48

465 18 0
                                    

"Kita mulai dari awal."



Kesehatan Febrian sudah membaik dari beberapa minggu yang lalu. Dan sekarang dia sudah bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa. Kaki kanan yang kala itu patah sudah sembuh walaupun belum sepenuhnya sembuh total.

Sesuai janjinya dulu, dia akan mengajak gadisnya berjalan-jalan dan saat ini waktu yang tepat untuk mengwujudkannya.

"Mau ke mana, sih?" Gadis yang memakai dress hitam bunga-bunga itu membalikkan tubuhnya,  Febrian mendongak sedikit lalu tersenyum senang melihat gadisnya sangat cocok dengan baju yang dia beli dulu.

"Ada deh." 

Acha mendecak, dia memilih melihat ke keluar daripada terus-terusan bertanya kepada laki-laki di sampingnya.

"Aduh, ada yang marah nih?" 

Acha mendongak kecil selagi bibirnya mengerucut kedepan. "Gemes banget, sih." Tangannya Febrian mengelus rambut gadis di sampingnya.

Acha menepis tangan yang ada di kepalanya. "Ih, berantakan." 

"Ya, maaf."

Febrian menatap wajah gadis di sampingnya dengan penuh  kekaguman, sosok cinta pertamanya sekarang sudah ada di genggaman tangannya lagi. 

Acha mengangguk, lalu berdecak. "Iya, fokus ke jalan aja, jangan gombal mulu." Febrian mengangguk paham tanpa menoleh kearah Acha.

"Siap, Bu, Alamsyah."

Hubungan Acha dan keluarganya sudah membaik. Sama seperti masalah orang tuanya yang dulu belum selesai tapi sekarang sudah. Karena mereka memaafkan satu sama lain. Dan hidup dengan keluarga masing-masing.

Andrean dan juga Sari sudah sama-sama saling memaafkan. Mereka bersama membesarkan Acha yang sudah dewasa untuk menebus kesalahan di masa lalu.
Andrean dan juga Salsa sekarang menetap di Jakarta. Rumahnya tepat di sebelah rumah putrinya, karena mereka  ingin selalu ada untuknya dan tidak mau berjauhan.

"Kok engga nyampe-nyampe, lama banget?" Pinggang gadis itu seakan pisah dari tubuhnya, dia memijat pinggangnya yang nyeri akibat terlalu banya duduk di dalam mobil.

"Sabar."

Acha kembali mendecak tanpa di sadari oleh laki-laki di sampingnya, seharusnya dia tidak  menyetujui ucapan Febrian jika akhirnya begini. Harus menunggu sangat lama untuk sampai di tempat tujuan.

"Bukannya ini jalan ke pantai, ya?"  Febrian mengangguk.

Acha menggelengkan kepalanya, dia tidak percaya kalau tujuannya adalah ke pantai. Tempat yang sangat-sangat di tunggu-tunggu sepanjang waktu. Dan sekarang mimpinya satu per satu terwujud dengan keindahan dan juga hikmahnya masing-masing.

Acha merentangkan tangannya, membiarkan angin kencang menerjang tubuh mungilnya. Mata tertutup rapat, suara ombak begitu menggemuruh di telinganya.

Dia merasakan kenyamanan di sini.

Febrian tersenyum, dia masih tidak percaya bahwa yang di sampingnya adalah sahabat kecilnya. Gadis yang begitu dia sangat cintai sampai kapanpun, kesempatan hidup kembali yang diberikan Tuhan tidak mungkin Febrian sia-sia sampai kapanpun.

Febrian menyentuh wajah Acha dengan tangannya. Senyum terpancar dari bibir manisnya. "Makasih." bisiknya, Acha pun membuka kelopak matanya.

Matanya beradu, menatap lekat mata hitam pekat milik gadis di hadapannya. Senyum manis, rambut terurai dan leher yang mengoda.

Acha tersenyum. "Makasih untuk apa?" 

Febrian tersenyum manis, sembari mengedipkan sebelah kanan matanya. "Untuk segalanya."

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang