10

392 27 0
                                    

"Ternyata bener kata orang, laki-laki itu masih ketika perhatian."




Dering ponsel miliknya terdengar nyaring berhasil membuat gadis itu terbangun dari tidurnya. Tangannya meraih ponsel yang berada di bawah bantal buku miliknya, matanya masih tertutup.

"Siapa sih, ganggu."

Mata gadis itu membulat saat melihat pesan beruntun yang Febrian berikan kepadanya. Gadis itu menghela napas, rupanya dia tidur sangat lama dari pulang sekolah hingga sekarang.

Ponselnya kembali berdering, Febrian menghubunginya melalui telepon. Gadis itu mengangkatnya, tangannya menutup telingga  saat suara Febrian masih semua.

"Apa!"

Febrian berdehem. "Tepatin janji lo!"

"Hem, gue mandi dulu lo tunggu di depan."

Acha beranjak dari ranjang, mengambil handuk di samping lemari dan membersihkan tubuhnya.

Setelah semuanya selesai, gadis itu membukakan pintu utama. Terlihat Febrian sedang duduk sembari memainkan ponselnya, Laki-laki itu menoleh. Berjalan kearahnya lalu keningnya di jitak oleh Febrian dengan sangat keras.

Acha memukul pelan tangan laki-laki itu, entah sudah kebiasaan Febrian selalu saja menjitak keningnya di mana pun. Liat saja keningnya sekarang merah karena ulah laki-laki itu.

"Lo yakin baju itu?" Acha mengangguk.

Febrian melepaskan jaket yang melekat di tubuhnya, memasangkannya ke baju gadis itu. "Dingin, lo pake jaket gue."

Acha mengangguk, lalu tangannya di tarik oleh Febrian. Gadis itu hanya mengikuti langkah kaki di depannya tanpa bersuara sedikit pun, malas sekarang berbicara dengannya.

Febrian membukakan pintu mobil, gadis itu langsung masuk tanpa mengucapkan terima kasih kepadanya. Febrian menghela napas, berjalan  kearah lain lalu menstater mobilnya.

Acha tampak terdiam, tangannya mengeratkan jaket milik laki-laki itu. Harum parfum milik Febrian membuatnya ingin kembali tidur.

Mobil yang di tumpangi mereka berhenti, di tempat makan. Sengaja Febrian mengajak gadis itu makan, karena kata Mbok Imah gadis itu belum makan malam.

"Turun!"

Gadis itu turun berjalan sendiri sedangkan kaki itu tertinggal jauh di parkiran. Febrian menggelengkan kepalanya, berjalan masuk  mencari  di mana Acha ternyata gadis itu tengah duduk di bangku dekat jendela sembari menyangga dagunya dengan napas.

Febrian duduk dihadapannya, tangannya langsung menarik daftar menu yang ada di meja. Tangannya terangkat, laki-laki ity memanggil pelayan.

"Lo mau makan apa?"

Acha menoleh. "Terserah."

Febrian mengangguk. "Yakin terserah gue?"

Acha kekeh dengan jawabannya, Febrian menggambil napas dalam-dalam. Menyebutkan makanan yang di pesan, dua piring nasi goreng dan air teh panas.

"Makan!"

Acha mengangguk, mulai menyantap makanan yang ada di depannya. Sudut bibir laki-laki itu terangkat, membentuk senyuman yang tipis. "Makan yang bener." Acha menjatuhkan sendoknya saat sudut bibirnya di usap oleh Febrian.

Gadis itu tersenyum sangat tipis lalu memgangguk. Mengusap bekas usapan laki-laki itu, sedangkan Febrian menggelengkan kepalannya. "Makan yang banyak supaya lo engga cebol mulu."

Acha memutarkan bola matanya malas, oh Tuhan kenapa  kau persatukan mereka yang tidak searah. Dia ingin sekali melempar laki-laki itu dengan kotak tisu tapi gadis itu urungkan karena jika dia melakukan  itu pasti akan menjadi tontonan  semua yang ada di sini.

Febrian bangkit dari duduknya, Acha menatap punggung laki-laki  itu dengan acuh. Kembali lagi menyantap makanan yang ada di depannya yang tinggal beberapa suap lagi, pipi mendadak dingin. Sebuah es krim laki-laki itu letakkan di pipinya, dia mengambilnya menatap laki-laki itu dengan penuh tanya. "Buat lo," ucap Febrian sembari membuka es di tangannya.

"Katanya es krim biasa naikin mood lo."

Gadis itu menoleh menatap lagi laki-laki itu. "Apa?"

Febrian menghela napas berat. "Kata orang bener, lo lola."

Acha mendengus kesal, melempar sendok yang ada di tangannya dan mengenai dadanya. "Jorok lo!" Sendok itu terlempar, tangannya cepat-cepat meraih tisu di atas meja lalu mengusap bajunya di bagian dada.

"Biarin."

Febrian melempar tisu yang di gunakan untuk menggelap  bajunya ke wajah gadis di depannya, membuat gadis itu geram melempar kotak tisu tapi Febrian menangkapnya.

"Jangan banget sih, lo, Bol."

Acha mendengus kesal, meraih es krim di atas meja lalu pergi meninggalkan Febrian. Laki-laki menggeleng, ikut bangkit, membayar pesanannya tadi dan berjalan keluar rupanya gadis itu sedang duduk sembari menjilati es krim yang ada di tangannya.

Tangan Febrian mengusap pucuknya membuat Acha menoleh. "Ayo." Gadis itu mengangguk, membuang sisa es krim yang ada di tangannya.

"Nih." Febrian menyodorkan tisu kearahnya. "Gue tau lo pasti butuh." Laki-laki itu tersenyum lalu pergi meninggalkannya.

Sudut bibir gadis itu terangkat, netranya masih menatap tisu yang ada di tangannya. Mengusap bibir dan juga tangannya, dianya pun berlari mengejar laki-laki yang benar-benar jauh darinya.

Acha memutup pintu mobil dengan keras, membuat laki-laki itu menoleh lalu mendengus. "Kurang keras, Bol."

Gadis itu menyengir polos, Febrian melajukan kembali mobilnya.  Tangan Acha memutarkan lagu, ia bersenandung pelan membuat Febrian ikut tersenyum kecil.

Mobil laki-laki itu kembali berhenti di taman, gadis itu cepat-cepat turun dari mobil dan kemudian berlari menjauh dari Febrian. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, mencabut kunci mobil miliknya  dan berjalan keluar mengejar Acha.

Acha tersenyum kecil, mengeluarkan ponselnya. Memotret memandangan taman di malam hari, tampak indah. Acha mendekat kearah Febrian menyodorkan ponsel miliknya.

Febrian mengangkat halis, bingung. "Fotoin."

Laki-laki itu mendengus kesal, memotret gadis itu asal. Acha memutarkan bola matanya malas, hasil fotoin laki-laki itu tidak memuaskan. Jelek, itu pantes untuk hasil fotonya itu.

"Yang bener." Febrian kembali memotretnya.

Gadis itu tersenyum. "Makasih."

Febrian mengangguk, dia menjatuhkan tubuhnya di atas kursi diikuti oleh Acha di sampingnya. Mereka berdua menadahkan kepalanya saat tiba-tiba suara petasan muncul di atas langit malam.

Senyumnya terangkat Acha menikmati malam indahnya sekarang, tidak lagi dengan tidur di kasur miliknya yang membosankan. Febrian menyentuh tekuk belakang milik Acha, menarik kepalanya supaya  dan meletakkannya di bahunya.

Acha menelan saliva susah payah, canggung tapi dia menikmatinya.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang