29

273 15 0
                                    



Ujian hari terakhir selesai, Acha menghela napas lega. Beranjak dari tempat duduk yang setia menemaninya beberapa hari, berjalan menuju Amel tapi niatnya dia urungkan karena melihat Febrian dan Tita di belakang sahabatnya duduk.

Gadis itu memutuskan untuk mengirim pesan singkat padanya, pesan itu dibaca bersamaan dengan Amel yang menoleh kearahnya sambil mengangguk. Acha beranjak di ikuti oleh sahabatnya itu, sembari membawa tas miliknya.

Amel memepuk pundak Acha. "Balik?"

Gadis itu mengangguk. "Iya, kasih tau mereka berdua. Kita semua baliknya ke rumah gue, makan-makan dulu."

Mata gadis Amel berbinar. "Makan-makan?"

"Iya."

Amel bersorak, perutnya sudah lapar sekali saat ini. "Oke, gue kasih kabar mereka dulu."

Amel bertanya. "Kita nunggu mereka berdua di mana?"

"Parkiraan."

"Oke."

_

"Gimana ulangannya mudah?"

Putri menggelengkan kepalanya selagi mulutnya mengunyah makan yang di santap barusan. "Susah, Tante. Putri engga ngerti."

Amel memgangguk. "Apalagi Amel duduknya di depan guru, nengok sedikit dah mati sama guru."

Acha menggeleng-gelengkan kepalanya. "Makannya belajar, cantik."

Amel dan Putri mendengus kesal, Siska tampak tak acuh. Dia sibuk menyantap makan yang ada di depannya bari pada berbicara seperti itu.

"Udah-udah." Sari menyerka pembicaraan mereka, ia menyodorkan sesuatu kearah mereka. "Ini uang untuk kalian di Bandung."

Semua menatap pada Sari, mereka menggeleng. Menolak pemberian dari Mamahnya sahabatnya, uangnya terlalu banyak untuk mereka berempat yang hanya di sana dua minggu.

"Engga, Tante. Kami engga bisa nerima itu, banyak banget itu, Tan."

Sari menyodorkan amplop  pada Putri, gadis itu menyerahkan lagi. "Maaf, Tante. Putri engga bisa nerima."

Sari mengangguk. "Tolong jagain Acha, ya, sayang."

Mereka bertiga mengangguk. "Siap, Tan."

Malam harinya, mereka semua memutuskan untuk menginap. Gadis itu memandang langit dari balkon rumahnya, menghirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

Suasana tampak indah dan nyaman, Sari tersenyum  menepuk pundak anaknya. "Sayang."

Gadis itu menoleh. "Iya, Mah."

Sari menyodorkan sesuatu, sebuah surat berisikan alamat rumah Acha yang satunya lagi. Lumayan yang lebih jauh dari tempat dulu mereka tinggal. "Mamah kasih alamat ini supaya kamu inget di mana, karena Mamah takut kamu lupa."

Acha tersenyum. "Iya, Mah. Makasih."

Sari memeluk anaknya kuat. "Apapun yang terjadi, kamu tetap anak Mamah yang paling kuat."

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang