27

279 22 0
                                    

Hari berlalu dengan cepat, hari ini pemilihan ketua OSIS dan wakil ketua OSIS yang baru. Ali dan Febrian lengser dari jabatan yang sudah mereka emban satu tahun.

Pemungutan suara masih berlangsung sampai sekarang. Murid seantero SMA Garuda sangatlah banyak, jadi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pemungutan suara dan juga menentukan siapa pemenangnya.

"Semua aman?" tanya Febrian, dia mulai mengecek setiap-tiap anggotanya. Ali mengecek di bagian kanan dan Febrian mengecek di sebelah kiri.

"Komputer ini eror kak, engga bisa di pake," ucap salah satu anggotanya yang menjaga di setiap kotak suara.

"Eror?" tanya Febrian menaikan alisnya. "Iya Kak, tadi dicoba buat masuk gak bisa," jawabnya.

Febrian mengangguk. Dia mulai mengecek komputer yang anggotanya bilang ada sedikit bermasalah. "Ini engga bisa di pake harus di benerin dulu."

Mereka mengangguk. "Gunain yang ada aja."

Di lain tempat, Acha dan ketiga sahabatnya tentang membahas tentang pemilihan ketua OSIS yang baru.

"Lo mau milih siapa?" tanya Siska pada ke-tiga sahabatnya.

Acha mengangkat bahu acuh. "Engga tau bingung gue."

"Kalau lo milih siapa?" tanya Siska pada Amel. "Engga tau gue belum baca misi sama visi mereka bertiga."

"Kalau lo Putri?"

Putri tampak sekilas berpikir kemudian terkekeh. "Gue milih kandidat pertama aja, katanya orang bagus sih misi sama visinya dan juga mereka tegas kata Ali."

"Kandidat satu siapa?" tanya Acha.

"Siapanya? gue lupa lagi namanya tapi kalau engga salah Dio sama Vica kelas XI Ips 1 sama X Mifa 2."

"Yaudahlah, gue ikuti lo milih dia ajalah," ucapnya pasrah dan diangguki oleh yang lainnya.

"Untuk siswa-siswi kelas XII MIFA 1 harap semuanya hadir di lapang. Sekali lagi, untuk siswa-siswi kelas MIFA 1 di tunggu di lapangan dalam waktu lima menit."

"Kelas kita dipanggil tuh, ayo kita ke sana," titah Siska di angguki oleh semua murid di kelasnya.

Sesampainya di sana, semua murid MIFA 1 di sambut oleh senyum manis Febrian.

"Kita lakukan sesi foto dulu sebelum votingnya buat dokumentasi dan juga kenang-kenangan," ucap Febrian dan diangguki oleh semuanya.

Semua berjajar dengan rapih Siska, Putri, Amel dan juga Acha berada di tengah-tengah dengan bergaya formal terlebih dahulu kemudian gaya bebas.

"Silahkan tunggu di sini sebelum kalian dipanggil satu persatu," titah Febrian.

Febrian mendekat ke arah Acha dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Jangan salah milih, semua harus ada pertimbangan masing-masing. Good luck."

Acha menelan saliva susah payah setelah mendengar ucapan dari Febrian. Satu persatu mereka sudah memberikan hak suaranya masing-masing, termasuk Acha dan pilihan sesuai apa yang mereka sepakati tadi.

"Udah?" tanya Febrian.

Acha mengangguk, melenggang pergi begitu saja. Febrian menghela napas kasar, dia harus apa berjuang apa berhenti di tengah jalan?

"Gue itu bumi lo itu langit engga bisa gue gapai sampai kapanpun," gumam Febrian.

Acha mendudukan tubuhnya di atas kursi taman setelah pamit terlebih dahulu kepada ketiga sahabatnya.

"Maaf, gue engga mau lo patah hati lagi karena gue. Lo harus dapetin yang sempurna ngelebihin gue, gue engga mau lo digantungin mulu sama gue," gumam Acha dengan lirih.

"Apa salah gue mau berkomitmen tanpa ada hubungan?" tanya Acha pada diri sendiri. Dia tak mungkin bertanya itu kepada Febrian.

"Engga salah," ucap seseorang membuat Acha menoleh ke belakang.

Laki-laki itu tersenyum, iya, dia Gilang Siswa paling unggul setelah Febrian. Gilang masih ada di bawah Febrian dari segi apapun.

"Engga salah, kalau kita mau berkomitmen terlebih dahulu. Kalau udah nyaman bisa di seriusin hubungannya," ucapnya setelah duduk di sebelah Acha yang nampak risih dengan keberadaannya.

"Boleh duduk di sini, gue lihat lo keliatan risih ada gue di sini?" tanya Gilang sembari menatap Acha begitu dalam dengan rasa kagum tentunya.

Acha menggeleng. "Engga, duduk aja ini tempat umum lo bisa duduk di mana aja yang lo mau."

"Kenapa lo mau berkomitmen tanpa berhubungan?" tanya Gilang.

Acha pun menggeleng. "Engga, gue ngomong aja."

"Lo ditembak orang dan lo engga mau pacaran tapi mau berkomitmen, doang?" tebak Gilang.

Acha hanya membalas dengan mendehem membuat Gilang menghela napas berat. Sesusah ini 'kah dia berjuang untuk mendapatkan bidadari yang diperebutkan kaum adam.

"Lo sama gue aja, gue mau kok berkomitmen sama lo," ucap Gilang membuat Acha merasa kesal.

"Engga mau."

"Kenapa lo engga mau?" tanya Gilang lirih.

Acha menggeleng. "Alasannya bukan cuma berkomitmen dan sebagainya, ada banyak masalah yang engga selalu gue ceritain sama lo."

"Lo nolak gue, ini?" tanya Gilang dan diangguki oleh Acha. "Sorry gue masih belum siap buat buka hati sampai saat ini. Mungkin lo bukan jodoh gue dan lo bisa dapatin yang lebih-lebih dari gue."

"Aamin, boleh engga sekali aja gue peluk lo," pinta Gilang halus dan kemudian diangguki oleh Acha.

Gilang menarik tangan Acha membawanya ke dalam pelukannya dan mendekapnya dengan erat sangat erat. Seolah tak mau melepaskannya.

Tak di sadari dari tadi interaksi mereka disaksikan oleh sepasang mata yang menatapnya dengan tajam. Apa lagi saat mereka berpelukan seperti tadi dalam durasi yang begitu lama.

"Argghh, kenapa gini sih?" Laki-laki itu sembari meninju dinding dihadapannya dan membuat tangannya sedikit terluka.

Saat ingin meninju lagi, tangannya di cekal seseorang orang dari belakang.

"Jangan," ucapnya dia adalah Tita yang dari tadi mengawasi Febrian dari jauh.

"Lo ngapain ninju tembok kalau tangannya luka. Gimana?" tanya Tita dengan nada khawatir.

Febrian tersenyum smirk. "Mau aja ngelampisin rasa kesal gue, itu aja."

"Butuh sandaran atau pelukan?" tawar Tita, menawarkannya kepada Febrian siapa tau dia butuh itu saat ini.

Febrian mengangguk. Dia memeluk Tita dengan erat dan membuat Tita menghela napas berat. Berusaha menetralkan rasa gugupnya dan juga jantungnya. Dia takut Febrian akan tau detak jantungnya berotasi sangat cepat jika berdekatan dengannya.

Acha sedikit berlari kecil menuju lorong tapi langkahnya berhenti, ketika melihat Febrian memeluk Tita dengan erat dekat taman. Membuat dada Acha sesak bukan main. Air matanya pecah seketika akan tetapi dia usap sebelum ada orang yang tau tentang itu semua.

Gadis itu memilih berlari menjauh dari mereka. Acha tak mau menganggu hubungan siapapun sekarang, apalagi berharap dan juga tidak mungkin merebut milik orang lain.

"Dada gue sakit banget liat mereka. Apa gue udah jatuh cinta sama dia?" tanya Acha kepada dirinya sendiri.

Dia hanya bisa tersenyum miris, dulu dia menolaknya mati-matian dan sekarang dia berusaha menolak perasaan yang timbul di hatinya. Membuat cintanya bertepuk sebelah tangan.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang