26

290 18 0
                                    

Suratnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suratnya






















"Apa maksudnya ini, Mah?"

"Entahlah Nak, Mamah juga gak tau apa maksudnya. Carilah kebenarannya sendiri, Mamah tak sanggup untuk berceritanya apalagi membaca surat itu."

Acha mengangguk, rasa penasaran mendominasi otaknya. Dia ingin cepat-cepat pergi ke Bandung untuk memecahkan teka-teki tentang masa lalu dia dan juga orang tuanya. Dan, membuatnya sedikit sebal adalah sang Mamah kekeh, harus pergi ke Bandung harus bersama Febrian.

Acha tersenyum kecut. "Apa harus sama Febrian ke sana, Mah?" Sari pun mengangguk tangannya mengelus rambut sang anak dengan lembut. Hatinya serasa lega bisa memeluk dan mengelus putri semata wayangnya.

Sari tersenyum. "Iya, kalau engga Mamah engga bakal izinin kamu pergi ke sana. Bahaya Nak, kamu orang baru."

Acha kembali mengangguk padahal di dalam hatinya menolak setiap ucapan dari sang Mamah. Tapi, apalah daya dia harus menghapus rasa penasaran di dalam hatinya yang setiap saat semakin besar.  Semoga saja dia tidak akan menyebalkan seperti biasannya.

"Yaudah, Mah ke kamar dulu, cape mau rebahan. Good night." Sari mencium sang anak, melenggang pergi dan menghilang dari pandangan Acha.

Gadis itu menghela napas gusar, tidak bisa di ganggu gugat semuanya harus seperti itu.  Ia mengeluarkan ponsel dari saku rok miliknya, mengetik sesuatu di grup, memberitahukan tentang kepergiannya ke Bandung dan mengajak mereka ikut.

|Besok gue bicara sama lo pada.|

Gadis itu kembali mematikan ponselnya, beranjak dari ruang tadi menuju kamar mandi

_


Sinar berwarna jingga bersinar sempurna, menyinari seseorang yang tampak berlari berkeliling lapangan. Tangan gadis itu melindunginya dari sinar matahari, keningnya bercucuran peluh. Dirinya telat beberapa menit dan diberi hukuman berlari oleh Febrian.

Setelah selesai, dia memutuskan untuk meneduh di pinggir lapang yang tidak jaih dari dirinya tadi.

"Cape?" tanya seseorang di belakang Acha. Gadis itu pun mendongak kearah laki-laki itu, wajahnya berubah seketika. Mengerutkan bibirnya ke depan seraya masih mengatur napas.


"Hm." Hanya itu yang diucapkannya. Rasanya dia tak ingin berbicara dengan laki-laki dihadapannya, yang membuatnya  kesal  setiap waktu.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang