42

275 20 0
                                    


"Sampai detik ini, gue masih berjuang!"


Mobil yang di tumpanginya telah berhenti tepat di depan rumahnya. Gadis itu keluar, mengangguk pada Pak Ahmad yang baru saja meninggalkan perkarangan rumahnya.

Acha menghela napas, membuka pintu. Sari menatapnya dengan bingung, Acha mencium pundak tangannya.

"Kenapa cerita sama Mamah?"

Tangis gadis itu pecah, pertahanannya hancur sudah. Sari menarik tangan anaknya, memeluk tubuh gemetaran anaknya.

"Udah, udah, jangan nangis."

Ia mengangguk, melepaskan pelukannya. Sari tersenyum tipis, mengecup kening anaknya singkat. "Apapun terjadi itu sudah takdir."

Acha tersenyum kecut, ia mengangguk. Berpamitan pada Mamahnya, tangannya menarik koper menaiki tangga.

"Mau Mamah bantu?"

Acha menggeleng. "Engga perlu, Mamah istirahat aja."

Sari mengangguk. "Oh, iya, Mah, kalau ada yang cari Acha bilang aja, ya, Acha engga mau di ganggu."

Sari mengangguk paham, pasti  anaknya sedang ada problem di Bandung, tapi masalah apa yang membuatnya murung begitu?

"Kenapa lagi anak itu?"

___

Febrian berlari tergesa-gesa masuk ke rumah Om Andrean setelah mendapatkan  telepon dari Siska. Gadis itu mengatakan bahwa Acha pergi. Entah ke mana?

Laki-laki itu bersuara, ketika sampai di rumah milik orang tuanya gadis itu. "Om, Acha di mana?"

Andrean tersenyum tipis. "Dia sudah pergi."

"Kapan Om, kenapa kita engga tau?"

Andrean kembali tersenyum tipis. "Dia pengen sendiri dulu, engga mau nganggu kalian liburan di sini."

"Dasar anak itu bikin gue jengkel. Dia kira kita siapa, astaga!" Siska mengacak-acak rambutnya. Mengapa sahabat tidak menceritakan semuanya kepadanya, apa yang terjadi dengan dia dan juga Febrian.

"Sebenarnya apa yang terjadi sebenarnya, Om?" tanya  Putri dan  diangguki oleh semua kecuali Febrian yang dari tadi hanya terdiam. Dia hanya menyimak saja dan mulai berbicara ketika dia ditanya.

"Di sini Om engga berhak bicara apapun sama kalian. Kalian bisa tanyain sama Febrian dia punya jawaban apa yang kalian tanyakan tentang putri saya, Acha."

Mereka mengangguk paham. Fadil menarik tangan Febrian keluar rumah setelah Siska meminta izin untuk keluar sebentar. Dia ingin sekali mendengar apa yang terjadi di antara mereka berdua.

"Jelasin semuanya!" seru Siska setelah mereka berada di taman belakang rumah Om Andrean.

Laki-laki di sampingnya bertanya. "Apa Acha udah tau semuanya?" Semua  orang di sana mengerutkan keningnya bingung sembari bertanya-tanya.

Febrian mengangguk. "Iya."

Fadil berdecak. "Apa, kan yang gue bilang, jadinya begini, seharusnya lo jujur dari awal."

Aldi menimpali. "Penyesalan datangnya di akhir."

"Sebenarnya ada apa sih, sumpah gue engga  paham atau apa yang terjadi sama lo sama Acha."

Febrian tersenyum kecut, sudah waktunya dia menceritakan semuanya kepada sahabatnya. Siapa tau mereka punya solusi dari masalahnya saat ini. Dan dia juga harus menyiapkan hati  juga emosinya. Pasti para sahabat Acha akan marah kepadanya karena telah membohongi Acha sejauh ini.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang