena sinarnya direnggut begitu saja, apa yang harus ia lakukan?

Meskipun hatinya menolak tapi tubuhnya berkata lain, bisikan setan memang tampak begitu menggiyurkan sampai-sampai ia sudah berdiri memanjat tepi jembatan memandang penuh tantang derasnya air dibawah sana.

"Jaemin kalau aku mati, kamu akan tetap baik-baik saja bukan?" Lirihnya penuh keputusasaan. Jeno itu siapa bagi Jaemin? Pacar juga bukan kalau mau pergi pergi aja, Jaemin juga ga bakal nangis bombai.

Udara saja sudah sedingin ini, bagaimana jika tubuhnya sampai didasar sungai nanti? Apakah akan mati dalam satu detik atau tersiksa dulu seperti adegan tenggelam di dalam tv?

"Selamat tinggal Jaemin...."





























Cekrek!!



Jeno menoleh saat bunyi rana kamera terdengar nyaring memecah kesunyian.

"Kenapa berhenti bang? Mangga diteruskan"

Jeno mendengus, mencoba mengabaikan ekstensi seorang pria dengan jaket hijau khas ojol yang kini tengah mengangkat ponsel kearahnya. Ia harus fokus atau misi bunuh dirinya akan gagal.

"Ck! ganggu aja manusia" decaknya sebal.

Tapi ia segera sadar, ada sesuatu yang salah disini! Matanya menatap tajam Mas ojol yang jelas-jelas sedang merekamnya.

"Masnya kok malah ngerekam sih bukanya di cegah supaya gagal bundir"

Mas ojol berdecak tak suka, "Nanti kalau masnya udah lompat saya baru panggil polisi. Tenang saja saya mau kok jadi saksi"

"Ayo mas dilanjutkan masuk konten ini masuk konten! Nanti masnya bakal terkenal masuk berita harian koran sama tv!"

Jeno hanya membuka mulut lebar, beneran udah gila. Buat apa namanya terkenal tapi ia sudah mati?

Moodnya jadi hancur terpaksa ia turun dari pembatas jembatan dengan hati-hati lalu dengan langkah dongkol mendekat ke arah mas ojol.

"Wah tetep ganteng ya, padahal kamera hape kentang"

"Fiks, bakal fyp kalau ini"

"Mas kok kejam sih, saya sedang patah hati Lo ini"

Mas ojol itu segera menyimpan ponselnya lalu menatap raut wajah Jeno yang tampak putus asa. "Dasar lemah putus cinta doang mau bunuh diri"

"Kan sakit hiks..." Nangis lah si Jeno, Mas ojol dengan berbaik hati merentangkan tangan guna memberi pelukan penenang.

"Jangan nangisin orang yang bukan jodoh kita mas, ga guna"

Benang Merah (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang