33

243 20 0
                                    







Cahaya matahari mulai menghilang saat ini digantikan senja yang sangat indah. Setelah beberapa jam mereka terjebak macet total. Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak. Dan memesan makan untuk mengganjal rasa lapar juga melakukan kewajiban seorang muslim. Setelah Sholat, mereka semua berkumpul mencari tempat makan yang enak di sekitar masjid tempat mereka saat ini terdiam.

"Di mana?" tanya Siska seraya memegang perutnya lapar.

Merekapun menggelengkan kepalanya. "Tadi, gue lihat di sana warung nasi tapi tempatnya kecil. Engga apa-apakan?"  Acha  menunjuk ke arah utara.

Mereka semua mengangguk. "Engga apa-apa, dari pada gue mati konyol. Mati karena kelaparan!" sahut Siska kemudian di timpali anggukan oleh semua.

"Kunci motor bawa!" ucap Putri mengingatkan. "Iya bawa takut ada yang ambil," Amel pun membenarkan. Kita tidak tau masalah akan datang kapan saja bisa sekarang, besok atau pula hari esoknya lagi.

Mereka berjalan di bawah bulan purnama, yang seolah menerangi jalanan yang tampak sedikit redup oleh cahaya. Mereka sangat bersyukur bisa terbebas dari kemacetan, tinggal sedikit lagi mereka sampai ke Bandung.

"Di mana?"  Acha menunjuk warung di pinggir jalan yang sudah hampir sepi oleh pelanggan.

Sesampainya di sana, mereka memesan apa yang mereka semua mau. Bebas, ada Semur jengkol, daging ayam; goreng maupun bakar, sayur sop, ikan bakar dan masih banyak lagi.  Mereka membawa makanan ke atas meja, mulai menyantapnya dengan lahap. Kata orang memang bener, ketika kita sedang kelaparan makan apapun juga sangat terasa nikmat di lidah. Sama seperti saat ini sangat nikmat dan juga lezat liat saja Fadil dan Aldi yang sudah menambah beberapa kali.

"Kenyang!" Siska menepuk perutnya diikuti oleh yang lainnya.

"Nikmat tiada tara," ucap Fadil sembari sendawa begitu keras membuat yang lain tertawa.

"Mau lanjutin perjalanan, apa istirahat dulu?" tanya Febrian setelah selesai membayar semua tagihan.

"Menurut gue sih lanjutin," saran Siska yang lain pun mengangguk.

"Bol, lanjut apa gimana?"

Acha hanya mengangguk. Dia sudah cape, badannya sudah remuk dan butuh istirahat.
Mereka pun melanjutkan perjalanannya sudah cukup jauh. Apalagi kali ini mereka terjebak macet lagi akan tetapi tidak seperti tadi yang tidak bisa bergerak sedikitpun.

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, mereka baru saja sampai di bandung.
Mereka berada di tempat tujuannya dari tiga hari ke belakang sudah mereka rencanakan yaitu rumah milik keluarga Febrian di Bandung.

Acha tersenyum, berusaha menahan air mata jatuh satu persatu air mata itu membasahi pipi mulusnya. Lagi, lagi, gadis itu tersenyum miris, sudah lama dia tak berpijak ke kota ini ini. Kenangan bersama seseorang terlintas begitu saja, taman bermain, rumah pohon dan tempat pertama kali mereka bertemu. Gadis itu bertekad untuk  mendatangi tempat itu lagi, mengulang cerita dengan orang yang baru dan membuat cerita baru tentunya.

"Hey, kenapa, Bol?"

"Gue kangen."  Acha  menghapus jejak air matanya.

Febrian tersenyum lalu mengelus surai hitam Acha. "Ini 'kan udah sampai Bandung, besok kangen-kangenannya. Sekarang istirahat!" Acha mengangguk sembari berjalan mengikuti langkah kaki di depannya.

"Rumah siapa?" tanya Siska sembari melihat sekeliling tampak indah dengan rumah minimalis bernuansa Eropa dan juga di kelilingi pohon-pohon yang rindang membuat rumah ini terasa sangat sejuk.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang