18

304 18 0
                                    

Hari demi hari mereka menjadi dekat bahkan mereka selalu bermain bersama. Anak laki-laki itu menepati janjinya membelikan sang gadis kelinci baru berwarna putih yang sangat lucu membuat senyum di bibir gadis itu, kembali  mengembang.

Setahun sudah berlalu, kali ini anak laki-laki itu mengajak sang gadis pergi ke tempat favoritnya yaitu rumah pohon dan danau yang sangat indah.

"Bi, mau naik ke sana!"  gadis itu merengek sembari menunjuk ke atas rumah pohon, membuat sang anak laki-laki menggelengkan kepalanya pertanda tidak boleh.

"Mau naik, Bi," rengek gadis kecil itu seraya mengoyangkan sang anak laki-laki dengan kencang.

"No ... Cha ... No," sahut anak laki-laki itu, gadis kecil itu menundukan kepalanya seraya menjauhkan tubuh dari anak laki-laki itu.

"Jangan  nanti jatuh gimana? licin,  baru turun hujan lain kali aja, ya," ucap laki-laki itu seraya membujuk sang sahabat yang sedang sedih karena tak bisa naik ke atas pohon.

"Cha, duduk di sana yuk. Liat ikan," ucap anak laki-laki itu lalu sang gadis mengangguk seraya mengikuti langkah kaki di depannya.

Gadis itu memperhatikan wajah anak laki-laki di depannya terlihat pucat pasih.

"Bi, sakit?" tanya sang gadis kecil seraya menempelkan punggung tangannya di dahi anak laki-laki itu.

Anak laki-laki itu menggelengkan kepala seraya tersenyum. "Engga," elak anak laki-laki itu sambil menahan air matanya keluar.

"Kok nangis sih, Bi," kata gadis kecil sembari mengusap pipi anak laki-laki dihadapannya dengan lembut.

Anak itu kembali menggelengkan kepalanya kemudian mengambil sesuatu di balik sahu celana jeansnya. "Cha, pake ininya kenang-kenangan dari Bi kalau misalnya Bi pergi," ucap anak laki-laki itu seraya memasangkan gelang berwarna hitam ke tangan sang gadis.

"Bi mau pergi ninggalin Cha sendirian?" tanya  gadis kecil air matanya mengalir dengan deras.

Anak laki-laki itu mengangguk seraya senyum masih mengembang di bibirnya. Tapi, tiba-tiba darah mengalir dari hidung anak laki-laki itu dengan deras hingga membasahi bajunya yang putih kini merah dibagian kerah.

Mata gadis itu membelalak kaget. "Bi, itu darah di idung kamu," ucap gadis kecil itu seraya air matanya mengalir.

Anak laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Gak udah biasa kok, tenang aja," ucap anak laki-laki itu sembari masih tersenyum.

"Ayoo pulang, Cha takut Bi kenapa-napa nanti Bi ninggalin Cha lagi," ucap gadis itu seraya menarik lengan anak laki-laki yang liat kurus sepanjang waktu.

"Bi kok tangan kamu kecil, sih?" tanya gadis itu.

"Hehhee, gak apa-apa," jawabnya seraya mengelus kepala gadis itu dengan lembut, anak laki-laki itu tak memikirkan rambut gadis itu penuh darah dari hidungnya.

________________

Seminggu kemudian, gadis kecil itu tengah menangis tersedu-sedu menunggu kedatangan Bi sahabatnya yang seminggu ini tidak menampakkan batang hidungnya.

Matanya kian hari kian memerah, menangis sepanjang hari, itu adalah kebiasaan gadis kecil. Kehilangan itu yang dia rasakan saat ini. Sahabatnya pergi entah ke mana? hanya saja gelangnya masih terpasang di tangan kanan gadis itu.

Sebulan pun telah terlalu, keadaan gadis itu semakin memburuk bisa di katanya dia depresi kehilangan sahabat pertamanya. Kadang-kadang gadis itu berbicara sendiri. Entah dengan siapa tapi yang dia sebut selalu sahabatnya Bi.

"Bi mau coklat? Cha punya coklat banyak banget. Bi mau," ucap gadis itu, pandangannya kosong, rambutnya acak-acakan  dan banyak sekali luka di tubuhnya seraya tangannya memeluk boneka panda lebih besar darinya sembari memolehkan coklat itu ke wajah boneka gadis itu kemudian tertawa dengan nyaring.

"Gimana Bi? Enak ya, iyalah 'kan buatan Cha pasti enak, hehhehe," ucap gadis itu seraya tersenyum tipis.

Netranya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. "Bi, Cha kangen, Bi di mana? Cha mau ikut sama Bi, Cha takut. Ayah udah ninggalin Cha berdua sama Mamah, Bi juga Bi ninggalin, Cha. Cha mau ikut, gak tau tiba-tiba Mamah sama Ayah berantem lalu Acha dibawa pergi tapi engga sama Ayah. Kata Mamah kalau udah gede pasti Cha pasti ngerti. Cha bingung?" Gadis kecil itu menangis tersedu sedu seraya memeluk bonekanya dengan erat.

Gadis itu tertawa sepanjang hari kadang dia menangis. gadis itu kehilangan Bi sahabatnya dan lebih parah lagi orang tuanya bercerai sudah lengkap penderitaan gadis itu tak terbayang bertapa sakitnya.

Anak kecil yang harusnya mendapatkan kasih sayang tapi kini sirna.

Entah kenapa?

Orang tuanya bercerai mungkin faktor ekonomi atau ketidak cocokan dalam rumah tangga. Mereka egois mementingkan dirinya sendiri, mereka tidak melihat buah hatinya sendiri tidak mendapatkan kasih sayang.

Satu hari kemudian sang Ayah datang untuk menemui gadis itu. Dia sangat kaget anaknya bener-bener depresi karena hilangan dan mereka menambahkan lagi.

"Sayang ini Ayah, Nak," ucap sang Ayah seraya mengusap rambut sang anak yang sudah tidak ke tata rapih.

Gadis kecil itu memandang laki-laki dihadapannya beberapa menit kemudian dia memeluknya sangat erat.

"Sayang, ikut yuk sama Ayah," kata sang Ayah, gadis kecil itu menggelengkan kepalanya pertanda tidak mau.

"Kenapa? Nanti Cha punya Mamah baru sama adek baru," ucap sang papah membuat gadis itu kembali menggelengkan kepala seraya tawanya menggema di ruang.

"Engga, Cha gak mau punya mamah baru," ucap Gadis itu dengan lirik seraya air matanya menetes dari tempatnya.

Dahi sang papah mengerut bingung. "Kenapa?" tanya sang papah sembari memeluk erat sang anak.

"Cha mau cuma Mamah, gak ada yang lain. Ayah jahat udah ninggalin Acha sama Mamah di sini." Gadis itu terus menangis seraya tertawa nyaring. Tawanya bukan tawa seperti biasa akan tetapi tawanya begitu menyayat hati.

Sang Ayah tersenyum menatap anaknya yang hampir gila. "Sayang ikut Ayah, yuk?"

Gadis kecil itu mendongak melihat sang Ayah yang menatapnya sendu kemudian gadis itu mengangguk.

Mobil sang Ayah berhenti di sebuah Tpu di dekat rumahnya. Gadis kecil itu mengernyitkan keningnya bingung, kesadarannya hampir sempurna akan tetapi itu pun pasti beberapa jam saja setelah itu gadis itu akan kembali lagi seperti orang gila.

"Mau ke mana, Yah?" tanya gadis kecil pada laki-laki yang ada di sampingnya, kemudian sang Ayah menarik pergelangan tangan sang anak dan membawanya masuk ke dalam.

"Sayang jangan sedihnya Bi udah tenang di alam sana," ucap sang papah seraya mengelus rambut panjang anaknya.

"Bi ninggalin Cha, Yah?" tanya gadis kecil itu seraya berjalan mendekat ke gundukan tanah yang sedikit basah dan di situ tertulis nama sahabatnya.

Laki-laki itu mengangguk. "Sayang Ayah tinggal dulu, kalau kamu mau ngomong sama Bi untuk terakhir kalinya," ucap sang Ayah seraya meninggalkan gadis itu disamping makam Bi sahabatnya.

"Bi kok ninggalin Cha sendiri, Cha takut apalagi tadi Ayah bilang mau punya Mamah baru sama Adek baru. Cha gak mau, Cha gak suka, Bi. Bi sakitnya jadi ninggalin Acha sendiri di sini. Cha mau ikut, mau sama Bi. Cha, janji jaga kelinci sama gelang dari Bi. Tapi Cha kecewa sama Bi, Bi udah janji sama Cha gak akan pernah ningalin Cha sendiri tapi sekarang? Apa. Kalau  udah besar Cha mau sering ke sini main seminggu sekali kalau bisa, mau nyanyiin buat Bi, ngasih coklat buat Bi nanti Bi tunggu yah? saat umur Cha udah 17, kalau udah besar Cha pasti bawa seseorang nanti kenalin sama Bi tapi Bi harus baiknya sama dia. Jangan nakal, Bi janji ya. Cha sayang banget sama Bi ... Hiks," Gadis itu menangis seraya memeluk gundukan tanah yang masih basah dan sedikit bunga-bunga yang sudah layu berarti sahabatnya baru saja meninggalkan dirinya seorang diri.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang