21

300 21 0
                                    

"Kita berbeda."






S

enyi dan hening mengemuruh di dalam hati. Gudang tampak tak terurus, sang surya pun sangat enggan masuk ke dalam. Di ujung ruangan terdapat beberapa sampah berserakan di mana-mana seperti botol air mineral, plastik sisa makanan ringan dan masih banyak lagi. Kardus-kardus tersusun rapih di sebelah kanan. Lantai terlihat kotor dan banyak sekali debu yang menempel di setiap ruangan ini.

Hanya ada dua meja dan satu kursi lalu seorang laki-laki tengah duduk dengan nyaman. Menyilangkan kakinya ke atas meja lalu Memetikan rokok dan sekali-kali menghembuskannya lewat mulut menjadi sekumpulan asap-asap yang sedikit pekat.

"Gue kira lo gak merokok." Suara seseorang membuat Febrian tersentak, reflek dia membalikkan tubuhnya. Matanya menatap tajam kearah seseorang di ambang pintu.

"Ngapain lo di sini, Ganggu hidup orang," bentak Febrian seraya menghisap rokok di tangannya. Dia berjalan kearah gadis di dekat pintu gudang yang sudah terbuka dengan lebar.

"Dulu gue kira lo engga sama kaya cowok lain, tapi lo sama aja bangsat!" Emosi Acha semakin memuncak. Tangannya mengepal kuat menahan emosi di dalam tubuhnya. Bodoh, dia sudah tertipu oleh sifat lugu laki-laki itu.

"Apa urusan lo, mau ngatur gue, silahkan. Tapi, gue gak sudi." Febrian memalingkan wajahnya ke lain arah. Rahangnya seketika mengeras menahan emosi. Jari-jari tangannya mengepal erat seakan ingin menerkam mangsa dihadapannya.

Laki-laki itu tertawa nyaring. Netranya menatap gadis dihadapannya dengan penuh amarah.  Acha mengernyitkan keningnya. "Karena gue tolak, lo jadi berubah begini?" murka Acha. Febrian langsung mengebrak meja dihadapannya keras membuat gadis itu tersentak.

"Cih ... Gak ada sangkut pautnya sama lo, bego!"

Laki-laki itu mendorong kening sang gadis cukup keras membuat sang korban mundur beberapa langkah akibat dorongan tersebut.

Acha tersenyum smirk. "Terus lo berubah karena apa? Gue yakin lo berubah karena gue tolakkan!" Amarah Acha kembali terpancing. Dia menatap laki-laki di depannya dengan tatapan tajam.

"Kalau karena lo kenapa? Gue mau denger alasan lo nolak gue," ucap Febrian dengan nada mengejek.

"Karena, gue gak suka sama lo!" Tangan Acha menunjuk wajah Febrian.

Laki-laki itu tertawa nyaring. "Terus siapa yang lo suka?" tanya Febrian sembari merubah posisinya menjadi duduk di atas meja seraya mengisap dalam-dalam rokok di tangannya. Kemudian, menghembuskannya tepat di wajah Acha membuat gadis itu menghela napas.

"Bukan urusan lo." 

Gadis itu  beranjak meninggalkan gudang yang sudah lama tak terpakai. Tiba-tiba tangan laki-laki itu mencekal lengan Acha dengan keras kemudian tangannya beralih mencengkram bahu gadis dengan kuat membuat dia meringis kesakitan.

"Jawab!"

"Gue gak cinta sama lo, Gue cinta sama Bi. Tapi sayang dia udah MATI!"

Acha berusaha melepaskan cengkraman di bahunya yang setiap waktu semakin keras membuat bahunya terasa sakit.  "Ngapain lo cinta masa orang mati, Gak ada guna," sentak Febrian setelah melepas cengkraman dari bahu Acha. ke-dua tangannya mengepal dengan erat. Matanya menangkap gadis dihadapannya tengah menahan emosi. Acha berjalan mendekat ke arah Febrian lalu mendorongnya dengan kuat seraya terkekeh.

"Hahaha ... Gue emang bodoh. Tapi dia gak mati buat gue, harusnya lo yang mati karena cinta, bego. Lo berubah, Mana? Katanya gak akan nyerah. Lo sama aja brengsek sama kaya laki-laki di luaran sana!"

Acha menghembuskan napas kasar, emosinya tidak kunjung surut. Laki-laki dihadapannya terus memancing amarahnya keluar terus menerus tanpa henti. Apalagi jika menyangkut sahabatnya yang sudah tiada.

Laki-laki itu mendekatinya kemudian membisikkan sesuatu di telingga kanan Acha membuatnya menggidik ngeri. Gadis itu mundur beberapa langkah menjauh dari laki-laki yang tadinya cupu kini berubah menjadi singa yang kelaparan.

"Gue mau pulang,"

Acha ketakutan. Dia terus memohon pada Febrian supaya tidak menghukumnya. Seperti apa yang dibisikannya ke gadis itu dengan nada mengerikan membuat bulu kuduk merinding. Dia takut laki-laki dihadapannya melakukan sesuatu yang macam-macam kepadanya.

"Ikut gue!"

Febrian menarik dengan keras dengan terpaksa Acha mengikuti langkah laki-laki di depannya.

Gadis itu ketakutan, suasana koridor benar-benar sepi, matahari susah meredup dari tadi. Suara Adzan magrib terdengar nyaring di telingga Acha. Netranya memandang setiap sudut ruangan terlihat tidak berpenghuni.

Acha melirik sekilas laki-laki dihadapannya terlihat sedang menahan amarah yang sangat besar. Gadis itu mengidik ngeri, apa yang akan dilakukan laki-laki itu? Menghukumnya seperti apa? apa dia akan mengajak ke suatu tempatnya sunyi.

Semua itu melintas di benak dan pikiran Acha saat ini.

Febrian mendorong tubuh mungil Acha masuk ke dalam mobil dengan cukup keras. Kemudian, laki-laki itu masuk dan menstaternya membelah jalanan yang lumayan cukup padat.

"Mau bawa gue ke mana?" tanya Acha pada Febrian. Laki-laki itu meliriknya sekilas kemudian membuangnya ke lain arah.

Ini bukan tentang novel yang selalu Acha baca setiap saat. Ini kehidupan nyata, laki-laki di kehidupan nyata berbeda dengan gambaran visual di aplikasi wattpad. Laki-laki dingin biasanya diam-diam menghanyutkan, lebih bahaya dari yang banyak bicara.

Acha mengidik ngeri, saat mobil Febrian melewati hutan yang sangat gelap. Hawa dingin pun mencengkram di mana-mana. Tidak ada percakapan sama sekali keduanya diam membisu. Sekali-kali Acha meringis sakit di bahunya pasti memar.

Mobil berhenti di sebuah gubuk hampir tidak layak pakai. suasananya gelap gulita, hanya lilin kecil yang menyala tapi tinggal setengah. Acha mengidik ngeri, apa yang akan dia lakukan? Apa dia akan melakukan perbuatan dibatas wajar.

"Turun!"

Suara Febrian membuat Acha tersentak. Gadis itu menggelengkan kepalanya, menggigit bibir bagian luar dengan keras.

Tubuhnya seakan-akan mengigil dan gemetaran. Air matanya luruh tak terbendung hanya gelengan kepala yang bisa gadis itu lakukan saat ini. Lidahnya serasa peluh tidak bisa digunakan lagi untuk bicara.

Febrian segera menarik gadis itu keluar dengan susah payah. Menariknya menuju gubuk yang sanggat sepi dan sedikit horor. Suasananya sedikit mencengkram, seperti ada yang mengawasi dari belakang dan juga depan. Hawa dingin mendominasi saat ini, kakinya berat untuk di langkahkan kelain arah.

"Ikut gue."

Febrian pada gadis di belakangnya keliatan ketakutan luar biasa. Laki-laki itu tersenyum saat ini, karena bisa membawa gadis ini ke gubuk yang tak berpenghuni.

....

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang