🌹Extra Part🌹

529 60 48
                                    

4 tahun berlalu begitu saja, sekarang usia Rangga menginjak 23 tahun. Rangga terus berusaha mengingat semua tentang Siska. Dirinya berhasil, ingatannya kembali pulih tapi percuma, seseorang yang ia cintai telah pergi.

"Andai aku bisa memutar waktu," sesal Rangga seraya memperhatikan foto Siska di layar ponselnya.

"Waktu itu gak bisa diputer, dijilat apalagi dicelupin, Rangga." Rangga menoleh menatap seorang wanita yang baru saja memasuki kamarnya dengan menenteng sebuah jas hitam.

"Ini jasnya kamu pakai, aku siapin makan dulu di bawah," jelas wanita itu seraya membantu Rangga menggunakan jas.

"Makasih, Mel." Amel hanya menanggapi dengan senyuman, setelah selesai membantu Rangga memakai jas kantornya Amel kembali keluar dari kamar Rangga.

Rangga sekarang bekerja di kantor Ayahnya bersama Bagaskara, ia menuruni anak tangga satu persatu. Terlihat makanan sudah tertata rapih di atas meja makan, begitupun juga dengan anggota keluarga yang lain mereka sudah duduk diposisi masing-masing. Keluarga Rangga bertambah dengan kehadirannya Amel, satu-satunya perempuan yang berada di keluarga ini.

"Nih, aku ambilin nasinya." Amel menambahkan nasi di piring Rangga.

"Mas, aku udah siapin bekel juga buat kamu."

Bagaskara menatap ke arah Amel ia tersenyum dan mengusap pucuk kepala Amel lembut.

"Makasih yah sayang, kamu selalu sibuk ngurusin tiga lelaki di keluarga ini."

Yah, Bagaskara dan Amel sudah menikah, Bagaskara melamar Amel saat Amel lulus SMA. Siapa sangka? ternyata, Bagaskara sudah memendam rasa kepada Amel cukup lama.

"Ekhem." Amel dan Bagaskara melirik dingin ke arah Rangga.

"Kalo iri nyusul dong," ucap kedua pasangan itu kompak.

"Iya kasian istriku tercinta kalo mesti ngurusin kamu juga, Ngga." Rangga memutar matanya malas.

"Lah aku bisa ngurus sendiri."

"Apaan ini jas kamu kalo bukan aku yang nyetrika pasti gak bakal ada yang nyetrikain," cibir Amel.

"Lo nunggu apa sih?" tanya Bagaskara pada Rangga Adiknya.

"Nunggu yang cocok," jawab Rangga seraya mengaduk-aduk kopinya.

"Nunggu yang cocok atau nunggu Siska?" Pertanyaan Amel berhasil membungkam mulut Rangga, apa yang Amel ucapkan memang sebuah kebenaran.

"Udah empat tahun dan empat tahun itu lo gak bernah kontekan sama Siska, lo yakin dia masih inget sama lo? Siska itu cantik, bisa aja dia udah nikah sama orang Jerman di sana."

Degh!

Perkataan Bagaskara berhasil membuat Rangga menghentikan aktifitasnya mengaduk kopi, ia merenung sekejap. Ia ingat dalam surat terakhir yang Siska berikan, Siska mengatakan walaupun ia berharap Rangga mengingatnya tapi, ia pergi untuk melupakan Rangga.

"Mas." Amel memperingati Bagaskara dengan cubitan jangan sampai Bagaskara membuat semangat Rangga runtuh pagi-pagi begini.

"Aku pamit duluan yah, Pah." Rangga menyalami tangan Papahnya dan pergi keluar rumah.

"Kamu sih, Mas." Bagaskara menaik turunkan kedua pundaknya.

"Aku cuman gak mau si Rangga kecewa sama penantiannya," timpal Bagaskara.

***

Rangga berjalan tak karuan menginjak butiran pasir pantai, ia ingat pernah membawa Siska kemari, menggendong Siska dan berlarian bersama gadis yang ia rindukan itu.

About Siska (Complete✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang